Bagian 44

906 74 3
                                    

Fany memimpin jalan memasuki rumah  yang sangat asing bagi Valda itu, kemudian seorang maid datang menghampiri mereka dan menuntun mereka ke sebuah ruangan yang sangat besar dengan sofa berwarna hitam di tengah,ada sebuah perapian yang tidak menyala, ruangan itu juga di penuhi dengan berbagai pajangan seperti guci, lukisan lukisan, serta banyak buku yang terlihat tua yang menambah kesan klasik pada  ruangan itu

Mata Valda tertuju pada sebuah figura yang sangat besar di dinding dengan bingkai berwarna emas dan terlihat potret seorang wanita yang tersenyum tipis tengah duduk dengan elegan bak bangsawan dengan dress polos berwarna perak dan seorang pria paruh baya berdiri di belakang yang juga tersenyum kearah kamera

Maid mempersilahkan mereka duduk dan berlalu meninggalkan ruangan menyisakan Valda dan Fany di ruangan yang sangat luas itu

Lalu tak lama pintu yang tadi sudah tertutup kembali terbuka dan masuklah seorang pria paruh baya dengan pakaian tuksedo berwarna coklat tua yang membalut tubuhnya

Itu pria yang sama dengan pria yang Valda lihat di Figura besar tadi

Hanya saja yang di depannya ini kini mengenakan kacamata dengan frame tipis dan rambut halus jejak janggut yang baru di cukur pada dagu dan tulang rahangnya, pria itu memiliki alis yang tebal dengan tatapan yang tajam

Valda dan Fany berdiri dari posisi duduk mereka dan kembali duduk saat pria itu telah duduk di kursi tunggal dan mempersilahkan mereka untuk duduk kembali

Beberapa maid memasuki ruangan dan menyuguhkan secangkir teh serta beberapa kudapan manis

Suasana terasa sangat dingin karna belum ada yang membuka suara

Valda pun semakin berkecamuk dengan pikirannya, bukankah ia tadi mengharapkan maaf dari fany?, Lalu kenapa malah sekarang perempuan itu membawanya pada pria paruh baya yang sama sekali tidak di kenalnya dan 100% tidak ada hubungannya dengan masalah mereka

Pria paruh baya itu diam dam menatap Valda lekat lekat, sebuah senyum remeh tersungging di bibirnya, pria itu mulai terkekeh pelan

"Maaf tuan, semua sudah sesuai yang kita sepakati, saya harap anda bisa menepati janji anda" fany yang pertama kali buka suara

Pria itu menoleh kearah fany dan mengangguk
"Minumlah teh kalian, maid ku sudah susah payah menghidangkannya untuk kalian" ucap pria itu penuh penekanan dan terkesan memerintah

Valda dan Fany menuruti pria itu dan mulai menyeruput sedikit teh mereka
Saat Valda meletakkan kembali cangkir teh nya pada tatakan, pria paruh baya itu mengalihkan pandangannya kesamping kearah figura besar dengan tatapan sendu

"Dia anak saya, anak satu satunya. Ibunya meninggal saat ia masih balita, tapi saya tak pernah membuatnya kekurangan kasih sayang, dia anak yang sangat penurut dan penuh kelembutan.
Saya mengasuhnya selayaknya seorang putri kecil bahkan hingga ia menikah dengan lelaki yang ia anggap pangerannya." Intonasinya terdengar lambat namun tegas, Pria paruh baya itu kemudian menoleh kearah Valda

"Kau tau? Dulu saat ia melihat pria yang ia cintai, itu adalah kali pertamanya memohon kepada saya, ia sangat menginginkan pria itu. Saya masih ingat senyum penuh air matanya saat ia dipinang pria yang ia idam idamkan itu,
Dia terlihat sangat bahagia. Saya mampu melakukan apapun agar putri saya bahagia. Namun lambat laun hubungan pernikahannya dengan pria itu semakin memburuk, meski anak saya tidak pernah bercerita kepada saya, tapi saya tahu bagaimaa----

Belum selesai pria itu berbicara tapi Valda mendengar suara pria itu seolah semakin lambat dan matanya mulai memberat, rasa kantuk perlahan mulai menguasai dirinya. Kepalanya mulai terkulai di sandaran kursi dan ia tidak tahu lagi apa yang telah terjadi setelah itu karna pandangannya telah menggelap dan tidak mendengar suara apapun

.

Beberapa minggu yang lalu

Fany baru saja pulang bekerja, saat ia sampai di panti semua anak telah tertidur lelap, wajar saja karna saat ini sudah larut malam

Saat ia telah berganti pakaian terdengar ketukan dari arah pintu utama
Siapa orang yang bertamu larut malam begini?
Tak berani langsung membuka pintu, fany mengintip dari lubang kunci
Ia melihat seorang pria paruh baya tengah berdiri sambil melipat tangan di depan dada

"Mari bicara di luar, kita punya tujuan yang sama" suara berat terdengar saat pria itu membuka mulut

"Siapa anda? Apa maksud anda?" Tanya Fany masih belum membuka pintu

"Saya tahu anda membenci anak dari Aldric, bocah pembawa sial itu" ucap pria itu

Fany membeku, apakah yang di maksud pria itu Valda?
Perlahan Fany mulai membuka pintu, namun bukannya masuk, pria itu malah berjalan kearah pekarangan dan duduk di salah satu bangku panjang bercat putih. Ia duduk dengan angkuh sambil melipat kakinya dan tangan yang masih dilipat di depan dada

Fany awalnya bingung namun kemudian berjalan kearah pria itu dan berdiri tepat di sampingnya

"Ada urusan apa anda dengan saya?" Tanya Fany yo the poin

Pria itu terkekeh
"Darah di balas darah dan bukankah nyawa harus di balas dengan nyawa?"

"Apa maksud anda?" Kerutan di dahi Fany mulai mendalam

"Saya tahu kau membenci anak itu. Bekerjalah dengan saya dan akan saya bantu untuk melampiaskan semua dendam itu. Sangat mudah untuk membunuhnya jika kau mau" pria itu melihat Fany dengan tatapan yang teramat sangat angkuh

"Dendam itu sudah mulai pudar, dan saya tidak berniat sedikitpun untuk membunuhnya asal anda tahu" jawab Fany dengan tegas

"Saya membenci ayah dari bocah itu, dia yang membuat hidup anak saya menderita. Dan kau, bukankah tidak adil melihat anak itu hidup penuh kemewahan sedangkan kalian hidup melarat disini? Kehilangan sosok orang tua dan hidup susah. Bukankah itu semua karna anak itu? Kita punya tujuan yang sama, membuat mereka mengerti apa artinya penyesalan. Bila di lihat lihat bocah itu bahkan tidak terlihat menyesal sedikitpun hmm?" pria itu tersenyum

Fany kembali diam, otaknya membenarkan apa yang pria itu ucapkan tapi hatinya berkata lain
Sebenarnya ia tak lagi membenci Valda namun pria tua itu kembali menyulut api

"Apa yang harus saya lakukan untuk anda?"

.

Saat Valda terbangun ia mendapati dirinya berada di ruang yang luas namun kosong, tidak ada barang barang apapun dengan dinding cat berwarna putih bersih, di keempat sisi ruangan terdapat cctv. Kedua tangan dan kakinya di rantai ke dinding dengan posisi berdiri
Saat menoleh ke samping ia melihat Fany tergeletak dan masih belum sadarkan diri namun bedanya Fany tidak di rantai
Apa apaan semua ini?!

Pintu terbuka, pria paruh baya tadi kini berjalan masuk, langkah kakinya menggema di seluruh penjuru ruangan itu

Dan saat itulah Fany terbangun
Matanya menatap nyalang, ia berlari dan meraih kerah baju pria itu

"Ini di luar kesepakatan kita!" Fany menggeram
Namun pria itu hanya terkekeh

"Kau berjanji tidak akan melukainya!"
Dikencangkannya rematan fany pada pria di depannya
















T
B
C






Huuaaaaaa bentar lagi end loh (⁠ʘ⁠ᴗ⁠ʘ⁠✿⁠)

Makasih ya udah mampir

Sayang kalian banyak banyakkk ❤️❤️❤️

Dadaaahhhhh~♡

VALDA ADIWANGSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang