18

63 5 0
                                    



Lila kembali menoleh pada pria sipit yang sedari tadi duduk di sebelah nya.

"Apasih?" Krisna mengulum senyumnya.

"Aku kira kamu mau nyetir sendiri." Ujar Lila.

"Mau nya sih, tapi nanti capek malah gak sempet ngeliatin kamu." Entah kenapa Krisna jadi semanis ini.

"Manis banget." Alila memutar bola matanya.

Hari ini memang Krisna membawa supir pribadinya. Ia malas untuk menyetir sendiri, Jakarta-Bandung lumayan menguras tenaga apalagi menjelang akhir pekan seperti ini.

Pajero sport Krisna membelah jalan tol yang akan mengantarkan mereka ke kampung halaman Alila.

"La, nanti orang tuamu pasti terima aku?" Tanya Krisna.

"Aku cuma punya ibu kok. Gak punya ayah." Lila meringis.

"Oh?" Krisna menaikkan alisnya.

"Aku di tinggalin ayah sejak kecil." Terang Alila pada Krisna.

"Maaf.." krisna mengusap puncak kepala Lila.

"Gak apa-apa." Lila menggeleng pelan. "Oh iya, nanti kamu langsung pulang, kan?" Tanya Lila. Krisna tersenyum lembut.

"Liburan dulu boleh gak sih?" Krisna menatap Lila.

"B--boleh aja sih. Cuma palingan ya aku gak punya rumah yang bagus. Rumah ku ya alakadarnya."

"Ck, gak apa-apa. Yang penting ada kamu."

"Stop ngomong manis, Kris!" Lila melotot pada Krisna. Krisna hanya tertawa sementara pak Muksin sesekali ikut tertawa mendengar ocehan Lila.


Rumah sederhana yang menjadi tempat tinggal Lila selama ini sudah ada di depan mata. Krisna beberapa kali menelan ludahnya karena panik. Lila sudah melenggang masuk pekarangan yang asri sementara Krisna masih diam di dekat pintu sopir.

"Pak, tarik nafas dalam." Goda pak Muklis. Krisna menipiskan bibir nya.

"Saya butuh Ben kalo lagi kayak gini." Krisna mengusap tengkuknya sementara pak Muksin terkekeh pelan. Krisna melangkah mengikuti Alila yang sudah berdiri di teras rununggu Krisna mendekat.

"Kenapa?" Tanya Lila melihat Krisna terlihat grogi.

"Aku grogi." Gumam Krisna. Lila terkekeh.

Keduanya masuk ke dalam rumah. Ada suara mesin jahit di dalam rumah sepertinya ibunda Lila sedang menjahit pakaian.

"Assalamualaikum, Bu." Lila menghampiri ibundanya, wanita paruh baya berdaster batik itu mendongak.

"Waalaikum salam." Sahutnya.

"Lila! Ya ampun! Ibu gak denger." Wanita bernama Mayang itu menghampiri Lila dan Krisna. Lila mencium tangan Mayang dan pandangan Mayang pun beralih pada Krisna yang tersenyum padanya dan mengangguk hormat.

"Selamat siang bu, perkenalkan saya Krisna." Pria tampan bermata sipit itu menyodorkan tangannya pada Mayang dan mencium tangan Mayang dengan sopan seperti yang Lila lakukan.

"Salam kenal nak. Temannya Lila? Ayo duduk dulu." Mayang mengarahkan Krisna ke kursi rotan sederhana di ruang tamu.

"Ini Krisna bu. Kakaknya Bagas." Lila tersenyum.

"Oalah." Mayang tersenyum.
"Ibu turut berduka ya nak atas kepergian adiknya." Ucap Mayang tulus.

"Terima kasih bu." Krisna mengangguk dan tersenyum.

"Oh ya, udah pada makan? Ibu masak sayur asem, ikan asin tongkol sama sambel." Mayang terbilang tipikal manusia yang apa adanya seperti Lila.

"Mau makan dulu Kris? Ajak pak Muksin sekalian." Lila menoleh pada Krisna.

"Apa nggak ngerepotin?" Tanyq Krisna menatap Mayang dan Lila bergantian.

"Nggaklah! Sebentar ya ibu siapin." Mayang bergegas ke dapur.

"Bu aku bantu ya." Lila sudah akan beranjak mengikuti langkah Mayang namun ibunda itu langsung menoleh cepat.

"Nggak usah. Kamu temenin Krisna aja." Mayang tersenyum lembut.

Akhirnya Lila menurut pada ucapan sang ibu.

"Di sini enak ya, La. Sepi, sejuk gak perlu pendingin ruangan." Krisna menatap keluar jendela rumah Lila.

"Iya makanya aku betah di sini." Sahut Lila.

Mereka pun akhirnya makan siang bersama-sama. Krisna terlihat lahap dengan menu sederhana yang di masak Mayang begitu juga dengan pak Muksin yang tak henti memuji sayur asem buatan Mayang.

Krisna istirahat di kamar Lila dan pak Muksin memilih pergi ke mushola.

Hari sudah menjelang sore saat Krisna terbangun. Terdengar suara Lila sedang menyapu halaman di temani pak Muksin dan Mayang. Krisna membuka jendela dan menatap Lila dari sana. Krisna menoleh pada laci meja rias sederhana milik Lila, tangannya membuka laci yang sedikit terbuka. Ia terkejut sungguh terkejut melihat foto dirinya yang di ambil secara diam-diam pada saat Krisna di kantor dan juga pada saat Krisna tertidur di rumah sakit.

Krisna membisu. Namun ia segera mengembalikan foto tersebut ke tempat semula ketika Lila masuk ke dalam rumah.
Krisna melangkah keluar kamar dan menemukan gadis itu sedang mencuci tangan.

"Eh, udah bangun?" Tanya Lila.

Krisna mengangguk. "Aku mau mandi deh, La. Beli peralatan mandi yuk!" Krisna menyandarkan tubuhnya di pintu yang menghubungkan ruang makan dan dapur.

"Ayo, di dekat sini ada supermarket." Lila mengelap tangannya dengan lap dapur.

"Tapi minum teh hangat dulu ya." Lila menatap Krisna. Pria itu mengangguk.

"Thanks." Krisna menyesap tehnya. Aroma teh tubruk nampak pekat di hidung Krisna, seketika tenggorokan dan perut Krisna menghangat.

"La, kamu pernah suka aku gak?" Tanya Krisna. Seketika Lila membisu.


TANPA WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang