Yup, it's the last chapter.
Hope you like it.***
Aku seharusnya tidak menyukainya, atau paling tidak, tidak harus berdiri untuknya. Bagaimanapun, ia gadis yang bersama Aksal. Entah bagaimana hubungan mereka, tapi aku tahu soal surat cinta yang ia tulis untuk laki-laki itu dan bagaimana ... Aksal memeluknya. Bagaimana pria itu dengan sabar menenangkannya.
Aku menarik napas dalam-dalam, membenci diriku, dan pikiran-pikiranku yang kacau. Dia hanya masa lalu! Bagaimanapun dia hanya masa lalu, aku tidak punya hubungan apapun dengannya lagi. Tetapi tidak bisa dipungkiri, aku ... tidak menyukainya. Kebersamaan mereka. Aku merasa marah, merasa sakit. Meski aku tidak seharusnya merasa demikian.
Jadi, kenapa sekarang aku di sini? Kembali berurusan dengan Veloxa yang menyebalkan, hanya karena seorang anak perempuan bernama Candy ini?
Veloxa menjambakku keras sebelum aku dapat mencegahnya, menarikku ke dalam kerumunan gengnya dan menjatuhkanku. Membuat punggungku menabrak pintu gudang dan lututku menghantam ubin. Mungkin, akan ada memar baru, setelah satu yang ia layangkan ke pipiku. Ah, bekas pukulannya mulai berdenyut perih sekarang.
Ia memaksaku mendongak, matanya mengancam marah.
"LO YANG NULIS ARTIKEL NGACO ITU DI WEB SEKOLAH?!"
Ya, aku melakukannya. Setelah satu sekolah dihebohkan oleh surat Candy untuk Aksal, yang aku tahu dengan jelas dilakukan oleh Veloxa, aku melakukan hal yang hampir sama; melemparkan bukti tentang siapa Veloxa sebenarnya ke publik. Aku terlanjur muak.
Dan ya, aku mengerti dengan kemarahannya sekarang. Justru, aku cukup senang dengan reaksi itu. Hingga tanpa kusadari senyum telah terkembang di bibirku.
"Anak miskin kayak lo berani banget, hah?!" bentaknya, cengkeraman tangannya semakin kuat. "Bosan sekolah lo? Mau DO? Atau mau hidup lo lebih menderita lagi? Gue bisa wujudkan itu semua!"
Aku menatapnya datar, setengah bosan. Ancamannya sama sekali ... tidak terdengar mengerikan. Tidak ketika kau sudah melewati semua itu.
"Coba aja. Gue udah sangat menderita dari kecil. Jadi ini bukan apa-apa, maaf."
"Nantangin, ha?!"
Veloxa mengangkat tangannya. Dalam sepersekian detik, aku menyadarinya. Dia akan menamparku lagi, mungkin lebih kuat dari sebelumnya. Namun aku sudah menduga, dan sudah mempersiapkan diri. Aku menamparnya lebih dulu.
Plak!
Tanganku terasa panas nyaris seketika. Veloxa sempat terhuyung. Tetapi dia dengan cepat menguasai diri dan menjambak rambutku. Aku tidak pandai berkelahi, tetapi aku melakukan semua yang kubisa. Termasuk menjambaknya balik, lebih kuat dari tenaga yang dia kerahkan. Kejadiannya berlangsung cepat, tetapi yang kuingat, aku mendorongnya ke dinding, mengempaskannya hingga terjatuh.
Aku mungkin telah menghajar wajah cantiknya seandainya teman-temannya tidak mengunci kedua lenganku, memungkinkan Veloxa untuk kembali mengambil kendali.
"Kurang ajar lo!" geramnya.
Kemudian aku melihat tangannya kembali di udara. Ia akan memukulku lagi. Namun kali ini aku tidak akan sempat untuk bereaksi, menjauh atau melawan. Posisiku terkunci. Dalam sepersekian detik itu, instingku mengambil alih, aku memejamkan mata.
Namun tamparan itu tidak pernah datang. Navy menahannya. Navy mengajaknya bicara. Sesuatu yang pribadi. Sesuatu yang tidak dapat kudengar dengan jelas karena ... well, karena aku terlalu sibuk mencoba untuk bangkit berdiri saat lututku mulai goyah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince Effect [COMPLETED]
Teen FictionThey painted me as the bad guy so, the bad guy, that's what I became ... until he came [The Effects Series #2: Aksal] 15 Juli, 2022