Pukul empat sore kami sudah sampai di rumah lagi. Lebih cepat dari dugaan awalku yang berpikir akan menghabiskan malam di jalan Malioboro yang terkenal itu. Entah apa yang akan ayah bicarakan dengan kami. Mudah-mudahan ini bukan berkaitan dengan lamaran Fandi yang kemarin ayah bicarakan. Jujur saja aku sendiri jadi merasa khawatir meskipun aku yakin seyakin-yakinnya bahwa Cinta pasti akan lebih memilihku di banding pria teman kecilnya yang bahkan sudah tidak dikenalinya lagi. Selain itu restu ibu juga sudah kudapatkan. Tinggal restu ayah saja yang sebenarnya aku merasa ayah sudah 70% menyetujui hubunganku dengan Cinta hanya saja terhalang oleh janji beliau pada Fandi.
Ayah mengumpulkan kami semua di ruang tamu.
" Ayah ada apa toh sebenarnya sampai menyuruh kita semua pulang padahal kita seru-seruannya aja belum mulai?" Ibu membuka pembicaraan dengan bertanya maksud dari ayah mengumpulkan kami semua.
" Ayah mau buat pengakuan." Ucap ayah datar yang membuat kita semua saling bertukar pandangan.
Ibu terlihat gelisah mendengar kata "pengakuan" dari suaminya itu. Kulihat Cinta juga memandangi ayah dengan tatapan bingung. Aku yang sudah merasa bahwa ayah akan mengatakan sesuatu tentang lamaran Fandi juga ikut-ikutan gelisah.
" Maaf yah, apa ini ada hubungannya dengan pembicaraan kita kemarin?" Aku langsung bertanya pada ayah tentang yang kurasakan sejak tadi.
Cinta dan ibu menoleh padaku serentak.
" Pembicaraan apa Aidan? Kemarin aku tanya kamu katanya ayah engga ada ngomong apa-apa yang aneh. Tapi..."
Cinta langsung mencecarku dengan pertanyaan. Aku sudah menduga hal itu sebelum kuberanikan diri bertanya pada ayah barusan.
" Maaf Cinta tapi lebih baik ayah aja yang menjelaskan semuanya. Karena sejujurnya ini juga nyakitin hati aku." Jawabku.
" Iki sakjane piye toh yah? ( ini sebenarnya gimana sih? ) Ada apa sebenarnya?" Tanya ibu yang sudah sangat bingung dengan pembicaraan kami.
" Begini... Sebenarnya ayah cuma mau jujur sama kalian semua." Ucap ayah yang membuat kami bertiga langsung fokus pada apa yang akan ayah katakan.
" Kemarin ayah ajak Aidan keluar dan membicarakan hal ini. Ada yang ayah tutupi dari ibu dan juga Cinta sebenarnya." Sambung ayah.
" Apa yang ayah tutupi dari ibu?" Ibu memotong cepat pembicaraan ayah.
" Tolong ibu tenang dulu. Biar ayah cerita dulu ya?" Ucap ayah yang langsung di turuti ibu dengan diam memperhatikan apa yang akan ayah ceritakan.
" Sebelumnya ayah minta maaf karena merencanakan kebohongan ini."
Ayah menjeda kalimatnya.
" Sejujurnya tiga bulan yang lalu sejak nak Fandi mulai sering datang ke sini, anak itu mengungkapkan keinginannya untuk menikahi Cinta. Nak Fandi sudah melamar Cinta pada ayah."
Meski sudah tahu apa yang akan ayah ceritakan tapi ternyata mendengarnya sekali lagi masih membuat hatiku dongkol.
Ibu dan Cinta kulihat terkejut dengan pernyataan ayah barusan.
" APA? LAMARAN?" Ibu meninggikan suara saking terkejutnya dengan kata lamaran.
" Lamaran apa toh yah? Kenapa ayah ndak pernah cerita sama ibu?" Sambung ibu terlihat agak kesal.
" Ayah juga engga cerita apa-apa sama Cinta. Ini lamaran apa maksudnya yah?" Cinta juga ikut bicara.
" Ya lamaran, Nak Fandi melamar kamu untuk jadi istrinya." Ucap ayah santai.
" Ibu? Cinta? Tolong tenang dulu." Ucapku meminta ibu dan Cinta untuk tenang dan mendengarkan penjelasan ayah dulu tapi sepertinya Cinta salah paham. Dia menoleh sengit padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN CINTA IMPIAN
Teen FictionCerita ini adalah cerita Aidan Kim ( dari cerita Menikah Dengan Idola ) yang bertemu dengan seorang perempuan warga negara Indonesia yang bekerja di perusahaan appa nya di Korea. Cinta Maharani seorang staff humas STAR FOOD, sebuah perusahaan yang...