Kucoba untuk menutup mata dan telinga
Ingin kuabaikan segala jenis suara yang sedang dan akan kudengar
Tapi, tidak bisa..
Aku senang mereka sebut berbeda tapi takut jika berbeda itu akan berubah konotasinya..Gadis berambut panjang itu menoleh ketika mendengar suara wanita di belakangnya mengucapkan apa yang ia tulis.
"Rial!" Rianna menutup bukunya. "Lo baca, ya?"
"Gak semuanya. Napa sih?" tanya Arial lalu duduk di tepi tempat tidur Rianna.
Rianna tidak melanjutkan tulisannya. Gadis itu meletakkan bukunya bersama jejeran novel yang ia tata sedemikian rupa.
Pagi ini--usai masa padat kuliahnya mulai berangsur normal--Arial mengunjungi kosannya untuk kali pertama. Mengenakan cropped jeans dan flowy blouse berwarna krem ia muncul di pintu kosan pagi tadi. Kini wanita itu duduk bergeming.
Ia memandang berkeliling. Kosan Rianna cukup luas dari standar ukuran kosan pada umumnya. Buku-buku ditata dengan apik. Sementara dinding kamar yang ditutupi cat putih tulang ditempeli berbagai ilustrasi-ilustrasi hasil tangan Rianna. Ada satu sudut letak sebuah gambar pohon simple yang ujung-ujung rantingnya ditempeli foto idolanya. Dari situlah Arial mengetahui bahwa Rianna merupakan penikmat musik indie pop maupun rock. Sedikit tidak kontras dengan tingkahnya selama ini.
"Apa itu?" tanya Arial sambil menunjuk berbagai lembaran kecil yang menghiasi permukaan dinding dengan pola tertentu.
Rianna ikut duduk di sebelah Arial. "Itu quotes. Motivasi hidup. Kuatnya gue 70% karena keluarga kecil gue, 20% sahabat, sisanya karena kata-kata motivasi."
Arial hanya berdeham. Lalu wanita itu menjatuhkan tubuhnya di kasur.
"Kalo gitu kata-kata yang cocok buat gue apa?"
Rianna menoleh pada Arial sekilas. Keningnya berkerut samar.
"Setiap orang seperti pemain drama. Masing-masing sudah memiliki peran tersendiri. Maka dari itu, mainkan peranmu seutuhnya. Jangan mainkan peran orang lain karena itu akan membuatmu merasa tidak hidup."
Hening sejenak. Arial menepuk tempat di sebelahnya. "Baring sini."
Rianna pun berbaring telentang. Ditatapnya langit-langit kamarnya yang polos.
"Kayaknya kata-kata lo barusan bukan buat gue deh."
"Maksudnya?"
"Itu cocoknya buat lo sendiri."
Rianna menatap Arial dengan kedua alis terangkat.
"Hidup itu salah satu anugerah Tuhan paling berharga. Ketika kita hidup, Tuhan tidak mengekang kita seperti robot yang benar-benar hanya melakukan apa yang diset di kepala mereka saja. Tuhan memberi kebebasan. Ia memberimu kesempatan mencari dan merasakan hidup yang sebenarnya. Tapi tau gak? Ada jenis orang yang hidup, merasa sudah mencapai tujuan hidupnya tapi masih merasa kosong jiwanya. Seperti haus sesuatu." kata Arial seperti bergumam, lalu jeda sesaat. Ia menatap gadis di sebelahnya. "Orang seperti itu sebenarnya mengabaikan apa yang seharusnya mereka lakukan. Mereka berpura-pura tidak mengetahui kenyataan dalam kehidupan mereka. Mereka menolaknya, sesuatu yang Tuhan sendiri anugerahkan. Mereka merasa hidup tapi sesungguhnya tidak."
Rianna mengalihkan tatapannya. Ia menelan ludah susah payah. Kata-kata yang meluncur dari bibir manis Arial benar-benar menohoknya. Memang selama ini ia selalu mengatakan bahwa ia sudah merasakan hidup yang sesungguhnya. Selama ia masih berada di satu jalur yang kata orang terbaik. Maka hiduplah yang ia rasakan. Tapi pada kenyataannya, jiwanya terusik sesuatu yang ia sendiri tidak tahu apa itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Heart. Me
RomanceAku bukan orang yang spesial, Namun ia membuatku merasa seolah aku orang yang spesial itu. Aku bukan orang yang begitu mengerti sebuah kisah cinta, Namun entah bagaimana dan sejak kapan tepatnya ia membuatku merasa seolah aku mengerti kisah cinta i...