Chapter 29

4.9K 1K 153
                                    


Hi... Apa kabar? Beberapa minggu ini saya lagi sibuk-sibuknya sama kerjaan akhir semester :') makanya enggak update.

Kamu apa kabar? Mungkin ada yang abis PAS, ada yang lagi nyelesain kerjaan juga. Atau ada yang udah libur?

Nah, karena kemaren aku sempat ngilang, hari ini double update, ya. Syaratnya, ramein dulu vote dan komen!!!

***

"Kukatakan dengan indah... (jreng)

Dengan terluka, hatiku hampa... (jreng jreng)

SCBD mana suaranya?!"

Sebuah bantal melayang, tepat mengenai kepala Nino yang sedang menggejreng gitar di sudut sofa, suaranya dinasalkan dengan sebelah tangan melambai-lambai pada penonton tak kasat mata. Pelakunya adalah Navy, yang menatap cowok itu sinis sebelum kembali sibuk mengetik sesuatu di ponselnya, sesekali senyum mencari celah untuk sembunyi-sembunyi lolos dari bibir cowok itu. Sementara di sudut lain ruang Latihan, Langit sedang sibuk menyeduh milo dengan air panas dan Aksal menempati meja di sudut ruang untuk mengetik sesuatu di laptopnya, semua orang tahu itu apa, pasti kalua tidak proposal satu kegiatan, laporan ini itu. Kadang mereka ngeri membayangkan menjadi Aksal, meski dia memiliki sekretaris OSIS, cowok itu lebih sering memilih mengerjakan semua yang dia bisa kerjakan sendiri.

Mereka berempat berkumpul di ruang latihan tanpa latihan bukan tanpa alasan, ada satu orang yang tidak berada di sana. Satu orang yang biasanya tidak pernah satu menit pun dating terlambat.

Akhirnya, Nino meletakkan gitar dan melemparkan kedua lengannya di udara. "Ah, capek! Dawa dimana, sih? Udah jam segini!" erangnya tidak sabaran.

Navy meliriknya sinis. "Ya beginilah perasaan kami tiap kali nunggu lo telat latihan!"

"Tapi serius," Langit mendudukkan diri di depan mereka. "Dawa kemana? Nggak ada kabar?"

"Nggak. Nggak ada─"

Tepat saat itu juga, pintu ruang latihan menjeblak terbuka, menarik setiap kepala untuk menoleh. Pandawa seakan mendobrak masuk. Ya, mendobrak masuk, dengan caranya yang berjalan cepat sebelum menutup pintu dengan keras di belakang. Dengan Langkah-langkah lebar, dia berjalan ke sudut ruangan dimana mereka menyimpan dispenser, mengambil segelas air putih lalu menenggaknya hingga tandas. Membuat semua orang tercengang atas tingkahnya yang tidak biasa.

Pandawa tidak terlihat seperti biasanya. Biasanya, dia tampak selalu tenang. Namun hari ini ada kerut samar di kening, serta tatapan mata yang menjelaskan semuanya. Dia sedang marah.

"Napa lo? Abis ditagih iuran kelas?" Nino bertanya dengan setengah bercanda demi meleburkan suasana canggung.

Pandawa menggeleng.

"Abis dikejar ketua kelas karena ga piket ya lo?"

Lagi, Pandawa menggeleng.

Nino mencoba lagi. "Apa abis kalah taruhan? Kemaren MU menang nggak, sih?"

"Gue abis putus."

"Oh putus... " Nino dan Langit bergumam sembari mengangguk paham. Dan tidak sampai sedetik kemudian, mereka saling bertatapan dengan mata melebar, sebelum berseru berbarengan. "HAH?! PUTUS?!!"

Pandawa tidak menjawab. Dia berjalan lurus, mengambil gitarnya, lalu membawanya pada posisinya yang biasa. Dia tidak mengatakan apa-apa selama satu menit pertama.

"Ayo latihan," katanya lagi, setelah satu menit berlalu.

Sementara yang lain, masih berusaha mencerna apa yang cowok itu baru saja katakan.

Prince Effect [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang