Bagian 27

1.8K 77 18
                                    


Hampir setengah jam mereka mencuci baju bersama tapi sampai sekarang pekerjaan itu masih belum selesai.

Dengan malas Lila terus mengucek-mengucek pakaian mereka. Menyesal kenapa tadi dia memberi begitu banyak deterjen dan akhirnya malah ia sendiri yang kuwalahan membilas.

Tanpa rasa curiga, Lila membilas semua pakaian. Hingga tanpa sadar dia merentangkan CD yang ia fikir berbentuk aneh dari biasanya. Karena masih ada begitu banyak busa, Lila kembali memerhatikan dengan seksama.

"Kalo dari ukuran nya ko nambah besar? Apa setelah kelamaan di cuci jadi melar? " Tanya Lila pelan sambil membalik-balikan CD tersebut. Khafi yang belum ngeh, hanya bersikap biasanya saja.

"Ko warna nya coklat?! " Gumam Lila sedikit berteriak. Seketika Khafi membulatkan mata dengan cepat meraih barang itu.

"Ini milik saya. " Kata itu mampu membuat Lila terpaku. Keduanya terlihat langsung memerah satu sama lain, sudah dua kali ada kejadian memalukan. Benar Khafi karena memisah kan pakaian mereka berdua. Sungguh saat ini Lila tengah merutuki kebodohan yang baru saja di perbuat nya.

"Udah.. Lila udah tau. Mulai besok baju dan celana Abang biar Lila cuci, dan untuk benda tadi Abang cuci sendiri. " Ucap Lila terdengar begitu kikuk.

"Baiklah. "

Pukul 10 pagi akhirnya pekerjaan mereka selesai semua, walau malu sudah dirasa kedua nya. Tapi mereka tetap mejemur pakaian dihalaman dan untuk pakaian keramat mereka, mereka jemur di balkon kamar karena tidak ada tempat yang pas menurut nya.

Sungguh kejadian ini tidak akan pernah Lila lupakan dalam hidup nya. Baru kali ini Lila sangat malu karena ulah nya sendiri.

*******
Hari sudah berganti, walau kedua nya masih sedikit canggung karena kejadian kemarin, tapi Lila masih ikut pelajaran Khafi yang ternyata dimulai jam 8 pagi ini. Ia tidak ingin terlihat menghindar hanya karena kejadian sekecil itu.

"Udah apal belum Lil? " Tanya Astrid ketika Lila baru tiba di kelas.

"Apaan? "

"Lah gimana si lu? Kan kemaren kita ada tugas suruh ngapalin pengertian ilmu dan fiqih serta keutaman nya. " Jelas Astrid sembari menujuk bab yang dimaksud.

"Hah? Seriusan lo? Ko gue lupa anjir. " Pekik Lila pelan. Ia sangat kesal saat ini kenapa Khafi tidak memberitahu dirinya jika hari ini ada hafalan, setidaknya kalau Lila tidak bertanya dia bisa inisiatif memberitahu.

"Hayoo loo.. Lu tau kan seberapa killer nya laki lu. " Ucap Astrid malah menakut-nakuti Lila.

"Yaa salah dia ngapa ngga ngasi tau gue, kan gue ga tau. " Sargah Lila berusaha membela diri.

"Dihh.. Udah tau lu salah, malah nyalahin gurunya. "

"Terus nasib gue gimana? " Tanya Lila merengek ke Astrid.

"Lah ngapa nangis ke gue? Lu nangis juga ngga bakal rubah apa-apa. Udah mending lu keluarin kitab fiqih lu, terus buruan lu apalin sebelum Gus Khafi masuk kelas. "

Cepat-cepat Lila mengeluarkan buku fiqih milik nya lalu segera membuka halaman yang di maksud, tapi sepertinya Tuhan tidak berpihak padanya. Begitu Lila membuka buku, Khafi sudah masuk ke dalam kelas lebih dulu.

"Mampus gue. " Gumam Lila pelan menatap Khafi sambil menelan saliva nya susah payah.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh. " Sapa Khafi langsung duduk di kursi depan.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh Gus. " Jawab semua penghuni kelas dengan semangat tapi tidak dengan Lila.

"Baik saya akan langsung mengecek tugas yang telah saya berikan. Dan silahkan maju satu persatu. " Titah Khafi datar. Matanya sama sekali tidak melirik ke siswa ataupun Lila, hanya terfokus pada buku absen.

Bahtera Cinta Gus KhafiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang