Laila PoV
Saat Anya memberi kabar bahwa dia akan datang ke Bogor untuk berlibur akhir pekan, dua hari lalu, aku pikir itu bukan ide yang buruk. Apalagi selama seminggu terakhir ini aku bad mood. Salahkan Omar! Laki-laki itu, bukan hanya menyebalkan tetapi pantas untuk dibenci.
Meski aku sudah mengatakan kepada Omar untuk tidak mengangguku, dan dia menepatinya, tetap saja perasaanku tidak nyaman. Sebenarnya, aku sedikit kecewa karena Omar mengiyakan begitu saja. Laki-laki itu sama sekali tak menahan kepergianku.
Mungkin benar, sama seperti yang dikatakan orang-orang, dia hanya mempermainkanku. Entah apa yang membuatku masih memikirkannya.
Jadi pagi ini, aku kembali mendapat telepon dari Anya bahwa beberapa teman kami akan bergabung, seperti biasa. Setiap bulan sekali kami memang berlibur bersama dan melalukan trail run sepanjang taman nasional Cibodas hingga gunung Gede atau Pangrango lalu turun kembali.
Tetapi kali ini Anya menyarankan kalau kami camp sekalian. Karena memang sudah lama dan aku juga merindukan kedekatan dengan alam liar, akhirnya aku sepakat. Sebenarnya lebih tepatnya aku ingin melupakan pekerjaan dan Omar. Laki-laki itu masih menganggu pikiranku.
Dan betapa terkejutnya aku ketika kami bertemu di Cibodas sore harinya ternyata ada Arial. Kupikir laki-laki itu hanya bercanda saat memberitahuku bahwa dia ingin bergabung dalam rencana camp kami. Mengingat laki-laki itu berada di pulau Bali, aku setuju-setuju saja dengan harapan hal itu hanya bualan saja, jadi tidak masalah.
Tetapi, aku benar-benar kehilangan kata-kata ketika aku menemukan tiga laki-laki yang bergabung bersama kami. Biasanya hanya dua laki-laki saja, yang memang selalu melakukan 'liburan' bersama tiap sebulan sekali. Mereka adalah teman kuliah, dan kami memang sangat dekat sejak kuliah meski ada sebagian dari mereka yang sudah menikah.
"Surprise ya?" Arial dengan iseng menyenggol lenganku, dia nyaris membuatku terjun ke dalam sungai kecil di hadapanku.
Kami hampir tiba di tempat akan bermalam, saat ini sedang beristirahat di Telaga Biru. Duduk-duduk di sebatang pohong yang roboh. Sementara aku duduk squad di pinggir sungai kecil yang super jernih dan sedingin es saat Arial menghampiriku. Rencananya kami akan salat Magrib di sini lalu melanjutkan perjalanan.
Entah mengapa, perjalanan kami ini sedikit lebih lambat. Mungkin karena barang bawaan kami yang tidak seperti biasanya. Meski aku hanya membawa beberapa pakaian ganti yang super light, tetap saja terasa berat karena kami membawa lebih banyak bekal untuk perjalanan dua hari tiga malam ini. Sementara teman laki-laki kami membawa bahan makanan yang lebih berat dan tenda.
Aku mendesah lalu menjawab, "Ya, kupikir hanya bercanda."
"Aku selalu serius dengan ucapanku Laila," katanya dengan nada serius. Aku hanya mengangguk kecil. Aku merasa ia sedang membicarakan masalah lain. "Omong-omong, kalian ternyata sangat dekat, ya? Kupikir setelah lulus kalian jarang hang out bareng?" Arial menoleh sekilas ke arah teman-teman kami.
"Memang jarang, hanya sesekali saja. Biasanya kami menyempatkan bertemu sebulan sekali untuk trail run di sini, kalau tidak terlalu sibuk."
"Wah, jadi kalian masih sering naik gunung, ya? Aku pikir setelah lulus, kamu akan terlalu sibuk untuk naik gunung."
Aku setengah mengangguk.
"Ini pertama kalinya bagiku, dan kalau boleh jujur aku tak sanggup melanjutkan." Arial berkata lalu membuang napas berat. "Ini benar-benar melelahkan, napasku sampai mau putus."
Aku tertawa mendengar keluhan Arial, "Memang untuk yang tidak terbiasa sangat melelahkan. Nanti kalau kamu terbiasa akan menyenangkan. Percaya padaku! Tapi aku yakin kamu bisa. Semangat!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Husband On Progress: Cinta Itu Ada
RomanceOmar, anak laki-laki pertama dan satu-satunya. Keluarganya, lebih tepatnya sang ibu memintanya untuk segera pulang membawa menantu, bahkan telah memilih beberapa kandidat yang menurutnya pantas menjadi menantu dan istri dari putra kesayangannya itu...