leukimia

11 1 0
                                    


"Makan yang banyak ya, cantik."

Mami Herin datang beberapa hari kemudian karena beliau sempat ada pekerjaan diluar kota. Sembari membawa banyak sekali makanan yang bergizi untuk Dyra.

Riki mengupaskan mangga, pir dan juga melon untuk Dyra. Ia tersenyum menatap interaksi sang mami bersama Dyra.

"Makanannya enak banget, udah pasti aku habisin, mi."

Memang, badannya terasa sangat tidak enak, ditambah makanan rumah sakit yang menurut Dyra sangat hambar itu membuat Dyra lahap memakan makanan dari mami Herin. Beliau sempat memasak sendiri semua makanan itu, hanya untuk Dyra.

"Kemarin-kemarin aja sampe harus Riki sogok dulu pake puding, mi." Cetus Riki, ia mengadu.

"Oh ya? Aduh, maaf ya mami telat datangnya."

Dyra terkekeh, "gapapa mami, kemarin-kemarin aku sempet makan yang dibuat bang Jayen kok."

"Nih." Riki menyodorkan satu piring berisi buah-buahan yang sudah ia kupas dan dipotong kecil-kecil.

"Tuh makan dulu buahnya, mami beresin dulu ini ya."

"Makasih mi." Mami Herin mengelapkan tissue pada sudut bibir Dyra, kemudian melenggang pergi untuk mencuci beberapa wadah yang dibawanya.

"Giliran aku suapin." Riki menyodorkan melon dan diterima dengan baik oleh Dyra.

Disaat-saat seperti ini diam-diam Riki bersyukur, Dyra tidak susah dibujuk untuk makan seperti pasien-pasien lainnya. Kecuali jika Dyra merasa badannya lemas, ia akan menolak mentah-mentah jika disodorkan makanan.

"Aku kapan sih sekolah?" Tanya Dyra.

"Hm? Mau sekolah? Home schooling aja gimana?"

Dyra menggeleng. "Tanggung tau."

"Iya juga sih. Tapi yakin, masih kuat?"

Riki dan Dyra sudah mengetahui jika Dyra mengidap penyakit leukimia stadium 2, dokter pun menganjurkan Dyra untuk pengobatan kemoterapi beserta dengan terapi-terapi lainnya.

Tentu saja ayahnya, abangnya, dan juga Riki sangat setuju. Demi kesehatan Dyra, apapun akan mereka lakukan.

"Kuat kok, nih!" Dyra menunjukkan tangannya, membentuk 💪🏻

Riki tertawa kecil, "iya deh iya. Daring aja gimana? Kalau ada ujian, baru deh kamu ke sekolah."

"Yah...kok gitu sih." Keluh Dyra.

"Nanti kamu kecapekan sayang, belum lagi kegiatan-kegiatan lainnya yang nguras energi sama tenaga kamu." Nasihat Riki.

Jika begini, Riki harus lebih tegas bila Dyra memaksa. Ia hanya tidak ingin keadaan Dyra memburuk.

"Ya? Mau ya?"

"Yaudah deh, tapi..."

"Tapi?"

Dyra memeluk tangan Riki, "kamu harus belajar bareng aku nantinya."

"Siap!"

Tetapi sedetik kemudian Dyra menatap Riki murung. "Nggak jadi deh, nanti kamu ketinggalan kegiatan-kegiatan seru di sekolah."

Riki mengerutkan keningnya, sedikit tidak suka atas pernyataan Dyra tadi. "Kan sama kamu doang udah seru, sayang."

"Beda tauu."

"Gak mau, pokoknya aku juga ikut daring sama kamu."

Dyra menatap mami Herin meminta pertolongan, "mii, Riki-nya nih."

"Mami nggak masalah kok Riki ikut kamu belajar di rumah, asal belajar yang bener."

Raut wajah kemenangan Riki terlihat jelas, "tuh kata mami juga apa."

Jika sudah begini maka Dyra tidak bisa berbuat apa-apa selain menghela nafas pasrah.

"Hm, oke.."

Riki as My BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang