24 : "Alasan"

35 8 4
                                    

Joan merasakan jika dirinya berubah. Namun, temannya tidak protes akan hal itu dan mereka malah menerima kehidupan baru yang tengah dijalaninya.  Walau seperti itu, Joan pun menganggap itu tidak terlalu buruk. Ia dapat merasakan indahnya hidup masa remaja.

Setelah perdebatan dua hari yang lalu, Joan dan Nadhif sudah berbaikan kembali. Mereka hanya manusia keras kepala yang bersatu karena sebuah kerinduan.

"Bagas dulu gak kayak lo, deh," gumam Joan saat menaiki motor Nadhif.

Laki-laki itu menaruh kembali helm yang akan digunakannya dan melirik Joan dari kaca spionnya. "Mau lo kayak gimana?" tanyanya dengan nada kesal.

"Bagas gak pernah sama gue hanya karena hal sepele, semua bakal dia bawa becanda."

Kali ini Nadhif memutar bola matanya, dia semakin kesal dengan perempuan yang ada di belakangnya.  "Kita baru baikan, Jo, jadi jangan bikin gue marah."

Joan menghela napas pelan dan menyudahi perbandingannya. Padahal sebelum menjalin hubungan, Nadhif selalu mengatakan untuk membayangkan jika dia adalah Bagas, tetapi sekarang?

Ck, entahlah, batin Joan. "Jadi, mau antar gue atau gak?" tanya Joan.

Nadhif hanya berdeham untuk mengiakan dan memasang helmnya. Bukannya langsung pulang, dia membawa Joan berkeliling kota untuk menghabiskan waktu bersama. Rutinitas sebelum mengantarnya pulang. Padahal, beberapa waktu yang lalu laki-laki itu terlihat kesal kepada Joan.

Joan melingkarkan tangannya pada pinggang Nadhif dan menaruh dagunya di bahu laki-laki yang ada di depannya. Namun, yang ada dalam bayangan Joan sekarang adalah Bagas.  Ah, dia tidak bisa dilupakan begitu saja.

"Mau makan dulu atau jajan?" tanya Nadhif.  Sejenak Joan terdiam, dia masih memikirkan tentang Bagas. "Jo," panggil Nadhif karena pacarnya tidak kunjung menjawab pertanyaannya.

"Eh, apa?"

"Ck, mikirin apa, sih? Gue masih di sini, kalau mau mikirin gue nanti aja."

"Kepikiran nanti alasan apa lagi yang harus gue bilang sama ayah," jawab Joan asal, tetapi tidak berbohong karena setiap pulang telat dia selalu menyiapkan alasan yang akan ia berikan kepada Syarif.

Nadhif menurunkan laju kecepatan motornya. "Emang gak bisa terbuka sama ayah kalau kita pacaran?" tanyanya.

"Kalau gue jujur pacaran, uang jajan akan berhenti mengalir. Si ayah itu tegas orangnya."

"Serem juga," balasnya lalu menghela napas.

Tujuan terakhir mereka selalu makam Bagas. Masing-masing akan membisikkan sesuatu di sampingnya, rahasia yang tidak pernah mereka ungkapkan. Joan pernah bertanya, apa yang dikatakan Nadhif saat bertemu dengan Bagas, tetapi laki-laki itu tidak mengatakannya.

Kali ini, Joan memilih pergi lebih dulu setelah membersihkan daun yang berserakan di atasnya.

"Hari ini mulai berjalan kayak biasa dan dengan adanya Nadhif, mereka pada bungkam. Maaf, aku jadiin kembaran kamu buat lampiasin rasa kangen sama kamu," bisiknya sebelum pergi.

Setelah beberapa langkah, Joan berhenti dan menoleh ke belakang. Masih dengan posisi yang sama dengan hari sebelumnya. Nadhif merangkul batu nisan Bagas seakan kembarannya berada di sampingnya. Entah apa yang dia katakan, tetapi Nadhif terlihat tengah tersenyum, lalu tertawa.

Kalimat yang pernah dikatakan Arion sesekali masih terngiang. 'Lo yakin kalau dekatnya lo sama Nadhif gak ada maksud lain? Masalahnya, kalian gak saling kenal sebelumnya dan tiba-tiba dia datang, lalu gantiin posisi Bagas buat lo.'

Terkadang Joan ingin bertanya perihal itu kepada Nadhif, tetapi belakangan ini dia terlalu sensitif dengan nama Bagas. Sangat bertolak belakang dengan yang terlihat sekarang.

HIRAETH (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang