Nino menyunggingkan seringai di satu sudut bibir. Sebelah tangannya di simpan di saku. Sebelah yang lain bertopang pada dinding, tepat di sisi kepala seorang anak perempuan kelas sepuluh berambut panjang sepundak dengan pita rambut di kepala. Tatapan Nino meneduh, menatap gadis di depannya selayaknya serigala pada sang mangsa.
"Tahu nggak, Dek, bedanya hape Kakak sama hati Kakak?"
Gadis itu menatap Nino malu-malu, sebelum kembali menunduk.
"Apa ..., Kak?"
Nino tersenyum, lantas memperpendek jarak di antara mereka, sebelum berbisik. "Kalau hape Kakak, 4G. Kalau hati Kakak, for you," ujarnya dengan begitu mantap seolah kalimat itu ia ciptakan sendiri dan bukannya mengambil apa yang sedang viral di media sosial.
Tetap saja, meski gombalannya basi, pesona Nino tidak. Gadis yang berada di depannya bersemu merah seketika.
"Ih, Kakak bisa aja!" sungutnya manja sembari memukul pelan dada Nino.
Sembari terkekeh, Nino menangkap tangan mungilnya, menggenggamnya, sementara tatapannya intens pada mata gadis itu, membua si gadis menunduk malu.
"Halo, Dek~"
Tiba-tiba, sebentuk wajah usil hadir di antara mereka, menginterupsi keromantisan yang susah payah Nino ciptakan.
Pada gadis itu, Langit menyengir.
"Dek. Kamu jangan mau sama dia. Mending sama Abang aja. Tahu, nggak, dek? Harta Abang banyak. Di Jakarta aja, dari kokas itu Tanah Abang!"
"Minggir lo, Malih!" Nino seketika menyikutnya. "Ganggu aja orang pacaran!"
Langit mencibir. "Oh, baru lagi, ya? Perasaan kemaren sama Nadira ya? Apa Safira? Kalau Kinanti apa kabar? Bukannya dua hari lalu kamu masih jalan sama dia?"
Langit sengaja, Nino tahu. Sehingga diam-diam cowok itu mengutuk. Dia menarik napas demi meredam emosi, namun gagal dan mulai menendang Langit yang tertawa-tawa sembari menghindari serangan itu.
"KUDA NIL! PENGUIN! BERUANG MADU!" Nino seketika mengabsen nama-nama penghuni kebun binatang.
Ia berlari mengejar Langit yang begitu lincah menghindari serangan-serangannya. Langit masih tertawa ketika dia berlari masuk ke ruang musik. "Navyyy!!! Tolong! Bebeb lo nih!"
Navy yang tengah duduk di sofa sembari memangku gitar meletakkan gitarnya ke sisi dan membuka kedua lengan lebar-lebar.
"Ada apa, Nino Beb. Cerita, sini."
"Najis!" Nino menarik Langit yang bersembunyi di balik sofa. "Sini lo! Kalo mau jomlo jangan ngajak-ngajak juga elah!"
"Lo tuh! Cewek mulu. Latihan kagak!" Langit membela diri.
Pandawa yang telah selesai mengisi botol minumnya dengan air putih dari dispenser kemudian berjalan mendekat. "Kalian ngapain sih, ribut terus!" tegurnya.
Nadanya datar. Namun jika Pandawa sudah bicara, semuanya diam.
"Nino nih. Dicariin dari tadi buat latihan, eh dia sibuk ngegombalin cewek!"
"Emang dia nih, nggak hidup kayaknya kalau gak godain anak orang," Navy mengangguk-angguk, membuat Nino mendelik pada keduanya.
"Ya, mending gue godain cewek, kan, daripada godain cowok?" belanya.
Aksal yang duduk di sudut tersenyum, tetapi Navy dan Langit mencibir. Nino tidak mau kalah. Bukan Elnino namanya kalau dia tidak bisa membalas perbuatan dua cecunguk di hadapannya ini.
Mendapat ide cemerlang di otaknya, Nino pun duduk santai di antara Navy dan Langit, memaksakan diri di sana hingga dua orang itu harus menyingkir sedikit ke tepi dan memberinya ruang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince Effect [COMPLETED]
Teen FictionThey painted me as the bad guy so, the bad guy, that's what I became ... until he came [The Effects Series #2: Aksal] 15 Juli, 2022