pemanasan dulu aja ya sama extra chapter. update beneran segera!
anyway, happy reading!
***
"Sal. Bangun."
Tetapi gundukan berlapis hoodie yang sedang bergelung di atas sofa itu bergeming.
"Aksal." Nino mencoba lagi.
"Pangeran Aksal!" Bahkan dengan nama panggilan yang menurut Aksal sangat menyebalkan itu, dia tidak mengindahkan.
"Ketua OSIS woy!"
Nino berusaha lagi, sembari mendorong-dorong pundak Aksal yang tengah berbaring dengan hoodie menutup wajah hingga dadanya. Membuat Aksal mengerang dan mendorong cowok itu menjauh.
"Bentar, lima menit. Masih pusing."
Sepuluh menit yang lalu Aksal memang meminta istirahat sejenak. Pusing, katanya. Dan sementara anggota lain memintanya untuk pergi ke UKS, cowok itu menolak, mengatakan dia hanya kurang tidur.
"Belum makan tuh! Makan dulu!"
"Bentar."
"Nih, ada yang nganterin bubur."
Kening Aksal mengernyit di bawah hoodie. Lantas, matanya membuka yang diikuti dengan gerakan tangannya menyingkapkan benda itu dari wajah. Kini ia menatap Nino dengan seksama. Lalu, perlahan bangkit. "Bubur? Siapa yang nganter?"
"Cewek lo."
Dengan cepat, Aksal bangkit berdiri, lalu mengambil totebag putih di tangan Nino untuk memeriksa sendiri isinya. Meskipun reputasi Nino adalah sebagai cowok tukang rayu yang suka mengucapkan janji-janji palsu ke banyak cewek, cowok itu tidak berbohong kali ini, memang terlihat ada bubur terbungkus tupperwear putih transparan.
Ada sticky note yang tertempel di atasnya.
Semoga cepat sembuh.
Itu saja. Hanya itu ucapannya. Seolah itu adalah catatan yang ditulis dengan Aksal dan tidak ikhlas. Tidak seperti kue-kue dan cokelat yang biasa dikirimkan untuk The Effects yang berisi pesan manis nan panjang. Pesan kali ini ... terlalu sederhana. Namun pesan itu pula, yang membuat Aksal tersenyum.
Karena itu membuatnya yakin siapa yang telah menulisnya.
Gadis yang jarang sekali tersenyum. Tetapi sekali ia melakukannya, itu ... hal yang sulit dilupakan.
Tanpa menunggu lebih lama, Aksal pun mengeluarkan sendok plastik yang telah dikemas bersama bubur, membuka tutupnya, dan membiarkan uap bubur yang hangat dan wangi mengisi indera penciumannya.
Suapan pertama, Aksal tidak yakin akan rasanya. Kemudian ia mencoba suapan kedua, yang langsung disusul suapan ketiga. Entah apakah karena ia sedang tidak enak badan sehingga daya cecapnya berubah, tetapi bubur itu rasanya ... aneh. Hambar, agak pahit. Meskipun pada akhirnya, ia terus memakannya.
"Enak, bro?" Nino yang sedari tadi menatapnya, mulai mendecapkan lidah.
"Enak." Dengan yakin, Aksal mengangguk.
"Bagi dong!"
Tanpa menunggu jawaban, Nino mengambil sendok ekstra yang dikemas bersama milik Aksal. Namun jauh sebelum tangannya berhasil mengambil sesendok saja, Aksal dengan sigap menangkis tangan Nino.
"Punya gue."
"Ya elah, sesendok doang!"
Aksal menggeleng, lantas menarik wadah buburnya, menjauhkannya dari Nino.
"Ya elah. Pelit amat! Biasanya juga pizza, lasagna, bakso, semuanya juga lo bagi-bagi."
"Kali ini enggak." Ia menatap Nino tajam. "Ini buat gue. Dari cewek gue. Nanti lo suka sama cewek gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince Effect [COMPLETED]
Teen FictionThey painted me as the bad guy so, the bad guy, that's what I became ... until he came [The Effects Series #2: Aksal] 15 Juli, 2022