Chapter 31

5.1K 1K 110
                                    

Vote dan komen, ya~

***

"Jadi, Pandawa masih belum ngehubungin lo?"

Aku yang baru saja kembali dari dapur untuk mengambil air putih melambatkan langkah. Tepat di depan kamar Bia yang pintunya setengah terbuka. Gadis itu sendiri sedang bertiarap di kasurnya, dengan bantal menyangga siku dan bekas tisu berhamburan memenuhi hamper seisi kamar.

Lagi, dia sedang menangis sembari melakukan sambungan video dengan speaker dinyalakan.

"Belum!" Bia menyedot ingus lagi. Lalu, dengan suara nasal dan sedikit tersedak, dia meracau. "Mungkin dia emang mau putus, deh! Mungkin dia udah bosen sama Bia! Huaa tapi Bia enggak mau putus!!!"

Aku perlahan menarik gagang pintunya, agar lebih tertutup. Tangisannya itu, bisa terdengar oleh seisi rumah.

"Bia, tenang! Mungkin lagi sibuk aja kali, Bee."

"Iya, dia bilang sibuk latihan sih." Satu sedotan ingus lagi. "Tapi masa sesibuk itu sampai nggak ada waktu buat ngehubungin?!"

"Ya kamu chat aja duluan!"

"Enggak mau! Masa Bia yang chat duluan? Pokoknya─"

Dan kututup pintu itu dengan sempurna. Aku tidak perlu mendengarkan semua rengekan anak itu. Tetapi ada satu hal yang dapat kutangkap. Pandawa sedang sibuk latihan untuk kelompoknya, itu artinya Aksal pun sedang melalui hal yang sama. Sibuk, tetapi sempat-sempatnya dia meluangkan waktu.

Aku kembali ke kamar dan mulai melepas kancing seragamku satu persatu. Akan terasa menyegarkan untuk mandi sekarang. Ketika aku berbalik untuk mengambil handuk, mataku menemukan jaket itu.

Ah, ya. Itu jaket Aksal. Dia memberikannya padaku tapi lupa menagih balik sementara aku lupa mengembalikan. Aku seharusnya tidak lupa. Karena sekarang, di luar jendela, gerimis yang tadi menyongsong kini telah berubah menjadi hujan. Tidak deras, tapi jika dia tidak membawa jas hujan, dan tanpa jaket itu, dia akan kebasahan. Itu mengkhawatirkan.

Haruskah aku menanyainya?

Usai melemparkan seragamku ke keranjang cucian kotor, aku mengeluarkan ponsel dari dalam tas. Seperti biasa, tidak ada notifikasi. Kubuka lembar perpesanan dan kolom chat terakhirku. Aksal.

[Kacang Polong]

Sudah sampai? Kamu kehujanan?

Ibu jariku membayang di tombol kirim, tetapi sedikit keraguan menelusup. Rasanya, kata-katanya kurang pas. Jadi aku menghapusnya untuk menuliskan pesan baru.

Sekarang hujan, kamu kehujanan?

Lalu, merevisinya lagi menjadi...

Hati-hati. Jangan sampai kehujanan.

Bagaimana kalau dia telah kehujanan?

Kalau hujan, berteduh. Jangan sampai

Hapus. Hapus. Hapus. Aku menghapus ssemuanya. Kalimat-kalimat cringe itu. Lantas melemparkan diriku ke kasur. Apa yang harus kukatakan? Aku tidak tahu dimana dan apa yang sedang dia lakukan sekarang. Mungkin saja, dia sekarang telah sampai dengan selamat, atau sedang meneduh di suatu tempat.

Mungkin aku harus mencoba memeriksanya.

Entah setan apa yang akhirnya menghampiri kepalaku, setelah mandi dan berganti pakaian, akhirnya aku mengunduh aplikasi media sosial yang sebelumnya tidak kupunya, melengkapi data diri untuk mendaftar, lalu mulai mengetikkan Namanya di kolom pencarian.

Tidak ditemukan. Meski hamper satu jam berlalu, aku menyelami berbagai akun tetapi tidak satupunyang merupakan milik Aksal. Tetapi aku menemukan satu yang dimiliki oleh sahabanya, Nino.

Prince Effect [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang