#Eleventh

6.5K 373 13
                                    

Cerita sebelum-sebelumnya aku gak pakein Pov-nya tiap tokoh karena emang gak kebiasaan nulis pake Pov..Bagusan mana? Pake Pov ato gak? Untuk yang chapter ini, aku pengen coba pake Pov guys, semoga ceritanya gak ngebosenin ya? Buat yang ngevote dan baca tiap chapter meski aku yakin ceritanya biasa-biasa aja..Thanks a lot! :)

Rianna Pov

Aku sudah memejamkan mata sedari tadi. Tepatnya sejak 7 jam lalu. Mataku memang berhasil terpejam tapi otakku masih terang benderang. Alhasil kepalaku terasa pening pada pagi hari ini.

Aku masih berbaring membelakangi Arial yang masih tertidur pulas. Tidak habis pikir mengapa kejadian semalam itu bisa terjadi. Entah apa yang merasuki wanita itu. Jelas dalam ingatanku--itu pulalah yang membuatku sulit tertidur--setiap detik kejadian tersebut.

Arial selalu memandangiku dengan mata Hazel miliknya yang tajam. Berbicara dengan suara lembut yang membuat dadaku berdesir aneh beriringan dengan debaran jantung yang entah sejak kapan menyerangku. Pandangan hazel itu semakin intens menatapku seolah melihat wajahku merona adalah hal yang tidak ingin wanita itu lewatkan. Arial mengubah posisinya perlahan dan perlahan pula ia mendekati wajahku. Tanpa sadar aku menahan napas hingga hanya wajahnyalah yang terlihat di mataku. Aku ingin menolak dan mengelak tapi tubuhku terlalu terkejut dan tidak mampu bergerak saat itu. Dan ketika bibirnya yang kenyal dan lembut mengecup bibirku lembut, bulu kudukku merinding, seolah ada sengatan listrik yang menjalar ke seluruh tubuh. Seketika tubuh ini terasa lemas.

Seolah ada ingatan baru. Aku bergerak ingin menolak. Hal ini adalah perbuatan yang salah. Sangat salah. Aku tidak mau melakukan hal yang tidak benar seperti ini. Aku takut akan dosa besar. Wanita itu telah melakukan hal di luar batas karena menciumku.

Hatiku memekik tapi tubuhku berkata lain. Tidak berdaya dan hanya menerima setiap serangan Arial. Tepat ketika kurasakan tangan Arial menyentuh rahangku, kudorong tubuhnya pelan sehingga ciumannya berhasil lepas. Aku tidak ingin menatap matanya tapi bisa kulihat dadanya naik turun. Akupun demikian. Ciuman tadi membuatku merasa sulit bernapas.

"Maafin gue.." kata Arial lembut setelah kami terdiam cukup lama.

Aku tidak tahu harus mengatakan apa sehingga aku hanya terdiam. Masih enggan membalas pandangan hazel itu.

"Rianna..maafin gue."

Aku merasakan tangan Arial mencoba menyentuh lenganku tapi secara spontan aku mengelak.

"Maafin gue. Gue gak ada maksud apa-apa Rianna. Yang tadi itu.."

Aku memberanikan diri menatapnya dan sedikit terkejut ketika mendapati ada penyesalan yang tersirat dari mata itu. Wanita itu lalu menunduk, tidak sanggup membalas tatapanku.

"Yang tadi itu spontan aja. Gue gak bermaksud yang macem-macem sama lo.."

Jelas aku tahu pasti bahwa perbuatan Arial sudah di luar batas dan sebuah dosa besar namun rasa sedih menyusup di sela-sela kecemasanku. Sedih mendapatinya menyesal seperti itu.

"Gue ngantuk, Rial. Sekarang kita tidur aja." kataku datar lalu berbalik dan berbaring memunggunginya.

Kupejamkan mataku dan mencoba mengusir bayang-bayang wajah Arial yang nyaris tidak berjarak dari wajahku barusan. Tapi sia-sia saja. Aku tak mampu tidur sementara bayang-bayang itu terus berputar tiada hentinya.

Hingga pagi ini. Aku masih memejamkan mataku dan enggan beranjak bangun. Takut jika bertemu dengan Arial lagi. Cukup lama aku menunggu pergerakan Arial dari balik punggungku tapi tidak ada yang terjadi, alhasil aku memutuskan membuka mata dan mencari letak jam dinding.

Pukul 05:40

Aku berbalik perlahan dan mendapati Arial berbaring memunggungiku.

Masih tertidur.

Heart. MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang