33: "Peran Masing-Masing"

40 7 1
                                    

Tidak ingin memperpanjang masalah, Joan hanya perlu pengakuan Nadhif dan mengakhiri semuanya dengan baik. Namun, dia malah menghilang dan tidak menampakkan diri selama beberapa hari setelah kejadian itu. Bahkan, ponselnya pun tidak dapat dihubungi.

Sekarang tidak ada yang menyalahkan Joan lagi. Yera mungkin saja masih sibuk dengan sekolahnya atau sedang di masa pemulihan. Sedangkan Alby, dia tidak banyak bicara dan pulang lebih awal dari temannya yang lain.

"Anggap aja urusan kalian udah selesai, Jo. Sekarang lo bisa tenang," ucap Angga saat berada di parkiran.

"Terus lo gimana?" tanya Joan karena dalam waktu yang bersamaan bukan dia saja yang mempunyai masalah dengan pasangan, melainkan Angga dan Hana juga.

Laki-laki itu hanya menarik napas pelan dan mengangkat bahunya sambil tersenyum. "Berat milih, Jo. Mungkin ini yang terbaik buat Hana juga."

Sudah berulang kali Joan memberi masukan kepada keduanya, tetapi keputusan tetap ditangan mereka. Beda lagi dengan Jian, hubungan bersama Alby masih baik-baik saja, tetapi laki-laki itu jarang sekali memberikan waktu kepada pacarnya dan untung saja Jian orang yang sabar. Ah, tidak ada yang lancar hubungan mereka semua.

"Lucu gak, sih." Joan tiba-tiba terkekeh. Membuat Angga kebingungan. "Di umur segini kita udah bingung mikirin masalah perasaan, ngabisin waktu untuk urusin ini itu, sampai kita lupa sebenarnya masa kita sekarang adalah masa yang paling penting untuk bangun masa depan nanti," jelas Joan.

"Ck, serius amat lo, Jo. Tapi, kalau gak ada hal yang kayak gini, masa SMA kita gak berwarna." Angga ikut terkekeh. "Masalahnya lagi, kisah kita sekarang pun gak sembarang kisah. Lo dibuat bingung sama kembaran almarhum pacar lo sendiri dan gue, gue dilema banget sama first love yang masih gue sayang, tapi gue naruh perhatian sama Hana," sambungnya, lalu mengembuskan napas dan berakhir dengan pukulan keras di punggungnya.

"Aih, sakit, Jo!" teriaknya.

"Maruk lo!"

Laki-laki itu malah tersenyum karena dia pun bingung dengan perasaannya sendiri.

"Sana lo pulang! Tukang ojek lo udah datang, tuh," tunjuk Angga ke arah motor Jeffrian yang mendekat ke arah mereka.

"Tukang ojek!" bentak Joan tidak  terima, padahal dia sering menyebut Jeffrian begitu.

Sapaan singkat antara Jeffrian dan Angga, lalu mereka sama melanjukkan motor dengan arah yang berbeda.

Beberapa hari ini Joan sering menyusahkan Jeffrian, padahal laki-laki itu tengah disibukkan dengan prakteknya di sekolah. Namun, dari dia pun tidak meresa keberatan.

"Jadi hubungan lo gimana?" tanya Jeffrian karena dia sangat hafal, jika Joan bersama dengan Angga atau Arion, sudah dipastikan sedang mengurus masalah percintaan.

"Abis berantem itu, dia gak ada kabar, Jep," ucap Joan dengan lemah di belakang.

"Ck, gak laki banget dia," decak Jeffrian. "Emang lo ngomong apa, sih, sampai bikin laki-laki takut sama lo?" tanya Jeffrian penasaran.

Joan menceritakan secara detail apa yang terjadi hari itu. Sebelumya Jeffrian sudah tahu, tetapi dia tidak berniat mendengarkan penjelasan panjang lebar yang berhubungan dengan Nadhif.

Ketika Joan menceritakan bagaimana Angga saat itu, Jeffrian langsung menepikan motornya dan berbalik menatap Joan.

"Serius temen lo yang tadi bilang gitu?"  Joan mengangguk dengan polos. "Kalian gak tahu gimana sensitifnya perasaan orang kembar?" tanya Jeffrian dengan raut wajah yang berbeda.

"Kenapa? Lagian kalau gak gitu dia gak sadar, gitu kata Angga."

Jeffrian mengembuskan napasnya, memang dia terlihat cuek, tetapi hatinya bertolak belakang dengan hal itu.

HIRAETH (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang