Bab 16: Souvenir Emas Batangan

294 19 0
                                    


Laila POV

Malam itu aku hampir lupa jika aku ada janji dengan Omar untuk pergi makan malam. Aku hampir saja akan pergi keluar untuk belanja bersama teman kuliahku dulu, ketika aku teringat pesan WA yang dia kirimkan sejam yang lalu. Dia mengatakan akan menjemputku usai salat Maghrib karena ada kemungkinan Jakarta akan macet sementara dia tak ingin terlambat menghadiri makan malam yang menurutnya adalah makan malam spesial. Entah se-spesial apa? Mungkin pakai telur.

"Maaf, ya," gumanku kepada temanku melalui sambungan telepon WhatsApp. "Gimana kalau besok Sabtu saja?" Imbuhku,  berharap temanku itu akan menyetujui, hari Sabtu ini aku belum memiliki rencana.

"Iya, nggak apa-apa, deh," Sahut temanku meski suaranya agak kecewa  tetapi dia tetap menyemangatiku kalau bukan menggoda. "Kamu dandanlah yang cantik, jangan membuatku malu," Kelakar Anya. Temanku yang juga berstatus sama denganku, single.

Aku tertawa pelan, "Kalau sudah cantik, dandan atau enggak ya tetep cantik. Yang susah itu kalau sudah terlanjur tidak cantik, di-apa-apain ya, tetep aja."

"Hush, jangan gitu, sekarang yang jelek tinggal kumpulin uang buat pergi ke dokter bedah, pulang-pulang hidung mancung, pipi tirus, bibir seksi, kamu jangan menghina orang jelek apalagi yang banyak duitnya!"

Kami tertawa bersama.

"Lah, emangnya aku menghina? Sudahlah, eh, ngomong-ngomong, kamu kapan nikah?" lanjutku setelah selesai dengan tawaku.

"Jangan mulai kamu! Kamu aja belum!"

"Tunggu jangan sewot dulu, jadi tadi bosku bertanya padaku, aku mau nikah, nggak? Menurutmu dia itu sedang menghinaku atau apa?"

"Jangan buru-buru marah dulu, lagipula yang bertanya seperti itu bukan bosmu saja, kan?"

"Ya, nggak juga. Beberapa orang yang kepo juga tanya-tanya soal status perkawinanku. Seolah hal itu ada hubungannya dengan mereka saja?" sahutku sewot.

"Makanya buruan nikah. Biar tidak dihina orang!"

"Kalau menikah seperti memilih baju, aku akan mengumpulkan uang sebisaku untuk membeli baju yang paling aku sukai," kelakarku.

Anya tertawa, "Benar juga, mereka itu tidak mengerti betapa susahnya menjadi single. Apalagi yang sejak lahir sepertimu!"

"Heh, tutup mulutmu itu. Memangnya kamu belum memiliki rencana untuk menikah? Itu, teman sekantormu yang mendekatimu itu bagaimana kabarnya?"

"Alah, dia itu banci! Masih takut berkomitmen katanya, belum siap menjadi suami, tapi sudah siap tidur dengan perempuan! Dasar hidung belang, kamu harus hati-hati, Laila. Jangan pernah melakukan hubungan suami istri di luar pernikahan meski mereka berjanji akan menikahimu."

"InshaAllah, tidak. Nauzubillah. Lagipula, sekarang banyak juga cowok matre. Aku jadi ngeri sendiri," sahutku.

"Iya, kamu benar. Pilihlah laki-laki yang masih menyukaimu meski kamu tidak berdandan."

"Iya, InshaAllah. Eh, ngomong-ngomong, kamu ada temen nggak yang mau mengantikan apartemen sementara?"

"Aku ada, sih. Coba nanti aku tanyakan ke orangnya dulu. Soalnya dia berencana cuma tinggal sebentar di Jakarta, ya daripada tinggal di hotel, akan lebih hemat kalau tinggal di apartemen."

"Betul sekali, makanya jangan lupa kabari aku. Senin ini aku pindah ke Bogor."

"Oke siap."

"Ya, sudah. Kalau begitu kita lanjutkan nanti, aku harus siap-siap."

"Dandanlah yang cantik, siapa tahu bosmu lagi cari istri? Kamu bisa daftar!"

"Daftar! Daftar! Memangnya semudah itu. Lagipula nama mungkin orang setampan dia itu masih sendiri, kamu jangan ngaco!"

Husband On Progress: Cinta Itu AdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang