6

79 5 0
                                    

Yang tak Lila ketahui..

"Ya kamu harus kasian sama mama, Gas." Krisna berbicara dengan lembut pada adiknya.

"Iya nanti aku pulang, Bang." Bagas membuang asap rokoknya ke udara. Mereka berdua duduk di kamar Bagas sementara orang-orang Krisna duduk di luar kamar.

Krisna sudah akan pamit.

"Oh ya, orang-orang si Alana masih ngejar kamu?" Tanya Krisna. Bagas mengangguk.

"Kadang sih, cuma ya aku kabur-kaburan aja." Bagas terkekeh.

"Ck, kalo kamu udah merasa gak nyaman kasih tahu aku ya. Aku akan urus si Alana itu." Ujar Krisna geram.

"Waktu itu aja aku sampe di tarik-tarik begini nih." Bagas memperagakan ulah anak buah orang tua Alana. Baru saja ia memperagakan adegan tiba-tiba terdengar suara teriakan dari wanita mungil yang dengan berani membawa sebongkah kayu.

Dia adalah Alila.

"Makan dulu ya." Alila menepuk pundak Bagas yang lagi menonton televisi di kamarnya sendiri. Bagas menoleh pada Alila yang membawa dua piring mie goreng di lengkapi dengan telur dan sayuran.

"Wah kebetulan lagi laper." Bagas menyambut dengan sukacita.

Mereka makan dengan diam. Alana sibuk dengan matanya yang menelisik tiap sudut kamar Bagas. Kesan pertama yang terlihat adalah jelas tak serapih kamarnya. Namun ia tahu Bagas bukan tipikal pria yang suka melihat sesuatu yang berantakan.

"Gas, tadi itu masih suruhan pacar kamu itu?" Tanya Lila.

"Mantan." Bagas meralat. Alila memutar bola matanya.

"Iya, mantan kamu." Ralat Alila.

"Bukan." Sahut Bagas. Alila kemudian menghentikan kegiatannya memotong mie sebelum memasukkan pada mulutnya.

"Lalu?" Tanya Alila.

"Itu kakak ku." Sahut Bagas enteng.

Garpu yang sedang Alila pegang mendadak jatuh.

"NATHAN BAGASKARA!!!!!!" Gadis itu melotot menatap Bagas yang sedang tertawa terpingkal-pingkal.

***

"Lucu ya?" Krisna menggumam.

"Saya?" Tanya Ben, asisten Krisna.

"Ck!" Krisna berdecak kesal.

"Lho?" Ben kembali membeo.

"Kan Pak Krisna lagi sama saya, saya kira---"

"Shut up, Ben!" Krisna memicingkan matanya.

Ben mengangkat kedua tangannya.

"Okay." Sahutnya.

"Tapi serius ya Pak. Tadi temannya mas Bagas itu cantik dan lucu." Ben memancing.

"So?" Tanya Krisna kembali menikmati makan siangnya.

"Dari pada mbak Alana yang super menyeramkan." Cicit Ben.

"Namanya juga perempuan aneh." Sahut Krisna.

Setelah insiden salah sangka tadi, Krisna tak hentinya tertawa mengingat bagaimana tatapan gadis yang Krisna taksir usianya masih di bawah ia dan Bagas itu menyalang padanya. Sekilas Krisna bisa melihat jika seragam yang di kenakan gadis itu adalah salah satu seragam dari pabrik milik keluarganya.

Apa hubungan gadis tersebut dengan Bagas? Itulah yang sedang Krisna selidiki.

Bagas menyenggol sikut gadis yang sedang merengut di sampingnya. Tatapan gadis itu masih sibuk pada ponselnya.

"Masih ngambek?" Tanya Bagas.

"Auk!" Sahut gadis yang rambutnya di ikat sembarang itu.

"Sorry dan thank you." Bagas menahan tawanya.

"Hah?" Lila menoleh.

"Sorry untuk keisengan aku dan thank you untuk kepedulian kamu." Bagas jujur dengan ucapannya.

"Iya. Kamu juga baik sama aku dan mau berteman sama aku." Lila tersenyum manis.

"Kamu juga udah pinjemin pendingin itu ke aku. Berarti kamu juga peduli ke aku, kan?" Lila memiringkan wajahnya dan tertawa pelan.

Bagas menatap manik mata yang jernih di hadapannya.

Seorang gadis yang ia ketahui bekerja sebagai bagian administrasi di pabrik milik keluarganya. Gadis yang bernyali besar dan sangat baik pada siapapun.

Gadis yang membuat Bagas akan menerima tawaran ibundanya untuk terjun ke bisnis keluarga nya. Ia tak ingin kalah dengan semangat Alila yang lelah setiap hari demi menyambung hidup

TANPA WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang