Chapter 28

5.2K 1K 108
                                    


Aku dipaksa untuk duduk bersama mereka, Deera dan yang lainnya, di bangku depan kelas kami. Waktu itu bel masuk belum berbunyi dan seluruh anak terpencar menempati sudut-sudut sekolah. Kecuali aku, yang memilih untuk diam di tempat dan bersikap masa bodoh dengan sekitar.

"Jangan sendirian aja, nanti diculik wewe gombel!" kata cewek yang setahuku memiliki suara paling keras di kelas itu.

Lalu, mereka menarikku, menempatkanku agar terhimpit di antara mereka, tidak dapat melarikan diri. Mereka bercanda sembari menunggu bel berbunyi dengan berbagai obrolan yang tidak memiliki tema. Mulai dari soal idola Kpop, PR, crush, hingga─

"Dah liat foto terbaru Kak Nino?!" Seseorang di dalam kelompok berceletuk. Gadis berkacamata bernama Sela. Atau Selin. Terserah.

"Hah? Yang mana?"

"Barusan banget update!"

Lalu mereka saling merunduk untuk bersama-sama melihat layar ponsel, dengan aku yang terjepit di tengah-tengah. Tolong, rasanya aku ingin sekali kabur.

"Wah gantengnya!!!"

"Gantengnya calon imamku!!!"

"Eh ini rambutnya disemir? Emang boleh?!"

"Kak Aksal ada update juga, nggak?"

Deg!

Sebelum dapat kupikirkan, kepalaku telah bergerak untuk menengok ponsel yang dipegangi Deera. Berharap aku juga dapat melihatnya. Aksal.

"Dih, Kak Aksal mah! Emang punya IG? Itu orang jalur komunikasinya lewat email kali!"

"Iya, ya. Dia 'kan sesibuk itu. Mana sempat main IG," Selin menarik kembali tubuhnya, mengembuskan napas. "WA aja dia nggak punya jangan-jangan!"

"Tahu, nih. Kayaknya di antara semua member The Effects, cuma Kak Aksal sama Kak Pandawa nggak, sih, yang nomor WA-nya nggak pernah kesebar?"

Nyaris, nyaris saja aku gagal menahan senyum. Jika dia tidak punya alat komunikasi paling standar saat ini, lalu siapa yang mengobrol singkat denganku tadi pagi? Atau yang mengucapkan selamat malam kemarin.

Pikiranku dengan cepat berkelana. Pemandangan malam dari atap sekolah. Cerita yang membuatku mengenal sisi dirinya yang lain. Siluet wajahnya di bawah cahaya bulan. Kenangan itu rasanya membuatku menghangat. Hingga ucapan Candy menarikku kembali pada kenyataan.

"Eh itu Kak Pandawa sama Bia couple goals banget nggak, sih?"

Pandanganku segera mengikuti arah pandang Candy dan yang lain. Di seberang koridor aku melihatnya. Pandawa dan Bia. Cowok itu tengah dengan lembut meletakkan telapak tangannya di kepala Bia, lantas mengacak rambutnya pelan. Dan di antaranya, mereka berbagi tawa.

"Ih, iya loh. Tiap hari berduaaa terus, nempel kayak perangko. Mana Kak Pandawa suka perhatian banget gitu, ya nggak, sih?"

"Gue iri weeyyy"

"Orang-orang kok pada uwu sih? Gue kapaaaan?!!"

"Duh kok mereka serasi banget sih bedua? Pengen gitu juga!"

"Mereka nggak pernah berantem apa, ya? Kok tiap hari uwu banget?!"

Dengan cepat, aku mengalihkan pandang. Muak.

***

Mungkin ... apa yang terlihat selalu baik-baik saja, tidak selamanya seperti itu.

Pertanyaan Sela terjawab hanya di keesokan harinya. Aku memasukkan roti dan minuman jus kotak milikku ke dalam saku untuk makan siang di atap. Tetapi sebelum tiba di sana, langkahku terhenti. Di balik tangga menuju atap, aku melihat punggung bidang Pandawa. Juga Bia.

Prince Effect [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang