"Kenapa lo?"
Gadis berambut panjang itu menatap sahabatnya yang duduk di seberangnya. "Emang kenapa?"
"Lo ada masalah?"
"Masalah apaan?"
"Ya, gue gak tau. Makanya gue nanya."
Rianna menggeleng.
Sebenarnya Ika tidak percaya jika gadis itu mengatakan tidak apa-apa. Ia bukanlah orang yang kenal gadis itu hari kemarin. Jadi apapun perubahan kecil yang terjadi padanya, ia tahu bahwa ada sesuatu yang terjadi.
Tiba-tiba sebuah dering ponsel berbunyi. Ternyata itu dering ponsel milik Rianna. Gadis itu merogoh tas selempangnya dan melihat nama si pemanggil di layar iphonenya. Kedua alisnya sedikit terangkat ketika mengetahui siapa yang meneleponnya saat itu.
Arial.
Diketuk-ketukkan jari telunjuknya di atas meja kantin ia berada. Menimbang-nimbang apakah ia mengangkat atau menolak panggilan wanita yang semakin intens memenuhi pikirannya itu.
"Kenapa gak diangkat?" tanya Ika, bingung melihat tingkah Rianna yang terdiam dengan iphone berdering.
"Oh..gue baru mau ngangkat. Halo?"
"Oh, oh hai manis." Terdengar suara lembut Arial di ujung sana yang membuat degup jantung Rianna kembali memburu.
Manis? Pikirnya
"Hai, tumben lo nelpon gue?"
"Iya, baru kali ini kayaknya, ya?"
"Hmm. Kenapa?" Rianna melirik Ika yang juga tengah sibuk menatapnya.
"Gak kenapa-napa. Ngeganggu, ya?"
Rianna menggeleng meski ia tahu Arial sudah pasti tidak dapat melihatnya.
"Gue ajak ke cafe gue ntar, boleh?"
"Hah? Buat apaan?"
"Pengen ketemu aja. Gak bisa, ya?"
Tidak ada respon dari Rianna untuk sesaat karena gadis itu sedang menimbang ajakan Arial. "Ntar baru kasih jawaban boleh?"
"Hmm..gak boleh. Gimana dong?"
"Ntar aja, ya?"
"Gak ada ntar-ntar, sekarang bilang aja ya ato gak."
Rianna terdiam sejenak, lalu, "Ya deh, gue ke sana ntar."
"Kok kayak kepaksa banget. Emang gak rindu ketemu gue?" Suara Arial terdengar lembut.
Seketika Rianna melirik Ika, takut-takut jika sahabatnya tersebut mendengar apa yang baru saja dikatakan Arial.
"Rianna? Lo masih di situ kan? Hello?" tanya Arial karena Rianna tidak merespon cukup lama.
"Ah? Iya ini gue." Semakin lama semakin sulit rasanya ia menenangkan debar jantungnya.
"Awas lo kalo gak dateng."
"Sadis! Pake ngancam segala."
Setelah Arial memutuskan panggilannya, Ika sudah menyiapkan tatapan penuh tanya pada Rianna.
"Siapa?"
"Temen."
"Masa?"
"Masa maksud lo?"
"Beneren temen ato temen?"
"Masa gue suka ama cewek."
"Oh, jadi yang tadi itu cewek?"
Rianna mengangguk sekali. Berpikir tentang kata-katanya sendiri. Apakah ia suka dengan seorang perempuan. Makhluk yang sama seperti dirinya. Ia tahu benar ciri-ciri seseorang ketika sedang jatuh cinta. Bahkan tanpa dijelaskan panjang lebar pun ia sudah bisa menyimpulkan jenis rasa itu meski seumur hidup ia yakin tidak pernah jatuh cinta dan karena alasan itulah hingga kini ia belum pernah berpacaran sekalipun.
Tapi entah bagaimana ia merasa sulit sekali mengartikan perasaannya sendiri. Jantung yang berdebar dua kali lebih cepat dari biasanya, seolah ada kupu-kupu yang ingin keluar dari perut, dan wajah merona hanya segelumit yang ia rasakan. Ada sesuatu yang tersembunyi lebih jauh di dalam. Sesuatu yang sebenarnya ia belum ketahui sama sekali atau berusaha ia elak.
^^^^^^
Arial masuk ke dalam ruangannya usai menelepon Rianna. Ia menghempaskan dirinya di atas sofa panjang dan menatap langit-langit ruangan dengan tatapan menerawang.
"Rianna.." guman Arial.
Nama itu semakin sering melintas dalam benaknya tanpa izinnya terlebih dahulu. Ia ingat dua hari lalu ketika ia memegang tangan gadis tersebut di sebuah taman kota. Sebenarnya ia tidak bermaksud apa-apa tapi ketika desiran aneh itu muncul, ia menjadi berpikir kembali.
Mungkinkah ia memiliki perasaan terhadap gadis tersebut? Atau itu hanya karena ia sudah terlalu lama tidak menjamah perempuan sejak hubungannya berakhir dengan Leona.
Apa yang sedang ia rasakan kali ini tidak jauh beda dengan apa yang pernah ia rasakan ketika kali pertama mendekati mantan-mantannya terdahulu termasuk Leona. Memang sama tapi Rianna memiliki ketertarikan tersendiri dari semua perempuan yang pernah menjalin hubungan dengannya. Rianna membuatnya tidak bosan memandangi wajahnya lama-lama. Wajah itu seperti sebuah candu baginya.
Tiba-tiba senyum terkembang di wajahnya ketika melintas ekspresi-ekspresi gadis tersebut. Ekspresi yang jelas ia ketahui sebagai ekspresi orang yang sedang malu. Pipinya merona seketika dan tampak jelas di wajahnya yang putih. Jika boleh jujur, di saat merona itulah ia merasa gadis itu terlihat begitu manisnya.
Tiba-tiba iphonenya berdering. Tertera nama Leona di layar ponsel. Ia terdiam sejenak lalu menerima panggilan tersebut.
Senyum kecil tersungging di bibirnya.
^^^^^^
Akhirnya bisa dapetin ide juga buat nulis. Udah beberapa hari mikirin lanjutannya kayak gimana, kalo urusan bagus gak bagusnya aku serahin sama yang baca deh. Tapi kalo ada saran ato kritikan dan sejenisnya silahkan diungkapin :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart. Me
RomanceAku bukan orang yang spesial, Namun ia membuatku merasa seolah aku orang yang spesial itu. Aku bukan orang yang begitu mengerti sebuah kisah cinta, Namun entah bagaimana dan sejak kapan tepatnya ia membuatku merasa seolah aku mengerti kisah cinta i...