Masalah Berikutnya

295 44 3
                                    

Aku masih berada di dapur ketika dua santri perempuan menghampiriku. Setelah melaksanakan jemaah sholat Subuh, aku meminta tolong dan memberi arahan perkara menu sarapan kepada para khadimah. Karena sepertinya, aku tak akan sempat memasak pagi ini.

Kedua gadis yang menghampiriku itu tampak ragu-ragu. Keduanya berdiri kikuk dan saling senggol satu sama lain.

"Ada apa?" Aku yang duduk di bale-bale bersebelahan dengan Mbak Rifah, seketika menoleh melihat kedatangan mereka.

"A-anu ... Anu, Mbak Ayu," salah satu dari mereka menjawab terbata. Lantas, yang lain kembali menyikutnya.

"Ngomong yang jelas! Ada apa?"

"I-itu. Anu. Ayna ..."

"Iya, Ayna kenapa?"

"Anu ... Ayna, hilang."

"Innalillah. Maksud kamu apa? Hilang bagaimana?" Aku membelalak tak percaya menatap keduanya.

"Itu, sejak tadi tidak ada di kamar. Dicari ke mana-mana juga tidak ada. Teman-teman sadarnya pas mau Jemaah Dhuha. Soalnya, dia biasanya yang paling susah buat jemaah."

"Iya, iya. Terima kasih infonya. Kalian coba cari dulu, siapa tahu dia sembunyi dan tidur di suatu tempat. Saya mau ke Non Ali dulu, ya?" Aku membenahi hijab instan kaosku, seketika beranjak dan melangkah gegas keluar dapur. Menuju halaman depan melalui pintu pesantren putri.

Seperti biasa, kucari suamiku di kebun. Karena biasanya pada jam ini, dia masih berjalan-jalan di kebun untuk melaksanakan riyadhah rutin pagi hari.

Dan benar saja, ketika melihatku, Gus Ali menghentikan langkah. Menatapku dengan mengernyit. "Ada apa, Neng? Ada masalah lagi sama Khoiriyah?"

"Bukan, Gus. Ini masalah lain lagi." Kini aku telah berdiri di depannya. Tanganku memilin-milin pinggiran baju kurungku.

"Masalah apa lagi?"

Aku berjinjit, lantas mendekatkan wajah ke telinga suamiku dan berbisik, "Anu, Ayna hilang. Kemungkinan kabur."

"Innalillah ...." Seketika suamiku menegakkan badan dan menatapku dengan membulatkan mata. Lantas melangkah cepat ke arah rumah.

Dan pagi ini benar-benar menjadi pagi yang penuh kejutan. Kami pasti akan sibuk sekali. Tak hanya sibuk menenangkan Khoiriyah, tapi juga akan sibuk mencari Ayna. Semoga saja gadis kecil itu bisa segera kami temukan dalam keadaan baik-baik saja.

***
Aku mengekori suamiku yang berjalan menuju rumah. Sejenak, dia menghentikan langkah, berbicara kepada seorang santri yang kebetulan ditemuinya. Dan seketika dijawab dengan anggukan. Lantas, kembali meneruskan langkah. Setelah sebelumnya memakai sandal yang berada di depan mushola.

Dari kecepatan langkah dan mimik wajahnya tadi, bisa kupastikan, Gus Ali benar-benar panik. Dua kejadian tak main-main terjadi dalam satu waktu yang benar-benar bersamaan.

Alih-alih masuk rumah melalui teras, suamiku malah meneruskan langkah ke pintu samping, pintu masuk asrama pesantren putri. Dia berhenti sebentar, ketika berada di depan pintu ruang tamu khusus tamu wanita, menoleh padaku.

Sementara aku juga menghentikan langkah, sedikit mendongak menghadap padanya.

"Panggilkan anak paling senior yang sekamar sama Ayna, Neng! Kutunggu di tempat tamu wanita. Lalu, si Khoiriyah itu, suruh kembali ke kamarnya, bawakan kasur lipat. Dan suruh ke teman sekamarnya menemani! Jangan sekali-kali ditinggal! Kita bawa ke puskesmas jam delapan nanti."

"Baik, Gus."

Aku segera meneruskan langkah masuk asrama santri perempuan. Dan suamiku berbelok untuk masuk ke ruang tamu samping.

(Complete) Jurnal PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang