chapter 2. him

10.5K 1.5K 94
                                    


warning: mengandung kekerasan seksual dan percobaan suicide!

.

.

.

"Isa, kenalin ini Aldi. Papa baru kamu."

Kurang tiga bulan setelah kematian Bapak, ibuku membawa seorang pria yang tampak sepuluh tahun lebih muda darinya. Pria itu tampak kurus, muda, dan tidak berguna. Mungkin usianya dua puluhan tahun. Ia tidak bekerja, dan ponsel baru yang dipakainya, aku tahu dibelikan oleh ibuku.

Rupanya, mereka telah menikah di bawah tangan dan ibuku memboyong begitu saja suami barunya.

Awalnya, semua baik-baik saja. Aku tidak menyukai Aldi, tetapi aku dapat mengabaikannya. Sebelum aku berangkat sekolah dengan seragam putih biruku hingga setelah aku kembali ke rumah, yang dia lakukan hanya menonton TV 14 inch penuh semut milik kami atau bermain game di ponsel. Sesekali dia akan kelaparan dan memintaku memasak sesuatu.

Ya, benar-benar pria tidak berguna. Tetapi setidaknya dia tidak memukul. Rasanya cukup aneh tidak menemukan satu memarpun di kulitku sekarang.

Dan mungkin ... sedikit demi sedikit, aku akan mulai bisa menerimanya sebagai ayah baruku.

Sampai suatu malam, kurang lebih dua bulan setelah pernikahan, aku mendengar dia bicara dengan perempuan lain di telepon saat ibuku tidak di rumah. Di malam-malam berikutnya, ia melakukannya lagi hingga menjadi kebiasaan. Ia akan merayu dan berbicara kotor tanpa malu. Dan aku, hanya dapat mendengarkan melalui sekat dinding tipis yang memisahkan kamar ibuku dengan kamar dapur, tempatku tidur.

Rasanya lucu melihat ibuku banting tulang menjual dirinya hanya untuk membiayai seorang yang bahkan tidak setia kepadaya. Tapi aku tidak berkata apa-apa. Toh, dia tidak akan mendengarku. Dia terlalu dibutakan dengan cintanya pada Aldi.

"Jangan ngomong sembaran kamu soal suami Mama! Mama capek-capek kerja buat kamu sekolah! Kalau kamu aneh-aneh lagi, nggak usah sekolah aja!"

Pada satu titik, telepon-telepon dari dan kepada wanita lain itu terhenti. Mungkin Aldi sudah sadar. Atau mereka sudah putus. Atau entah. Pria itu lebih sering pergi ke luar belakangan, mungkin menemui pacarnya itu.

Sehingga ketika aku sedang menggoreng tempe untuk makan malam, kedatangan pria itu yang tiba-tiba mengagetkanku. Dia berdiri di pintu dapur, tersenyum.

"Lagi masak apa?" tanyanya.

Aldi tidak pernah berbicara keras padaku. Tetapi juga tidak lembut. Dan hari ini, sikapnya terasa aneh.

"Tempe. Ayah mau makan?" tanyaku, berusaha mengabaikan firasat aneh yang menelusup.

"Boleh."

Aku menata meja makan bulat yang berada di antara dapur dan ruang tamu. Meletakkan sewadah nasi, piring, sayur bening, dan sambil di sana. Lalu kembali ke dapur untuk mengambil piring tempe saat pria itu menarikku begitu saja, menyudutkanku ke dinding untuk selanjutnya, secara kasar menciumku.

Semuanya berlangsung dengan cepat. Pikiranku macet. Jantungku bertalu-talu. Dalam waktu singkat, aku merasakan tangannya dengan kasar menggerayangi tubuhku. Secara refleks, aku melawan. Kutolehkan kepala untuk menggigit lengannya sekeras yang aku bisa. Ia berteriak kesakitan dan cengkeramannya melonggar.

Aku membebaskan diri sejenak. Tetapi tidak lama. Pria itu berdiri di depan pintu, menatapku dengan amarah sementara aku terjebak di dapur yang sempit. Ia mendekat dengan cepat dan, di saat bersamaan, tanganku meraih apapun yang dapat diraih. Aku kemudian memukulnya tepat di belakang kepala. Dengan botol sirup kosong. Begitu keras hingga benda itu pecah di kepalanya.

Prince Effect [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang