Bab 33: Pasal KUHP

224 13 1
                                    

Laila PoV

"Apa yang sedang kalian bicarakan?" Tanyaku begitu aku bergabung dengan mereka di beranda belakang.

Bau wangi jagung bakar membuatku tergoda. Sayang sekali perutku sudah penuh. Terima kasih untuk Omar yang memaksaku untuk mengabiskan sup ikan kakap yang sangat lezat. Sekarang mungkin aku hanya bisa mencium wanginya saja.

Anya menoleh ke arahku. Dia tersenyum jahil sebelum menarikku untuk duduk dengannya.

"Aku memberitahu mereka bahwa kamu memecatku sebagai bosmu," dengan sopan Omar mewakili mereka untuk menjawab. Aku memutar bola mataku, berusaha untuk tidak memedulikannya, tetapi rasa panas itu menjalar menuju wajahku. Membuatku terbakar malu. Apa dia sengaja ingin membuatku malu? Dan apa dia tidak malu mengatakan hal konyol itu di depan sahabatku?

"Lay, untung bukan aku atasan kamu, kalau aku jadi Bang Omar aku akan menuntutmu," Anya berkomentar.

"Menuntut? Memangnya apa yang aku lakukan?"

"Pasal 335 KUHP, perbuatan tidak menyenangkan!" Jawabnya serius lalu tertawa.

Dan ternyata bukan hanya Anya yang tertawa tetapi semua orang. Meski Omar hanya tersenyum tetapi jelas dia kegirangan mendengar candaan Anya. Dia pasti merasa hal memalukan ini sangat lucu.

"Aku juga bisa menuntutmu, perbuatan fitnah, pasal 331 KUHP," balasku.

"Kamu tahu darimana Lay?" Anya sedikit syok mendengar balasanku itu.

"Kamu, kan, sering bahas itu. Lupa?"

"Oh..." Gumamnya tampak berpikir. Lalu dia cekikikan. "Seharusnya aku merahasiakannya darimu," tambahnya seraya merangkul lenganku.

"Omong-omong, apa yang Bang Omar suka dari Lay?" Tanya Dania penasaran.

Omar melirikku sekilas lalu menatap Dania sekaligus menjawab, "Karena dia Laila."

"Hah!" Dania menatap Omar lalu menatapku. Matanya melebar, dengan alis terangkat.

Saat aku melayangkan pandangan ke Omar, laki-laki itu juga tengah menatapku. Lalu berdiri untuk membantu Rayyan membakar sate.

Aku teringat isi dokumen yang dia kirimkan kepadaku. Sebuah CV lengkap, pandangan tentang pernikahan, rencana selama sepuluh tahun ke depan, benda atau sesuatu yang menjadi favoritnya, mulai dari warna hingga mobil. Aku tak percaya bahkan dia ingin aku segera hamil setelah menikah dengannya!

Ya Allah! Apa yang akan dikatakan orang nanti jika setelah sebulan menikah aku sudah berisi? Dasar laki-laki cabul!

Atau mungkin tidak cabul. Hanya terlalu... Tidak masuk akal dan berbeda saja.

Bahkan Omar menyertakan surat perjanjian pra nikah, yang nantinya harta kami dipisah. Tetapi, dia bersedia untuk menanggung semua beban hidup kami nanti, tentu saja. Dia tidak mungkin memintaku untuk menafkahinya, 'kan? Termasuk juga kebutuhan anak-anak. Anak-anak, Laila?

Sepertinya virus laki-laki itu sudah menular kepadaku.

Omar mengatakan tidak akan ikut campur tangan terhadap kekayaan yang aku dapat. Dan yang lebih membuatku tercengang, jumlah nafkah yang aku terima nanti sebagai istrinya. Bagiku yang terlahir dari keluarga sederhana yang dibesarkan di desa, jumlah tersebut sangatlah fantastis!

Aku tidak bisa membayangkan apa pendapat ibu, bude bahkan Anya maupun Dania. Pasti mereka akan menyuruhku untuk menikahi laki-laki ini besok pagi jika mereka sampai tahu.

"Hei, jadi siapa yang akan kamu pilih? Bang Omar apa Arial?" Bisik Anya lirih.

Aku meliriknya, "Menurutmu siapa yang harus aku pilih?" Balasku.

Husband On Progress: Cinta Itu AdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang