Lila baru saja selesai membereskan barang-barang untuk di bawa ke Yaman. Besok dia harus kembali ke Yaman guna menyelesaikan pendidikan nya. Rasanya begitu berat untuk pergi, tapi mau bagaimana lagi Lila harus pergi cepat atau lambat.
"Sudah selesai berkemas dek? " Tanya Nauval tiba di kamar sang adik. Lalu duduk di pinggir ranjang.
"Alhamdulillah udah Bang, paling cuma hal kecil kaya sabun, shampo sebagai nya yang belum dikemas. " Jelas Lila.
"Ouh iyaa.. Tadi Gus Khafi ngabarin Abang kalau besok Rehan ingin mengantar kamu ke Bandara. " Ucap Nauval mampu membuat Lila menghentikan kegiatannya sesaat.
"Abang Gus juga ikut? " Tanya Lila kembali mengerjakan kegiatan nya.
"Kalau Rehan ikut, mana mungkin Gus Khafi tidak ikut. " Jelas Nauval
"Hmm baiklah. Ada lagi? " Tanya Lila.
"Mama bilang setelah selesai beberes. Segera turun, makan siang. " Ucap Nauval menyampaikan pesan sang Mama ketika dirinya ada di ruang makan tadi.
"Sebentar lagi, Lila ke sana. "
"Yaudaa Abang ke bawah dulu. "
"Iyaa. "
Begitu Nauval keluar dari kamar, Lila malah berhenti dari aktivitasnya. Diraih nya benda pipih di samping nakas tempat tidur. Lila ingin menelfon Khafi memintanya untuk tidak ikut, tapi bingung harus memulai nya seperti apa. Bukan nya tidak ingin, hanya saja Lila takut semakin merindukan pria itu ketika mereka harus berpisah. Lila tidak ingin jika perasaan ini malah semakin membuatnya berat untuk pergi.
Lila akui jika keberadaan pria itu sangat berpengaruh dalam dirinya, tapi Lila harus sadar jika mereka belum halal seperti dulu. Perasaan ini seharusnya haram walau status mereka sudah bertunangan.
Lila memejamkan mata, menghembuskan napas pelan. Mencoba untuk berfikir tenang. Dilihatnya layar ponsel nya lalu segera menekan nomor yang di tuju.
"Hallo.. Assalamualaikum. " Ucap Lila begitu panggilan terhubung.
"Waalaikumsalam. Ada apa Lila? " Tanya Khafi dari sebrang.
"Maaf Gus. Jadi gini, tadi Bang Nau beri tau Lila, jika besok Rehan ingin ikut mengantar Lila. Eemm.. Kalau boleh tau apa Gus juga ikut bersama kami? " Tanya Lila berusaha semaksimal mungkin agar nada bicara tidak terlihat menyinggung perasaan Khafi.
"Kamu tidak usah khawatir, Lila. Kebetulan besok saya ada acara di luar kota. " Ucap Khafi.
"Ahh bukan seperti itu Gus.. Maksud saya--. "
"Sudah tidak apa. Saya mengerti. "
"Eemm.. Yasudah Gus, Terima kasih. Saya pamit, Assalamualaikum. "
"Waalaikumsalam. "
Lila menutup panggilan tadi dengan penasaran campur aduk. Padahal tadi dia sendiri yang berinisiatif untuk menelfon lebih dulu, tapi begitu mendengar jawaban Khafi. Mengapa Lila merasa kecewa?
"Haduh Lila kenapa kamu malah jadi bimbang gini sih. " Gumam Lila mulai merutuki dirinya.
*****
Keesokan paginya Lila sudah siap berangkat. Menurut jadwal keberangkatan pesawatnya masih 3 jam lagi, dan saat ini Lila harus menunggu Rehan yang katanya akan tiba di rumah sebentar lagi.Suara ketukan pintu seakan menyadarkan Lila. Buru-buru Lila berjalan membukakan pintu.
"Udah selesai sayang? Rehan juga sudah di bawah. " Ucap sang Mama begitu pintu terbuka.
"Sudah Maa. Sebentar Lila mau ambil koper dulu. " Ucap Lila kembali masuk membawa dua koper besar dan satu koper berukuran lebih kecil.
Lila menuruni anak tangga, suara riuh orang-orang begitu menggema di ruang tamu. Ia yakin pasti itu Rehan dan juga orang tua Khafi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bahtera Cinta Gus Khafi
Teen FictionAnnasya Rafania Lila adalah gadis yang selalu dikelilingi kemewahan yang ada. Namun siapa sangka diumurnya akan menginjak 18 tahun ia harus dipaksa menikah dengan seorang Gus yang umur nya sangat terpaut jauh dari nya. Tentu Lila sangat tak terima d...