9: "Cukup Teman"

84 12 5
                                    

Joan hanya bisa membeku. Dia Nadhif, bukan Bagas. Ingat, Jo! batinnya terus menguatkan diri sendiri.

Namun, apa yang dilakukannya malah mengingatkan saat Bagas masih ada, bahkan ia pernah berada di posisi Nadhif sekarang untuk menyemangati.

Satu sekolah merasa iri dengan gadis bernama Joan. Ia mendapatkan ganti dari laki-laki yang sangat disayanginya. Di mata mereka antara Bagas dan Nadhif tidak jauh berbeda. Ramah, baik, sopan, dan pintar tentunya.

Tubuh Joan semakin terasa kaku ketika nama Nadhif dipanggil ke tengah lapangan dan berdiri tepat di sampingnya.

"Satu kebanggan juga karena ananda Nadhif pindah ke sekolah kita, jadi Joan tidak akan sendiri untuk memberikan pelajaran baru kepada kita semua," ucap kepala sekolah dengan senyuman khasnya.

Suara tepuk tangan memenuhi seluruh lapangan. Ada juga rasa bangga karena Jian dan Mahendra membawa prestasi dari sekolah yang mereka tempati selama tiga bulan terakhir.

"Jo, lo gak apa-apa?" Jian berbisik saat mendapati Joan mencoba memaksakan senyuman.

"Gak apa-apa kok."

Berbeda dengan siswa lain, Jian tidak terima jika Nadhif masuk ke kehidupan temannya. Di tengah lapangan yang terik itu, rasanya dia ingin melayangkan tinju pada laki-laki yang tidak berhenti menatap Joan. Padahal sudah jelas temannya merasa risih.

Ketika semua perhatian masih terfokus kepada Yusril, Jian menukar posisinya dengan Joan. Menarik tangan gadis itu ke sampingnya seraya memamerkan senyuman khasnya.

"Panas siang sehat buat lo," bisik Jian.

Joan hanya bisa tersenyum dengan ulah temannya, termasuk salah satu siswa yang berdiri di dalam barisan sambil mengacungkan jempol ke arah Jian.

"Kamu ngapain?" bisik Nadhif saat mendapati perempuan di sampingnya sudah berganti. Dia pun melirik name tag perempuan bermata sipit di sebelahanya. "Jian," gumamnya, membuat si pemilik nama langsung menoleh.

"Apa?"

"Kembaran Joan?" tanya Nadhif pensaran. Namun, pertanyaan itu tidak mendapatkan jawaban karena Yusril menyudahi kalimatnya dan meminta satu persatu di antara mereka untuk menyampaikan kegiatan yang akan dilakukan beberapa bulan ke depan.

"Silahkan, salah satu di antara kalian untuk mewakili," titah Yusril.

Sesuai dengan kesepakatan mereka sebelumnya, Joan yang akan menyampaikan program mereka berempat.

"Selamat siang teman-teman semua. Tanpa memperpanjang kalimat, saya langsung masuk ke intinya saja. Karena kami baru kemarin dipulangkan dan belum melakukan diskusi, jadi untuk program secara rinci belum kami susun. Namun, gambaran besarnya kami akan menjadikan sekolah ini sebagai sekolah dengan siswa terbaik ke depannya dengan menggabungkan apa yang kami dapatkan selama tiga bulan terakhir," jelas Joan dan matanya menatap ke arah Nadhif. "Untuk teman kami, saudara Nadhif ada yang akan disampaikan juga?" tanyanya dengan wajah tenangnya.

Nadhif memeprlihatkan senyumnya dan maju satu langkah. "Selamat siang, mungkin semuanya tidak asing dengan wajah saya, tapi sebenarnya saya orang yang berbeda. Saya Nadhif, lebih tepatnya kembaran Bagas. Dan posisi saya sekarang hanya sebagai murid pindahan yang kebetulan dulu satu sekolah dengan Joan, jadi peran saya hanya membantu teman-teman di sini untuk melaksanakan program yang sudah mereka rencanakan."

Barisan dibubarkan setelah mendapat intruksi dari Yusril dan menyuruh para siswa kembali ke dalam kelas masing-masing, begitu juga dengan mereka berempat.

"Nanti pinjam ruangan OSIS, ya," ujar Yusril. "Atau di ruangan PKS/UKS ada yang kosong gak, Jo?"

Joan tidak bisa memastikan apalagi dia belum berkomunikasi dengan Alby selaku kepala organisasinya.

HIRAETH (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang