29. Tali Yang Tidak Akan Terputus

18 4 55
                                    

Hai hai hai, pencet bintangnya buat absen💜💜💜

Selamat menyelam👇

-

-

-

-

Pemakaman sedang berlangsung, sebenarnya tubuh Inayah sudah tidak kuat lagi untuk berdiri dengan kokoh, tapi dirinya nekad untuk menyaksikan pertemuan terakhirnya dengan keluarga yang benar benar dia cintai. Ziana paham betul dengan posisi Inayah saat ini, maka dari itu dia terus merangkul bahu rapuh milik Inayah dan menahan tubuhnya agar tidak jatuh. Siapa yang tidak terluka melihat anggota keluarganya disakiti seperti itu? Walaupun dia tidak tinggal bersama kasih sayang keluarga seperti Inayah, tapi hatinya akan tetap hancur jika hal itu menimpa dia dan keluarganya.

Fakhri dan beberapa warganya masih sibuk membenahi liang lahat, meletakkan jasad, lalu menutupinya dengan tanah kembali. Hatinya hancur. Ini adalah proses pemakaman kedua yang membuat hatinya benar benar hancur. Keempat jasad yang dia kuburkan saat ini benar benar menyayat hatinya karena kondisi fisik yang tidak lengkap.

"Ziana," panggil Inayah lesu, Ziana menoleh ke arah Inayah yang sedang bersandar pada bahu rapuh miliknya, "Kenapa?"

"Nanti boleh tolong diem di rumah ku dulu? Sebentar aja," jawab Inayah masih dengan tatapan yang lurus ke arah kuburan.

"Iya, Nay."

*****

Seperti yang sudah dibicarakan sebelumnya, Ziana ikut pulang ke rumah mereka untuk menemani Inayah. Mungkin dengan adanya teman, Inayah bisa sedikit lebih tenang. Fakhri memilih untuk belajar di taman samping rumah setelah mandi sepulang dari kuburan. Rencananya malam nanti dia sendiri yang akan pergi ke hutan itu untuk mengambil barang bukti dan langsung menangkap pelakunya.

Sendirian.

Di dalam kamar, Inayah masih mematung menatap jendela ke arah luar, tatapannya kosong, hawa di ruangan pun terasa dingin dan mencekam. Ziana berusaha mendekati Inayah, tapi sebelum dia mendekat, Inayah telah lebih dulu berbalik badan menatap Ziana.

"Kenapa kamu bisa ada di sana, Na?"

Ziana terkejut, "M-maksudnya?" tanya Ziana sedikit terbata.

"Kenapa kamu bisa ada di rumah aku saat ada kejadian itu?" tanya Inayah, lagi.

Tatapan Inayah seperti sedang mengintimidasi Ziana, keringat dingin membasahi dahinya, "Itu...."

"Jawab."

Ziana menelan ludahnya susah payah,  "Nay, aku...."

"To the point, Ziana Asyaarifa."

Ziana menghela napas berat, tatapannya terlihat resah kala mengingat kejadian itu, "Aku habis dari hutan itu, buat ambil...."

"Nyari mati?" sela Inayah penuh dengan penekanan, tatapannya masih sama, tidak berubah.

"Gak! Nay... Aku gak bisa kalau kamu ada di ambang kematian gini. Apa kamu curiga sama aku karena di hutan aku ketemu ustadz Fakhri?"

Alis kanan Inayah menaik, "Aku gak bilang begitu."

"Tapi ya... Mungkin aja? Kalian selalu berkontak selama dua bulan terakhir,"

FAKHRI ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang