40. Menendang Batang

83 9 1
                                    

"Dia tidak bisa memberikan aku anak," jawab Jungkook.

Aku mengerutkan keningku dan berkata. "Bodo amat mau jalang itu ga bisa punya anak atau apa, itu bukan urusanku!" kekeh aku yang sama sekali tidak memiliki rasa iba pada jalannya Jungkook.

"Yoona, dia itu kakak kamu. Kenapa kamu mengatai dia jalang?" tanya Jungkook yang sedikit heran dengan tingkahku, karena biasanya diriku tidak pernah mengatai kakakku dengan sebutan itu.

Aku hanya sedikit tertawa mendengar pertanyaan Jungkook, lalu aku mengatakan. "Bukannya dia memang jalang? Bisa-bisanya mengangkang dengan adik iparnya sendiri," jawabku yang seolah merendahkan kakakku sendiri.

"Yoona, tidak baik seperti itu!" sentak Jungkook.

"Sekarang gini deh," ucapku sambil menyentuh kedua pundaknya Jungkook. "Wanita yang sering mengangkang pada banyak pria itu namanya apa? Jalang kan? Atau pelacur?"

Jungkook melepaskan tanganku. "Sudah, malas aku berdebat denganmu!" Jungkook mulai kesal.

"Ya sudah," aku ingin melangkah keluar dari kamar, tapi tiba-tiba saja Jungkook menarik tanganku membuatku langsung jatuh dalam dekapannya.

Seketika, aku dan Jungkook saling menatap satu sama lain. Kali ini detak jantungku biasa saja saat di hadapannya Jungkook, biasanya detak jantungku berdebar kencang dan sangat tidak karuan.

Apa ini pertanda jika diriku sudah tidak mencintai Jungkook? Apa aku sudah benar-benar membenci Jungkook? Tapi kenapa secepat ini, pikirku.

Dengan cepat, aku mendorong tubuh Jungkook dan dia mulai sedikit menjauh dari tubuhku. Namun, tatapannya masih tajam saat menatapku.

"Aku akan tetap mengambil hak asuh kembar," kata Jungkook dengan percaya diri.

"Haha, hak asuh? Apa aku tidak salah dengar? Bahkan dirimu tidak pernah mengurus kembar selama ini," ucapku sambil menyindir dirinya.

Jungkook menghampiriku dan mencekam daguku, lalu dia berkata. "Apa susahnya kau merelakan kembar padaku?" tanya Jungkook dengan mata yang menyala, tatapannya seperti akan menerkam mangsanya hidup-hidup.

Aku langsung menginjak sebelah kakinya Jungkook dengan kasar. "Sampai aku mati, aku tidak akan merelakan kembar dengan daddy biadab seperti kamu!" jawabku dengan suara berteriak.

"Aw, dasar gila!" Jungkook mengumpat saat kakinya merasa sakit.

"Gila itu kau, brengsek! Pergi kau dari rumah ini!" Saking kesalnya, aku memberanikan diri untuk mengusir dirinya dari rumah ini.

"Aku akan pergi dari sini tapi kau harus menandatangani perceraian kita dulu!" Jungkook kekeh ingin mengambil hak asuh.

"Bodo amat, sampai aku mati tidak akan menandatangani semua itu!"

"Ya sudah, kalau gitu berikan aku anak lagi. Lalu kita bercerai, simpel kan?" Jungkook mengedipkan matanya padaku.

Sungguh, dia membuatku sangat jijik. Aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalaku dan melangkah pelan menuju kamar mandi.

"Kau sakit jiwa, mana ada sebelum bercerai membuat anak terlebih dahulu? Tidak punya urat malu kau!" aku masih menggeleng-gelengkan kepalaku.

Aku sudah ingin membuka pintu kamar mandi, tapi tiba-tiba saja Jungkook menahan tanganku dan menarikku sampai ke atas kasur. Jungkook menindihku dengan napas yang memburu, dia juga sudah mulai menggesek-gesekkan batangnya yang sudah menegang pada area inti tubuhku.

Making Love ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang