Laila POV
Aku terbangun karena mendengar gemuruh dari suara guntur yang membuatku terkejut dari tidurku yang dalam. Aku baru saja menikmati es krim dalam mimpiku ketika aku terbangun dengan tiba-tiba karenanya. Suara gemuruh itu begitu menakutkan, seolah terjadi ledakan atau bahkan aku sempat berpikir mungkin ini yang namanya kiamat? Karena suaranya begitu mengerikan ditambah lagi dengan kilatan petir yang menerobos masuk ke dalam kamar, seolah ingin menarikku keluar dari kamar.
Aku bangun untuk duduk dan menatap jendela yang tertutup tirai putih itu sambil memegangi jantungku yang tadi sempat berhenti beberapa detik mungkin dua hingga tiga detik. Aku menarik nafas dan berdoa dalam hati. Aku ingin pagi segera tiba.
Aku melihat jam di atas meja kecil di samping ranjang yang berbentuk bunga matahari, temaramnya lampu kamar sedikit membantu penglihatanku. Aku menatapnya sedikit lebih lama karena aku kembali melamun mengenai suara guntur yang saling bersahutan dan tak ada tanda-tanda akan berhenti dalam waktu dekat itu. Bukannya aku takut, aku hanya sedikit cemas, disini aku tinggal sendiri, dan mendengar suara mengerikan itu membuatku mencemaskan berbagai macam hal, ya, katakanlah aku takut. Bagaimana dengan keadaan ibu di rumah? Apakah baik-baik saja?
Di rumah biasanya jika hujan seperti ini selalu disertai angin kencang dan guntur, beberapa pohon bahkan sering tumbang yang mengakibatkan pemadaman listrik. Bahkan jika anginnya terlalu kencang akan merusak atap-atap rumah warga yang terbuat dari asbes. Terlebih lagi, seingatku ada bagian atap rumah di rumah ibu yang bocor.
Untuk sesaat tadi, aku merasa berada dalam dunia lain, seolah dalam peperangan, berada dalam situasi yang mengerikan. Namun, mungkin kejadian ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang terjadi di negara konflik dimana suara rudal, bom atau tembakan adalah hal yang wajar. Seperti suara gemuruh guntur dan kilatan petir yang juga merupakan hal yang wajar saat musim penghujan tiba. Seperti halnya banjir yang juga merupakan hal yang wajar di Jakarta disaat-saat seperti ini.
Aku memutuskan untuk kembali tidur setelah mengetahui bahwa saat ini masih jam dua dini hari. Kupejamkan mataku dengan paksa, aku bahkan memakai penutup mata dengan harapan akan membantu proses tidurku. Tetapi suara keributan yang terjadi di luar tak urung membuatku tetap menyala meski mataku terpejam paksa hingga entah berapa lama.
Aku memeluk bantal gulingku erat, sambil terus beristighfar dalam hati. Aku ingin malam ini segera berakhir.
Dan kedua kalinya aku terbangun adalah ketika aku mendengar suara alarm yang aku pasang di iPhoneku.
Suara mengerikan itu telah menghilang hanya sesekali terdengar samar-samar suara gemuruh di kejauhan bersamaan dengan suara rintik hujan yang menabrak lantai balkon yang terdengar jauh lebih menenangkan daripada alunan piano klasik.
Aku bangun, berdiri bersiap untuk mengambil wudhu ketika aku ingat aku masih tidak salat. Aku menghela nafas lalu kuputuskan untuk kembali ke ranjang. Sepertinya aku harus kembali tidur karena saat ini masih jam empat pagi.
🌼🌼🌼
Pagi itu ketika aku berangkat ke kantor, hujan sudah hilang sepenuhnya hanya ada beberapa kumpulan awan mendung yang sesekali melintas, matahari bersinar cerah dan jalan-jalan sedikit becek akibat hujan semalam dan pagi tadi.
Aku berjalan santai menikmati udara yang sedikit lebih bersih dari biasanya karena debu-debu yang biasanya memaksa masuk ke hidungku terperangkap dalam air. Berlindung di bawah payung dari sinar matahari yang sudah mulai tidak sehat untuk kulit, aku memikirkan apakah aku harus melepaskan sewa apartemenku. Maksudku aku akan pergi selama tiga bulan, apartemen itu akan kosong selama aku pergi dan haruskan aku tetap membayar uang sewanya? Atau sebaiknya aku memindahkan barangku saja sementara agar aku terhindar dari biaya sewa? Lalu dimana aku akan menitipkan barang-barang yang aku kumpulkan selama tiga tahun terakhir ini? Rumah Nana, kah? Atau di tempat temanku yang lain? Yang masih berstatus single?
KAMU SEDANG MEMBACA
Husband On Progress: Cinta Itu Ada
RomanceOmar, anak laki-laki pertama dan satu-satunya. Keluarganya, lebih tepatnya sang ibu memintanya untuk segera pulang membawa menantu, bahkan telah memilih beberapa kandidat yang menurutnya pantas menjadi menantu dan istri dari putra kesayangannya itu...