Chapter 20

6.1K 1K 154
                                    

Warning: uwuness
Take on your own risk.

***

Selamat pagi

🙂

Aku berkedip, tetapi pesan itu belum menghilang. Pesan yang telah terkirim sejak lima menit yang lalu, dan telah lima menit pula kupandangi. Sebuah ucapan selamat pagi sederhana, diikuti emoticon senyum yang seperti salah tempat. Maksudku, jarang sekali aku melihat orang berkirim pesan dengan menggunakan emoticon senyum seperti itu.

Pengirimnya belum memiliki nama pada kontakku, tetapi nomornya familiar, aku tahu dengan jelas siapa dia.

Akhirnya, setelah pertimbangan yang memakan waktu separuh dari waktu mandiku, aku mengirim balasan.

Pagi.

Kuletakkan ponsel untuk menyambar handuk. Tetapi belum lagi aku beranjak, poselku berbunyi lagi. Dia mengirim balasan, nyaris secara instan. Isinya membuat keningku kembali berkerut, seperti kali pertama aku menemukan pesannya di ponselku yang hampir selalu sepi.

Dia mengirim foto makanan. Sarapannya, sepertinya.

Selamat sarapan, katanya.

Aku tergerak untuk menekan foto itu, lantas memperbesarnya.

Nasi goreng, sepertinya. Dengan potongan sosis, telur mata sapi, dan sayuran hijau bulat.

Itu kacang polong?

Pertanyaan itu terlontar begitu saja. Pesannya terkirim dengan mudah. Dan sebelum aku sempat menariknya, dua garis putih pada layar bertema gelap telah berubah biru.

Iya, kamu tahu nggak, yang paling saya suka dari sarapan hari ini?

Apa?

Kacang polongnya.

Saya suka banget kacang polong.

Aku nyaris menyemburkan tawa yang spontan. Seseorang yang sangat menyukai kacang polong ... aku baru sekali ini menemukannya. Seingatku, ketika dalam pelajaran Bahasa Inggris dan diminta menyebutkan makanan kesukaan dalam bahasa tersebut, rata-rata mereka akan menyebutkan ayam, bakso, es krim, sejenisnya.

Tapi dia menyukai kacang polong.

Aku tersenyum bahkan sebelum aku menyadarinya. Lalu cepat-cepat keluar dari kotak perpesanan, membiarkan pesannya hanya dibaca tanpa dibalas. Hanya saja, aku mengusap profilnya kembali, menatap deretan nomor-nomor itu.

Lalu, aku memutuskan untuk menyimpan namanya di kontakku.

Kacang Polong.

Menit berikutnya, aku menatap nama itu. Menatap daftar kontakku ... yang hanya berisi satu orang.

Dia, satu-satunya.

***

"Saya tunggu di atap siang ini."

Dia membisikkannya ketika kami berpapasan di koridor usai jam istirahat. Dia dengan banyak lembaran kertas di tangan dan kesibukan yang seperti tidak ada habisnya. Dan aku yang berencana bolos karena kelas berikutnya biasanya melibatkan kelompok. Aku benci kerja kelompok. Dia tersenyum padaku, tetapi tidak lama, karena teman-teman OSISnya sepertinya sudah menunggu.

Dia membisikkannya dengan jelas, setelahnya menatapku seolah menunggu jawaban. Dan aku, berusaha melupakan ucapannya itu. Terutama sekarang, ketika aku berbaring di ruang UKS sendirian. Tidak ada alasan untuk benar-benar datang.

Prince Effect [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang