Empat Puluh Lima

789 117 5
                                    

Malam berganti pagi, matahari telah terbit dari timur, burung-burung berkicau menyambut pagi dengan seuka cita. Namun, berbeda dengan gadis yang masih bergelud dengan selimutnya. Ia masih nyaman memejamkan matanya apa lagi berada di pelukan hangat sang abang yang membuatnya malas untuk bangun.

Biyan yang terlebih dahulu bangun itu, mengucek matanya untuk menyempurnakan penglihatannya yang sedikit buram. Sudut bibirnya tersunggung saat melihat Cia tidur di dalam pelukannya. Tangan kekarnya terulur untuk menyentuh pipi cabi sang adek dengan halus ia berusaha membangunkan Cia.

"Sayang, bangun! Udah siang, nanti telat loh ke sekolahnya," ujar Biyan terus mengelus pipi Cia berharap sang adek bangun.

Cia yang merasa ada yang mengelus pipinya hanya mengeliat tak nyaman dan menggelamkan wajahnya di dada bidang Biyan yang tak memakai baju itu.

Biyan yang melihat tinggah menggemaskan Cia hanya tersenyum dan memeluk Cia. Satu kecupan mendarat di puncak kepala Cia.

"Ayo bangun, udah siang!" Ujar Biyan melonggarkan pelukannya dan mengelus kepala Cia yang membuat gadis itu nyaman di buatnya.

"Hmm.... nanti, 5 menit lagi," gumam Cia masih memejamkan matanya.

"Bangun atau Abang bangunin, hm?" Ucap Biyan berbisik di telinga Cia dengan suara seraknya.

"Hm... abang gak asik ih, Cia masih ngantuk," serunya, mengucek matanya agar bisa melihat dengan jelas.

"Wake up, Baby,"

Cia yang mendengar suara serak abangnya itu mendongak untuk melihat wajah tampan sang Abang. Biyan menaikan sebelah alisnya membuat pesona pria jangkung itu semangkin ketara. Bahkan Reta yang ada di dalam raga Cia menjerit tak sanggup melihat pesona sang abang.

"Arghhh ganteng banget sih bang Biyan," teriak Reta yang ada di dalam raga Cia.

Cia yang mendengar teriakan Reta itu mencebikan bibirnya dan merubah posisi tidurnya menjadi duduk. Biyan pun ikut mendudukan dirinya di samping Cia, mendekatkan wajahnya dengan telinga sang adek. Berniat menggoda.

"Mau abang mandiin gak?" Bisik Biyan dengan senyuman di sudut bibirnya.

Seketika Cia langsung menoleh kearah Biyan. Wajah mereka begitu sangat dekat bahkan Cia dapat merasakan hembusan napas pria itu. Dengan keselnya ia langsung meraup wajah sang abang, kesel.

"Abang, ih," geram Cia mencebikan bibirnya kesel. Biyan yang melihat wajah menggemaskan Cia hanya tertawa. Tangan kananya terangkat untuk mencubit pipi cabi Cia.

"Ih gemes banget sih," ucap pria itu membuat Cia semangkin cemberut.

"Hahaha, udah sana mandi, nanti abang anter kesekolahnya," perintah Biyan yang sudah kembali normal.

"Gak! Cia pengen naik sepeda aja," tolaknya mentah-mentah.

"Cia!!!" Tekan Biyan.

"Abang!" Balas Cia menirukan nada suara Biyan.

Biyan yang mendengarnya hanya terkekeh kecil. "Ya udah sana mandi!"

"Ya udah keluar!" Usir Cia sedikit mendorong dada bidang Biyan.

Biyan beranjak dari kasur, sebelum ia jeluar terlebih dahulu ia mengecupi pipi cabi Cia. Cia yang merasa risih terus di cium oleh Abangnya terus memberontak sampai Biyan melepaskannya dan keluar dari kamar Cia.

"Punya abang ngeselin banget sih," cibir Cia menatap pintu kamarnya yang sudah tertutup rapat.

20 menit berlalu. Cia sudah siap dengan seragam sekolahnya. rambut di kepang dan kaca mata bulat yang membingkai matanya, terlihat lucu di mata keluarganya. Namun, berbeda di mata teman satu sekolahannya.

Gadis Aneh [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang