#Seventeenth

5.8K 373 18
                                    

[ini chapter trakhir yang aku update saat ini. Next chapter akan menyusul dalam waktu yang gak ditentukan!
Peluk cium buat yg udah vote, baca ato sekedar komen :D :D
Thanks..]

A flower was offered to me:
Such a flower
as May never bore.
But I said
"I've a Pretty Rose-tree",
And I passed t
he sweet flower o'er.

Then I went
to my Pretty Rose-tree:
To tend her by day
and by night.
But my Rose turn'd away
with jealousy:
And her thorns
were my only delight.

(My Pretty Rose Tree, William Blake)

_______________________________

Rianna membaca pesan Arial di iphonenya berkali-kali. Sebenarnya siapa kekasih wanita itu. Leona atau dirinya?

Sebegitu rajinnya menelepon ataupun mengiriminya pesan di akun media sosialnya hingga Rianna sendiri ragu Arial melakukan hal yang sama pada Leona. Sekarang adalah masa-masa sibuk kuliah baginya tapi sebisa mungkin ia berusaha ada ketika Arial memintanya.

Seperti halnya sore ini waktu dimana seharusnya gadis itu tengah bergelut dengan tugas tapi ia memilih bertemu wanita pemilik mata hazel tersebut.

Rianna memasuki rumah Arial ketika Dewi membuka pintu. Ia tersenyum dengan seorang laki-laki yang duduk berselonjor di sofa depan tv. Jika tidak salah namanya Aden. Lalu menuju kamar Arial di lantai dua.

"Rial?"

"Masuk."

Gadis berambut panjang itu membuka pintu. Masuk dan tersenyum mendapati Arial tengah telentang membaca sebuah buku.

^^^^^^

Rianna Pov

Aku ikut berbaring di samping Arial. Menyamping dan ikut melihat buku yang dibacanya. Kulirik wajahnya yang tampak serius. Aku tersenyum. Arial yang kukenal selama ini bukan sosok yang suka membaca buku jenis fiksi.

"Itu buku apa?" tanyaku lalu menyambar bukunya.

"Rianna.."

Wajahku dengan wajah Arial dibatasi bukunya yang kuamati. Lalu ia mencoba mengambilnya kembali tapi kutahan.

"Bentar. Gue liat sinopsisnya dulu. Kalo bagus gue pinjem abis lo baca."

Arial berhasil menarik bukunya dariku dan meletakkannya sembarangan.

"Ceritanya bagus. Ntar pinjem, ya?"

"Hmm." responnya sambil menarikku dalam dekapannya yang begitu hangat.

"Erat banget peluk aku." kataku dan kubalas memeluknya.

Wanita itu terkekeh. "Lagi kangen."

"Kangen? Tiap hari nelpon ama chattingan masih bilang kangen juga?"

Kali ini Arial tidak menjawab. Ia memelukku dalam diam.

Gue juga kangen, Rial. Batinku

Aneh rasanya. Kami sering bertemu tapi aku selalu merasa rindu padanya. Wanita itu juga tidak pernah absen meneleponku lebih dulu meski pernah suatu kali aku memberi tahu padanya bahwa aku merasa terganggu diperlakukan demikian karena saat itu aku tengah sibuk-sibuknya. Kupikir Arial sudah pasti marah tapi ternyata tidak. Seperti berusaha memahamiku, ia akhirnya hanya menelepon ketika malam tiba.

Ia memandangiku sementara aku menyentuh puncak hidungnya.

"Sibuk banget, ya?" tanyanya lembut.

Heart. MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang