Omar POV
Entah apa yang dipikirkan ayah saat beliau meminta Noora untuk ikut denganku mengantar Laila pulang ke apartemennya. Mungkin ayah masih tidak percaya sepenuhnya kepadaku. Entahlah, aku tak mau ambil pusing. Ini juga akan membantu. Keberadaan Noora akan membuat suasana yang lebih masuk akal bagi kami, Laila dan aku maksudnya. Setidaknya kami tak akan begitu canggung hanya dengan duduk diam hingga kaki kami tiba di tempat tujuan atau lebih buruk lagi jika Laila ingin melanjutkan perdebatan kami sebelumnya. Aku rasa untuk saat ini aku masih belum siap. Aku membutuhkan sedikit lebih banyak waktu untuk memikirkan apa yang harus aku jelaskan kepada Laila, bahwa aku murni tertarik untuk menjadikannya istriku karena menurutku, dialah yang paling sesuai dengan keinginanku pada seorang perempuan yang akan menjadi istri dan ibu dari anak-anakku kelak.
Bisakah Laila mengerti?
Aku menarik napas ringan, melirik Laila dan Noora yang terlibat percakapan ringan yang asyik, hingga keduanya terus tertawa atau sekadar tersenyum disela-sela percakapan yang mereka lontarkan melalui kaca spion. Apakah mereka bisa sedekat itu? Demi Allah, ini pertama kalinya mereka bertemu, namun lihatlah kedekatan mereka, seolah-olah mereka adalah teman lama yang hilang.
Aku bisa melihat dengan jelas kedua lesung pipi Laila muncul tenggelam, kulit pipinya yang putih merona sesekali memerah, sesekali pula dia tertunduk malu atau sekadar mengalihkan perhatian ke luar jendela saat Noora menjejalinya dengan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin tidak masuk akal. Aku tak begitu banyak menangkap pembicaraan mereka karena aku juga sibuk mengendalikan mobil agar kami selamat sampai tujuan.
Entah apa yang mereka bicarakan?
Duduk berdampingan di kursi belakang, aku layaknya sopir yang hanya bisa menguping sesekali percakapan mereka karena bagaimana pun, aku harus lebih fokus terhadap jalanan di depanku daripada mendengarkan mereka bergosip.
"Kak, kapan bang Omar menembak kakak?"
Aku mendengar suara Noora yang sarat dengan keingintahuan. Gadis tengil itu! Bisa-bisa dia bertanya seperti itu, lebih-lebih saat aku ada bersama mereka. Apa mereka benar-benar menganggap aku hanya seorang sopir yang sama sekali tidak pantas mendapat perhatian mereka?
Noora, lihat saja nanti!
Aku memasang indra pendengaranku lebih tajam, apapun yang Laila katakan dalam menjawab pertanyaan adikku, aku harus menangkapnya. Aku harus benar-benar memastikan bahwa jawaban Laila.
"Menembak?" Laila balas bertanya, kurasa pipinya kembali memerah, senyum malu-malu itu membuatnya terlihat semakin menarik, aku berharap akulah alasan mengapa dia tersenyum. "Kamu pikir abangmu berburu?"
Jawaban yang bagus, aku menahan tawaku dan mengalihkan perhatianku dari kaca spion menuju jalanan kembali.
"Lah, iya! Bang Omar, 'kan sedang berburu kakak!"
Adikku yang tidak tahu adab itu dengan seenaknya saja mengatakan aku berburu. Awas saja nanti. Aku akan memberinya pelajaran. Apalagi saat dia menghilang dibawah pengawasanku, aku semakin ingin memberinya pelajaran. Aku belum melupakan kejadian beberapa waktu lalu saat dia kabur dengan laki-laki yang aku curigai adalah seseorang yang aku kenal. Aku belum memastikannya. Namun aku akan segera mendapatkan jawabannya. Aku pastikan itu. InshaAllah.
Tawa Laila pecah mendengar pernyataan Noora yang asal. Dikiranya Laila itu rusa apa? Ya, katakanlah aku memang sedang melakukan pendekatan terhadap gadis yang sulit itu, lalu apakah apa yang aku lakukan bisa disebut berburu? Tidakkah hal itu terlalu vulgar?
"Kamu bisa saja, kamu lucu sekali." Laila tak menanggapi ucapan adikku dengan serius dan aku bersyukur karenanya. Jujur aku tak ingin adikku mengetahui mengenai masalah percintaanku. Percintaan? Oh, aku tidak tahu apa yang sebenarnya aku rasakan kepada Laila. Cinta, kah? Entahlah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Husband On Progress: Cinta Itu Ada
RomanceOmar, anak laki-laki pertama dan satu-satunya. Keluarganya, lebih tepatnya sang ibu memintanya untuk segera pulang membawa menantu, bahkan telah memilih beberapa kandidat yang menurutnya pantas menjadi menantu dan istri dari putra kesayangannya itu...