'Apapun yang kamu lakukan niatkan karena ibadah kepada Allah, supaya tidak berat dipunggung...'.
.
.
.Laila POV
Aku berencana meminta maaf kepada pak Omar karena kemarin siang aku tidak datang ke restoran Jepang. Sepulang dari acara baby shower Nana aku sedikit tidak enak badan. Badanku panas, dan aku sedikit mual, ditambah lagi malam itu juga aku mens. Aku langsung tidur setelah mandi, dengan kompres panas yang kuletakkan di atas perutku yang nyeri.
Paginya aku juga bermalas-malasan di atas kasur karena nyeri di perutku pindah ke pinggang membuatku sangat tidak nyaman untuk melakukan apapun. Setelah sarapan aku tidur dengan menekuk tubuhku, kedua kakiku di dada, aku memeluknya erat, hal ini mampu meredakan nyeriku, meski hanya sementara. Dan sekali lagi, aku kembali ke alam mimpi dimana aku terbebas dari sakit bulanan ini. Mensku bulan ini sedikit terlambat, mungkin karena aku terlalu stress, maklum banyak tekanan akhir-akhir ini di kantor. Salahkan semua ini pada Mr.CEO yang membingungkan itu.
Aku kembali bangun saat aku merasa tidak nyaman dengan pembalutku, kurasa darah kotorku itu merembes kemana-mana. Berapa lama aku tidur?
Aku bangun dan meraba pantatku, dan benar, basah. Menyebalkan!
Aku buru-buru berlari ke kamar mandi, dan pancuran itu terasa semakin besar. Ah, ini sungguh sangat menyebalkan sekali. Aku sudah berhasil mengotori sprei dan selimutku, dan sekarang aku akan mengotori lantaiku juga.
Intinya aku tidak ingin mengingat kejadian sepanjang hari Minggu kemarin.
Aku baru menyadari pesan pak bos pagi ini ketika aku menerima pesan email dari Lina yang mengatakan bahwa dia sudah selesai membuat materi untuk presentasi untuk meeting siang nanti. Aku hanya perlu mereview apakah ada yang ingin ditambahkan. Terima kasih untuk Lina, dia adalah assisten terbaikku. Satu-satunya. Dan dia memang satu-satunya assistenku.
Kami baru saja menerima proyek baru, renovasi salah satu hotel bintang lima di daerah Menteng, Jakarta Selatan. Aku berencana mengajukan Lina sebagai desainer utama, sesuai tuntunan big bos yang menginginkan Lina untuk menangani proyeknya sendiri.
Aku tiba di kantor lebih awal, tentu saja, aku ingin menemui big bos sebelum memulai pekerjaanku. Aku tak ingin memotong jam kerjaku untuk bersantai-santai mengobrol dengan CEO. Apa kata dunia? Mereka mungkin akan mengira aku sengaja membuang waktuku. Meskipun aku sangat ingin bersantai saat ini di rumah. Bermalas-malasan sambil ngemil pizza, es krim dan coklat, intinya semua yang manis-manis. Ah, seandainya saja aku bisa mengambil cuti tiap bulannya saat aku kedatangan tamu istimewa tiap bulan itu. Pasti akan sangat menyenangkan.
Aku menelpon kantor CEO dan bertanya apakah beliau berada di kantor. Dan Alhamdulillah, sepertinya Allah selalu berpihak kepadaku. Mr. CEO yang terhormat sudah duduk manis di kursi berputarnya, mungkin sedang memeriksa dokumen atau sekadar merebahkan punggungnya dan memutar-mutar kursinya seraya berpikir untuk apa uang yang dia dapatkan bulan ini, apakah harus ditabung untuk tabungan yang mungkin terlalu banyak angka nol-nya atau membeli barang-barang yang sudah tidak memiliki tempat lagi di rumahnya, atau pergi jalan-jalan ke tempat wisata tanpa khawatir soal biaya perjalanan dan hotel.
Aku naik ke lantai dimana singgasana pak Omar berada menggunakan lift, tentu saja.
"Assalamualaikum. Saya, Laila dari desainer interior dari lantai tujuh yang tadi telpon." Sapaku begitu aku menghadap salah satu meja yang ada di ruangan di luar pintu yang bertuliskan CEO. Ada dua orang yang duduk di belakang meja, satu tepat di samping pintu, satu lagi agak jauh. Aku memutuskan untuk mengusik yang dekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Husband On Progress: Cinta Itu Ada
RomanceOmar, anak laki-laki pertama dan satu-satunya. Keluarganya, lebih tepatnya sang ibu memintanya untuk segera pulang membawa menantu, bahkan telah memilih beberapa kandidat yang menurutnya pantas menjadi menantu dan istri dari putra kesayangannya itu...