🌼Laila POV🌼
Sabtu yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Pagi ini sangat cerah, langitnya tampak bersih dari awan mendung namun tetap berawan. Putih bersih dilatari langit biru, seperti taburan kapas atau mungkin tampak seperti busa ombak di lautan. Sedikit berbeda dari hari biasa mengingat bulan ini masih musim penghujan.
Aku tidak pergi nge-gym ke tempat biasa aku pergi setiap harinya, karena aku harus pergi ke rumah Nana jam sembilan nanti, sementara aku belum membungkus hadiah untuknya juga Oreo Bun. Aku telah memilih sebuah buku yang berisi nama-mana bayi islami yang modern untuk Nana dan sebuah baju mungil yang imut untuk Oreo Bun, yang belakangan aku ketahui adalah calon Nana kecil yang mungkin sama cerewetnya dengan ibunya. Dan tentu saja aku belum mandi. Oleh karena itu aku hanya melakukan yoga ringan selama kurang lebih dua puluh menit.
Aku menyiapkan sarapan ringan agar aku tak terlalu kenyang saat berada di acara baby shower nanti supaya aku bisa makan banyak kue yang Nana janjikan. Jadi aku hanya membakar roti dan mengolesinya dengan selai cokelat farovitku, Nutella. Namun sayangnya, perutku yang rakus masih keroncongan, jadi aku mengambil sebuah pisang Cavendish yang juga merupakan buah kesayanganku selain anggur. Aku selalu menyempatkan diri untuk membeli pisang itu setiap kali pergi ke supermarket.
Saat aku mengunyah pisang terakhir di mulutku, kulirik jam tanganku yang ternyata menunjukkan jam delapan lebih empat menit, hal itu tentu saja mengejutkanku. Aku buru-buru mematikan tivi, membereskan meja, dan membawa piring kotor, dan menaruh Nutella kembali ke tempatnya, di dalam kabinet di dapur.
Setelah selesai mencuci piring, aku kembali ke kamar untuk mandi. Tak lama, hanya lima menit, percayalah padaku, aku bisa saja menghabiskan berjam-jam berendam di bak mandi, namun jika diburu waktu, aku hanya akan membasahi tubuhku, melumurinya dengan sabun dan membilasnya dalam waktu yang singkat, sesingkat-singkatnya. Aku adalah orang yang sangat fleksibel.
Aku mengenakan gaun atau lebih tepatnya gamis sederhana berwarna hijau tua yang jatuh di bawah lutut yang dipadukan dengan celana jeans hitam dan kerudung sama hitamnya, dan... sepatu kesayanganku, boots hitam berbahan kulit sintetis yang aku beli saat diskonan akhir tahun lalu, dengan hak sekitar tiga senti. Nana tidak mengatakan apapun soal dress code jadi kupikir aku bisa mengenakan apa saja.
Berdandan apa adanya, aku hanya mengenakan pelembab dan bedak tipis, lip balm Dan sedikit Kohl di sudut mataku, agar terkesan tajam. Aku baru saja akan merapikan alisku, dengan menambahkan pensil alis untuk sekadar menebalkan, sebenarnya alisku sudah tebal, hanya saja aku merasa kurang puas, aku ingin memiliki alis seperti gadis-gadis India yang melengkung sempurna, hanya saja karena faktor gen yang berbeda aku memiliki alis aneh seperti milik almarhum ayahku, ketika ponselku berdering.
Aku menghela nafas, ah, biarkan saja. Siapa juga yang bakal peduli kalau aku memiliki alis Sinchan atau Doraemon!
"Assalamualaikum," sapaku begitu ku geser ke kanan layar ponselku.
"Waalaikumsalam, Laila, kamu dimana? Ini sudah jam berapa? Acaranya jam sepuluh!" Nana sepertinya kesal kepada suaminya lalu dia melampiaskannya padaku.
"Maaf, Na. Ini aku masih otw ke tempat mu." Balasku berharap mampu meredam apapun perasaan yang Nana rasakan saat ini.
"Otw? Kamu sudah di jalan, mau jalan apa masih dandan?" Komentar Nana sedikit sinis. Dia tahu persis seperti apa aku ini.
"Haha.." aku tertawa mendengar ucapannya itu, tentu saja Nana tidak akan menjadi sahabat karibku kalau dia tidak memahamiku. Otw yang kumaksud adalah saat dimana aku sedang bersiap-siap untuk pergi. Semisal masih mandi atau dandan seperti saat ini. "Iya, maaf-maaf, ini aku masih mau bungkus kado dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Husband On Progress: Cinta Itu Ada
RomansaOmar, anak laki-laki pertama dan satu-satunya. Keluarganya, lebih tepatnya sang ibu memintanya untuk segera pulang membawa menantu, bahkan telah memilih beberapa kandidat yang menurutnya pantas menjadi menantu dan istri dari putra kesayangannya itu...