#Eighth

7.4K 405 2
                                    

Seharusnya ia sudah tiba di kosannya kali itu tapi ternyata kakinya tiba-tiba terhenti ketika nyaris melewati sebuah cafe. Pada awalnya ia hanya berniat untuk menengok saja dari luar tapi ia malah masuk, duduk di salah satu sudut dan memesan kopi kesukaannya.

"Woi, ngapain di sini?" Sebuah suara mengagetkan Rianna hingga ia sedikit terlonjak dari tempatnya.

"Oh, god! Arial, lo ngagetin gue." Ucap gadis berambut panjang itu sambil memegang dadanya.

Arial tersenyum jahil lalu duduk di hadapan gadis tersebut. "Jadi, gue bilang sorry, ya?"

Rianna memutar bola matanya. "Menurut lo?"

Terdengar tawa pendek dari wanita bermata hazel tersebut. "Ok, sorry manis."

Rianna menatap Arial dengan mata disipitkan. Ia mengira salah mendengar jika Arial baru saja menyebutnya manis.

"Sorry." Ulang Arial serius. "Hmm, ngomong-ngomong gimana menurut lo event gue yang kemaren?"

Tidak ada respon dari Rianna sejenak, lalu, "Bagus. Maksud gue keren."

Seketika senyum terkembang di wajah Arial saat mendengar gadis berambut panjang itu mengatakannya.

"Ehm..sorry ya, waktu itu yang pas gue bilang kalo cafe lo gimana gitu." Rianna melirik wanita di hadapannya sekilas. Entah kenapa ia tidak mampu menatap mata hazel itu lama-lama.

"Oh, its okay. Gue malah seneng ada yang ngasih saran." kata Arial sambil memandang wajah gadis di hadapannya itu.

Setelah itu tidak ada perbincangan lagi. Masing-masing sibuk dengan pikirannya. Arial sibuk mencari alasan bagaimana bisa ada sesuatu yang menarik dari ekspresi wajah gadis itu tiap kali ia berbicara. Sementara Rianna sibuk memikirkan cara bagaimana kegugupannya bisa lenyap saat itu.

Tiba-tiba dilihatnya Arial meletakkan secarik kertas kuning di atas meja di hadapannya.

"Gue pengen lo ngasih saran lagi buat cafe gue." ucap Arial pada akhirnya.

"Lagi?"

"Hmm. Lagi."

Rianna akhirnya menuliskan apa yang diinginkannya sambil sesekali melirik Arial.

"Ini. Jangan ngeledek!"

"Ngapain juga gue ngeledek. Kayak anak kecil deh."

Rianna tersenyum dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sedikit malu dengan perkataannya sendiri.

"Sering banget ke sini, ya?"

"Hmm. Banget-banget." Rianna tersenyum kecil saat mengatakannya.

"Kalo gitu dateng tiap hari aja, nanti gue diskonin."

"Mau lo. Gue gak ngampus dong kalo gitu."

"Emang enakan ngampus daripada bareng gue?"

"Apaan sih?" Rianna memilih menatap minumannya.

Ia tak mengetahui jika Arial masih terus sibuk memandangi wajahnya bahkan ketika pembicaraan mereka usai dan masing-masing berdiam diri. Entah apa yang membuatnya tertarik memandangi wajah gadis berambut panjang itu. Wajahnya tidak secantik Leona tapi ia akan membenarkan jika orang-orang mengatakannya si manis. Ia bertanya pada hatinya. Bukan juga suka yang ia rasakan hingga tertarik menatap wajah itu lamat-lamat.
Ada apa dengan dirinya?

^^^^^^

Semenjak pertemuan di cafe seminggu yang lalu itu, Arial merasa bahwa dirinya dan Rianna semakin dekat. Bukan lagi sebagai sekedar teman obrolan di cafe tapi lebih dari itu. Beberapa hari yang lalu keduanya sempat menghabiskan waktu luang ke sebuah museum bersejarah bersama-sama. Pada awalnya, Arial menduga jika Rianna akan lebih memilih menghabiskan waktu untuk berbelanja atau hal lain yang serupa seperti kebanyakan perempuan lainnya tapi dugaan tersebut salah, Rianna berbeda dari perempuan lain yang ia kenal selama ini. Gadis berambut panjang itu menyukai sesuatu yang berbau seni terutama lukisan ataupun ilustrasi. Tidak hanya suka tapi gadis itu pun pandai membuat sebuah lukisan. Selain lukisan, musik adalah hal selanjutnya yang paling disukainya. Pernah sekali ia mendengar gadis itu menyanyikan sebuah lagu dan saat itu ia cukup terkejut karena bukan hanya penikmat musik, ia pun memiliki suara tidak kalah merdunya.

Kini keduanya sedang berada di sebuah taman kota. Arial-lah orang pertama yang mengajak gadis itu bertemu untuk kali pertamanya melalui sebuah pesan. Karena biasanya, jika ingin melakukan suatu perjalanan bersama, mereka akan bertemu di cafe Arial untuk memutuskan waktu pertemuan. Tapi tidak untuk kali ini, Arial memberanikan diri menyimpan nomor handphone Rianna yang tertera pada kertas saran kedua yang ia berikan. Entah mengapa pikiran untuk menyimpan nomor gadis itu tiba-tiba melintas di benaknya.

"Dateng juga. Kok lama sih?" Sapa Arial ketika melihat kedatangan Rianna. Sudah nyaris sepuluh menit ia menunggunya.

"Sorry, ada urusan dikit. Gak papa kan?"

Arial menatap wajah gadis yang kini berada di hadapannya tersebut. Senyum di bibirnya terkembang setiap kali gadis itu juga tersenyum kepadanya.

"Its okay. Duduk di sana, ya?" Ia menunjuk kursi taman tidak jauh dari mereka yang dilanjutkan anggukan Rianna.

"Kok ketemuannya di sini? Emang gak ada tempat lain, heh?" Rianna memandang berkeliling.

"Di sini lebih enak, bosen juga kali kalo ketemuannya di cafe terus. Kenapa? Gak suka, ya?"

Rianna menggeleng cepat. "Gak, cuma nanya doang. Di sini enak kok." Senyum kecilnya terkembang.

Arial yang melihatnya hanya terdiam dan membiarkan mata hazelnya menyusuri setiap sudut wajah gadis itu.

"Kenapa liatin gue kayak gitu?"

"Ah, gak papa. Lo manis banget sih."

Rianna tidak berkata-kata, ia memilih mengalihkan wajahnya. Bertanya-tanya mengapa wajahnya terasa panas saat wanita itu berkata demikian.

Masih tanpa membalas tatapan Arial, Rianna bertanya. "Ngomong-ngomong lo dapet nomer gue dari mana?"

"Oh, itu..gue liat di kertas saran yang lo tulis. Lo gak suka ya nomernya gue save?"

"Gak lah. Gue cuma nanya doang."

"Tau gak, dari tadi lo bilang cuma nanya doang."

Rianna tertawa pendek. "Gitu deh, gue gak tau mau ngomong apaan."

"Lo gugup deket gue?"

Seketika gadis berambut panjang itu menoleh pada wanita yang menguncir rambutnya itu. "Hah! Mak..maksudnya?" Wajahnya memanas sekali lagi karena pertanyaan itu tepat sasaran. Entah mengapa beberapa hari terakhir ini memang ia merasa sering gugup jika bertemu dengan wanita tersebut. Seperti saat ini dan satu waktu kemarin, jantungnya juga berdegup kencang.

"Maksudnya otak lo agak lemot kalo deket ama gue."

Tidak ada jawaban.

"Kok diem? Gue salah bicara?" tanya Arial ketika Rianna tidak kunjung menjawab pertanyaannya dan malah memandang yang lain.

"Gak." Rianna berusaha mengatur debat jantungnya. "Oh ya, kita pindah, yuk!" Ia beranjak berdiri dan mulai melangkah tapi tertahan karena Arial memegang tangannya cepat.

God! Jantung gue kenapa? Pekik Rianna dalam hati.

"Mau kemana? Di sini aja."

Rianna pun kembali duduk tapi Arial tidak kunjung melepaskan genggaman tangannya, membuat jantungnya serasa mau meledak.

"Gue gak suka kalo lo diem aja. Kenapa? Tadi gue bicara gak sopan?"

"Gak."

"Trus kenapa diemin gue? Gak kayak biasanya."

"Lo harus tau kalo gue emang sering diem-diem kayak gini."

"Kalo gitu lo diem di sini temenin gue."

Setelah itu tidak ada percakapan lagi. Tapi Arial masih sesekali melirik wajah gadis di sebelahnya dan tangan yang masih menggenggam tangan gadis tersebut.

Desiran aneh itu kembali terasa. Sepertinya ia harus mencari tahu apa yang telah ia rasakan itu.

^^^^^^

Heart. MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang