#Fifteenth

6.4K 342 17
                                    

Sayup-sayup suara tawa terdengar ketika Arial memasuki rumahnya. Renyah dan saling menimpali. Begitulah kedengarannya.

"Halo bu bos!" sapa Rena ketika melihat teman serumahnya berdiri tidak jauh dari dirinya.

Ada kilat keterkejutan di mata Arial ketika mendapati sosok Rianna tengah duduk berhadapan dengan Rena. Menatapnya. Ia tersenyum sebelum akhirnya berlalu menuju dapur tanpa menyapa gadis itu terlebih dahulu. Diteguknya segelas air putih dengan perasaan begitu tidak nyaman. Ia menghela napas dan menatap lurus pada dinding kosong di hadapannya.

Beginikah rasanya ditolak seseorang? Batinnya

Seolah tersadar dari lamunannya, ia melangkah tanpa suara dan memilih memandangi sosok gadis--yang entah bagaimana telah menarik hati dan pikirannya tersebut--dari balik dinding. Inginnya bertemu tapi pikirannya mengatakan enggan. Berlebihan, sepertinya. Alhasil, ia merasa seperti seorang penguntit saat itu.

"Woi!"

Arial tersentak kaget. Ia menoleh dan mendapati Dewi tersenyum aneh padanya.

"Ngapain? Liat siapa?" Dewi bergerak ingin mengikuti arah pandang sahabatnya barusan.

Arial berjalan menjauh. Seperti mencari sesuatu di dapur.

"Itu ada Rianna di luar. Ngapain lo di sini?" Mata Dewi menyipit memandangi punggung Arial. "Lo nguntit Rianna, ya?"

Arial berbalik dengan kening berkerut. "Mana ada. Ngaco lo."

"Trus ngapain di sini? Gak sopan ada tamu tapi lo diem di sini."

"Lo yang ngapain?"

Tanpa merespon pertanyaan Arial, Dewi menarik lengan sahabatnya tersebut lalu mendesaknya keluar. Karena sudah terlanjur tertangkap oleh Rianna maka Arial mau tidak mau harus keluar juga. Menyusup dalam percakapan kedua perempuan tersebut.

Dari ujung mata, Arial melihat Rianna tak kunjung melepas pandangannya bahkan ketika ia mendaratkan tubuhnya di sofa di sebelah Rena.

"Dari mana aja lo dua hari ini?" tanya Rena menepuk paha Arial.

"Apartemennya Leona." jawab Arial singkat dan datar.

Sejak tadi, sikap Arial telah membuat Rianna kebingungan. Wanita itu memasuki rumah, tersenyum lalu pergi tanpa sapaan. Tak ada sambutan hangat. Nada suaranya yang datar pun tak luput membuat dirinya keheranan. Tidak hanya itu, jawaban Arial atas pertanyaan Rena juga mengganggunya.

"Kak, emang keadaan keluarganya kayak gimana?" tanya Rianna tepat ketika Arial menoleh padanya.

"Biasa aja, Na. Tapi emang orangnya pinter banget."

Rianna berdeham.

"Eh Rial, napa lo? Dari tadi kayaknya belum nyapa Rianna." Sepertinya Rena menyadari Arial hanya bergeming sedari tadi.

Rianna tersenyum, lalu, "Lagi bete mungkin, kak. Dapet kali."

Sepasang mata hazel itu menatap Rianna sekilas. Kurang sepakat dengan jawabannya. Tapi ia juga enggan membantahnya.

Merasa diabaikan untuk kesekian kalinya, Rianna merasa dongkol sendiri. Ada secuil rasa kesal merayapinya.

"Ngapain di apartemennya Leona? Ada urusan penting, ya?" Kali ini Rena yang bersuara.

"Gue nginep." Arial bergerak menggapai minuman Rena dan menyesapnya.

Hening sejenak.

"Na, mau nginep lagi gak?"

"Ah? Gak usah kak. Sekarang pengen pulang aja."

Arial melirik Rianna.

"Kok cepet banget?"

Heart. MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang