15. Hak mu

17 4 0
                                    

"Kamu gak apa apa, Neng?"

"Gak kenapa-napa kok ustadzah, hehe" jawab Inayah enteng sembari membersihkan gamisnya itu

"Alhamdulillah ada santri yang tolongin saya tadi, kalau enggak, saya pasti bakal masuk ke got." kekehnya sembari terus membersihkan gamis

"Setelah kenal kamu, Neng. Saya jadi faham kenapa beliau nerima perjodohan ini" gumam ustadzah Halimah

"Iya, ustadzah?" Inayah melirik ustadzah Halimah dengan sedikit menengadahkan kepalanya

"Ah, tidak apa-apa, Neng."

Inayah mengangguk faham.

"Dulu, katanya a Fakhri pernah di jodohin sama Neng Kania?"

Ustz Halimah termenung, mencoba menahan kesedihan yang cukup mendalam, "Iya, saya sempat sedih karena ust. Fakhri menolak Kania. Tapi setelah melihatmu, sepertinya memang keputusan beliau benar"

"Kenapa ustadzah? Sejauh ini, Inay gak liat kekurangan sedikitpun sama Neng Kania"

"Memang bukan jodoh saja, Neng"

"Assalamu'alaikum" suara itu datang dari luar kamar ustadzah, "Wa'alaikumussalam, Kania? Masuk Neng"

Kania masuk dengan membawa beberapa buku catatan yang entah untuk apa, Inayah sempat berfikir kalau Kania akan setoran pada ustz Halimah, atau ingin mengumpulkan tugas.

"Buku apa ini, Neng?" tanya ustadzah membuat Inayah ikut bingung "Hah? Ustadzah aja nanya, terus itu buku apaan?"

"Buku untuk Neng Inayah, barangkali butuh, ustadzah"

"Ini Neng, ada buku fiqih, ada buku tauhid, aqidah akhlak, dulu ana waktu awal mondok selalu pegang buku ini untuk jaga jaga, sekarang ana rasa Neng Inayah tertarik untuk mempelajarinya"

Nada Kania cukup tidak ramah bagi Inayah, seperti sedang menghina dirinya dj hadapan ustadzah. "Nggak perlu begituan dia, biar saja ust. Fakhri yang ajarkan" sela ustadzah sebelum Kania kembali mempromosikan bukunya.

"Kalau gitu, baik." jawab Kania sedikit kesal.

"Mari, neng. Kita pulang."

"Tadi Umma Hannah sudah panggil"

"Oke. Ustadzah, Inay pamit dulu ya"

"Hati-hati, Neng"

"Siap, assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumussalam"

"Neng tau ilmu dasar tauhid?" awal pembicaraan yang dirasa sudah tidak aman jika Inayah respon dengan jawaban benar.

"Ya, bagaimana ya Neng. Saya rasa untuk teori maupun praktek masih kurang hikmat. Tapi saya masih mempelajarinya kok"

"Perasaan Neng pas dijodohkan dengan kang Fakhri, gimana?"

Inayah mulai bingung, apa maksud perkataannya itu?

"Kenapa, Teh? Ada masalah?"

"Nggak apa apa, Neng. Saya cuma penasaran, karena kata Ummah Hannah Neng Inay sempat menolak perjodohan itu"

Inayah mengangguk - angguk faham, sepertinya dia mengerti kenapa abi Fakhri menyuruh mereka tinggal di rumah yang terpisah dengan om Rahman.

"Ceritanya panjang, Teh. Lagipula alasan saya cukup logis kok" ucapnya dengan mengedipkan sebelah matanya sembari mengacungkan jempol.

"Apa Neng tidak takut di poligami?"

"Hah?" pertanyaan itu membuat Inayah melongo, matanya membulat ke arah Kania.

FAKHRI ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang