Omar POV
Sebelum memasuki ruangan Laila aku sudah bersiap-siap untuk surprise yang mungkin akan aku terima. Begitu aku masuk ternyata aku benar-benar mendapatkan surprise yang luar biasa. Ruangan kerja yang seharusnya datar dan membosankan seperti kebanyakan ruang karyawan pada umumnya malah terlihat lebih hidup, nyaman dan tentu saja menarik. Laila benar-benar membuat tempat kerjanya nyaman, terlalu nyaman. Jangan katakan dia memiliki ranjang portabel yang bisa dia gunakan untuk tidur-tiduran saat bekerja? Ruangan ini terlalu nyaman bagi seorang karyawan.
Mataku menyapu setiap sudut yang terlihat hidup itu, ada begitu banyak tanaman, ruangan yang dingin ini juga memiliki pencahayaan yang bagus, pencahayaan alami dari sinar matahari yang menerobos masuk melalui jendela kaca yang telanjang. Andai saja semua karyawanku seperti Laila, aku bisa memangkas biaya listrik tiap bulannya. Akan ada berapa banyak rupiah yang bisa aku alihkan untuk kebutuhan lainnya? Mungkin aku harus membuat kebijakan baru.
Sudut bibirku terangkat keatas begitu aku meraba deretan buku-buku koleksi Laila. Gadis ini benar-benar drama queen. Dia memiliki banyak koleksi buku novel, bahkan ada buku puisi! Apa dia sempat membaca semua buku ini? Berapa lama waktu yang dia habiskan untuk istirahat makan siang jika dia hendak membaca buku-buku dalam rak yang tak terlalu tinggi ini? Apakah selama ini aku membayar gadis pemalas? Aku meliriknya sekilas, dia menatapku dengan mata lasernya. Oh, aku bisa terbakar seandainya saja mata itu bisa mematik api. Sesuatu yang aku sukai darinya. Temperamennya! Aku harus bisa menundukkannya atau kita bisa memanfaatkannya untuk situasi yang lain yang lebih masuk akal. Semisal dalam child welfare activities?
Damn! Aku tak seharusnya memikirkan hal itu sekarang! Ada yang lebih mendesak!Aku harus membuat Laila menyetujui tawaran ta'aruf dulu. Aku harus membuatnya terkesima kepadaku. Oh, apa yang harus aku lakukan?
Aku membalik tubuhku, Laila mulai mengabaikan keberadaanku. Aku mendekati meja kerjanya, sekali lagi, Laila memang perempuan yang memiliki banyak hobi.
"Dan akuarium?" Aku menaikkan alisku. Dia benar-benar! Apakah dia juga memelihara kucing di rumahnya? Hamster? Atau mungkin tupai? Atau jangan-jangan dia memiliki ular atau bahkan kodok?
Aku mengawasi ikan hias yang berwarna-warni itu, entah ikan apa. Aku bukan penggila ikan tetapi sepertinya ikan itu cukup enak untuk digoreng.
"Jadi ada apa sebenarnya?"
"Aku hanya ingin menjelaskan, bahwa mulai hari ini kamu sudah bebas tugas dari tugasmu sebagai asisten pak Beni. Lina akan menghandle semuanya, " jawabku sambil memainkan pot kaktus yang kurasa tidak menarik. Aku bukan penggila bunga juga. Namun jika Laila menyukai tanaman hias atau bunga-bunga aku tak keberatan membuatkan taman bunga yang indah untuknya, lengkap dengan kebun untuk binatang-binatang piaraannya.
"Aku sudah tahu!" Suaranya terdengar sewot. Oh, kapan dia tidak sewot? Dari semua interaksi kami kurasa hampir semuanya dalam keadaan suasana hati Laila sedang buruk.
"Kamu marah lagi?"
"Tidak, tentu saja tidak. Aku senang malah, dua hari ini aku akan makan gaji buta!"
Oh, she got mad, alright! "Hati-hati, Laila, temperamenmu itu bisa mengusik banyak orang."
"Apa kamu termasuk di dalamnya?"
Aku tertawa pelan lalu duduk di salah satu sepasang kursi kosong di depan meja kerjanya. Menatap ikan-ikan yang berputar-putar seolah mereka diciptakan hanya untuk berputar-putar di dalam mangkok kecil dan menjadi penghibur Laila yang mudah sekali bad mood.
"Hentikan!" pekiknya. Aku mengangkat alis saat memutar kepalaku untuk meliriknya sekilas.
"Apa yang aku lakukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Husband On Progress: Cinta Itu Ada
RomanceOmar, anak laki-laki pertama dan satu-satunya. Keluarganya, lebih tepatnya sang ibu memintanya untuk segera pulang membawa menantu, bahkan telah memilih beberapa kandidat yang menurutnya pantas menjadi menantu dan istri dari putra kesayangannya itu...