Bagian 17 (revisi)

3.6K 308 6
                                    


Aldric memandangi pahatan tuhan di wajah putra nya dengan seksama, 17 tahun di lewati anak nya tanpa merasakan kasih sayang nya sama sekali. Begitu banyak perkembangan putra nya yang telah terlewat olehnya

Bersalah? Tentu saja

Setiap orang tua pasti ingin menjadi bagian dari tumbuh kembang anak nya, menyaksikan bagaimana sang anak perlahan lahan mulai tumbuh dewasa.

Di ruang keluarga itu hanya ada Valda dan Aldric, Samuel dan Xavier sudah pergi ke kantor setelah sarapan tadi. Sedangkan Aldric memilih untuk tetap di rumah dan menghabiskan waktu untuk pertama kali nya bersama anak bungsu nya.

Valda yang duduk di hadapannya hanya diam sambil menunduk kaku seakan akan bahkan suara nafas nya saja akan terdengar begitu keras

"Valda sedang menginginkan sesuatu nak? Bilang saja, ayah akan mengabulkan semua keinginan Valda. Bagaimana kalau kita ke mall? Atau ke taman? Atau bahkan keluar negeri hmm?"

Dengan gelengan kaku Valda menjawab

"Tidak ada yah, Valda tidak punya keinginan tertentu"

Valda bukanlah anak yang gila harta, ia sudah terbiasa hidup sederhana. Berbagai keinginan pun akan selalu di tahannya sendiri selama ini, Valda tidak ingin menyusahkan orang lain, baginya bila keinginannya tidak penting maka tidak perlu ia sampaikan.

"Valda sekarang sudah 17 tahun kan, Valda sudah kelas berapa?" tanya Aldric

"Valda gak sekolah yah"

Mendengar jawaban dari sang anak membuat mulut Aldric seakan kaku untuk berbicara, rasanya dia sangat tidak berguna sebagai orang tua, bagaimana bisa ternyata selama ini anaknya tidak lagi bersekolah

"Kalau ayah boleh tau, kenapa Valda tidak sekolah nak?"

"Emm... Semenjak ibu meninggal, Valda tinggal di panti asuhan, ibu Saras pernah nanya Valda mau lanjut sekolah atau enggak, tapi Valda gak mau nyusahin bu saras yang udah rawat Valda jadi Valda gak mau sekolah. Terus pas tinggal sama nenek Hanum pun Valda gak mau lanjut sekolah, nenek sama kakek sudah tua, mereka pasti butuh bantuan Valda. Kalau Valda sekolah yang ada nanti Valda malah nyusahin mereka. Lagian buat orang kayak kami pun pendidikan gak sepenting itu yah, seenggaknya uang lebih penting buat nerusin hidup besoknya"

Sekali lagi air mata itu kembali menetes di pipi Aldric, sebegitu berat kah hidup anaknya selama ini. Bahkan untuk sekolah pun harus berfikir berkali kali, rasa takut memberatkan hidup orang lain, ditambah susahnya lingkungan nya yang menyibukkan nya untuk berpikir agar bertahan hidup di esok hari.

Putranya tak lagi merasakan rasanya mengenyam pendidikan seperti anak anak seusia nya.

Di bawa nya tubuh rapuh putranya kedalam dekapan nya, seakan akan itu bisa menyalurkan kekuatan pada diri sang anak.

"Kalau Valda sekolah lagi mau kan? Dengan bimbingan les private beberapa bulan Valda pasti bisa kok mengejar jenjang sekolah seperti anak anak seumuran Valda. Valda tidak perlu merasa menyusahkan ayah, kamu itu tanggung jawab ayah, hal itu tidak akan memberatkan ayah. Ayah yakin di hati kecil Valda pasti sangat ingin sekali kan bersekolah. Valda itu anak ayah, ayah yakin pasti kepintaran ayah akan menurun padamu" Dengan semangat Aldric mengelus kepala Valda.

Berfikir persekian detik hingga akhirnya kepala Valda mengangguk pelan

"Makasih yah, makasih banyak"

"Tentu son, mulai sekarang ayah adalah tameng dan sandaran mu, ceritakan saja semua keluh kesah mu kepada ayah, jika kau menginginkan sesuatu tak perlu sungkan untuk bicara, jangan pernah menahan keinginan mu, apapun akan ayah usahakan untukmu bahkan bila itu harus menjual seluruh dunia dan seisi nya nak"

.

"Luis"

"Ya tuan"

"Segera siapkan keperluan pendidikan anakku, carikan guru les privat terbaik, atur waktunya dan jangan sampai putra saya terlalu sibuk oleh nya "

"Baik tuan"

Aldric keluar dari ruang kerjanya dan berlalu menghampiri Valda yang kini tengah berada di taman belakang rumah

Dari kejauhan sudah terlihat Valda yang kini tengah berjongkok didepan sebuah bunga

"Daisy merah memiliki makna perasaan cinta dan kagum yang tersembunyi , ketulusan dan sebuah kesederhanaan"

Valda mendongakkan kepala saat mendengar suara yang sangat di kenal nya, dan benar saja ternyata Aldric kini telah berdiri tepat di samping nya.

Penjelasan barusan yang di sampaikan Aldric mengingatkannya pada sang ibu

"Bunga Daisy merah itu bunga kesukaan ibu, dulu di samping rumah ibu suka sekali menanam bunga Daisy merah" ungkap Valda.

"Ya.. Amanda sangat menyukai bunga itu, ia pernah memberikan bunga itu pada ayah dengan sebuah pot kecil yang sangat cantik, tapi sayang nya sekarang bunga itu telah mati."

"Apa ayah juga menyukai bunga ini?"

Pertanyaan Valda membuat Aldric mengguratkan senyuman nya lebih lebar.

"Sebenarnya ayah tidak begitu menyukai bunga, namun Daisy merah ini selalu mengingatkan ayah pada ibumu. Kecantikannya dan kesederhanaan nya, semua yang ada pada diri ibumu membuat ayah selalu jauh cinta berkali kali padanya"

Ngomong ngomong soal ibunya membuat Valda merindukan sosok wanita yang paling ia sayangi itu.

Dulu setiap pagi Valda pasti akan selalu menemukan ibunya di samping rumah tengah memandangi bunga Daisy merah dengan senyum hangatnya. Dulu pernah Valda tak sengaja menginjak bunga itu, namun ibu nya tak pernah marah, bahkan dengan sabar ibunya kembali merawat tanaman itu .

Bila ada beberapa tangkai bunga yang mati maka ibunya Pasti akan selalu berkata "Bunga ini sudah mati, tapi pada akhirnya akan kembali menumbuhkan tunas baru sebagai penggantinya. Jejak nya akan terus ada, hingga suatu saat akan memunculkan lagi kelopak bunga yang menyampaikan banyak makna"

Valda merindukan ibunya

"Apa ayah mencintai ibu?"

VALDA ADIWANGSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang