14

63 4 0
                                    

Di Rumah Sakit.

"Indah ya La?" Bagas menoleh pada gadis yang sedang mendorong kursi rodanya.

"Iya cerah banget." Lila mengusap kepala Bagas.

"La, aku mau naik ayunan boleh?" Ujar Bagas.

"Boleh." Sahut Lila.

Dengan sigap Krisna dan Ben mengangkat tubuh Bagas ke atas ayunan dan Lila duduk memeluk pundak Bagas. Pria itu menyandarkan kepalanya dan menggenggam tangan Alila.

Krisna memukul dadanya mengenyahkan rasa sakit melihat pemandangan yang terlalu menyakiti hatinya. Adiknya yang lemah dan sedang menahan sakit yang luar biasa.

"Mama," Bagas menoleh pada Maria yang sedang berada di pelukan Ben.

"Ya sayang." Maria tersenyum.

"Thank you." Ucap Bagas.

"I love you, son." Maria memberikan ciuman jarak jauhnya.

"Bang.." panggil nya pada Krisna.

"Iya Gas?" Krisna menahan tangisnya.

"Aku titip Lila ya. Thank you Bang, selama ini udah selalu ngalah buat bahagiain aku." Bagas tertawa.

"I hate you!" Krisna berjalan cepat memeluk Bagas dari belakang hingga ayunan itu terhenti.

Krisna menangis sejadinya. Menumpahkan kesedihan yang sudah puluhan tahun ia pendam.

Perlahan ia mengayunkan lagi ayunan tersebut dengan Lila dan Bagas yang masih saling pandang.

Lila sudah tak tahu mesti apa selain memandang Bagas sepuasnya.

Bagas mengecup bibir Lila di depan Krisna lalu berpindah ke kening gadis itu.

"I love you. Thank you, La." Bagas menyandarkan kepalanya.

"Aku tidur ya." Gumamnya. Alila mengangguk tanpa mampu bersuara.

Ayunan itu tetap mengayun. Perlahan mata Bagas tertutup, genggaman tangannya pada Alila perlahan mengendur dan terlepas. Lila menangis kencang, ia meratap. Ia menggenggam tangan Bagas dan mengecupnya berkali-kali.

Krisna tak lagi mendorong ayunan tersebut, ia berjongkok lalu duduk bersimpuh. Ia tahu Bagas sudah tak ada. Maria tak sadarkan diri, hanya Ben yang kuat atau memaksa kuat tepatnya.

Dokter dan perawat sibuk memeriksa Bagas dengan tangis Lila yang masih kencang.

"Maaf..." Suara Dokter tersebut membuat tangis Krisna dan Lila semakin pedih.

Nathan Bagaskara, selamat tidur untuk selamanya.

***

Tak banyak yang menghadiri pemakaman Bagas. Hanya keluarga besar dan rengrengan direksi saja.

Maria memeluk foto putranya, Krisna termenung di balik kacamata hitamnya dan Ben di sampingnya yang setia mengusap bahu bosnya. Lila duduk termenung dengan Berlian di sampingnya. Mas Oki juga di sana dan tertunduk lesu.

Pemakaman usai, Lila kembali ke rumah Bagas.

"Mama, aku pamit."Lila menangis di pangkuan Maria. Wanita paruh baya itu memeluk Lila.

"La, tolong kembali ya." Maria mengusap kepala Lila. Gadis itu mendongak dan mengangguk.

Lila mencari Krisna yang sedang berada di kamar Bagas. Pria itu berdiri mematung menatap foto dirinya dan Bagas.

"Pak, aku pamit ya." Lila berbicara pelan berusaha tak mengagetkan Krisna.

"Oh? Iya." Krisna mengusap air matanya.

"Pak.. Aku mau pulang kampung dulu." Beritahu Lila.

Krisna terperanjat

"Aku perlu waktu dan menyembuhkan diri." Lila tersenyum.

Krisna tak bisa berbuat banyak. Ada luka yang jelas terlihat menganga di hati ia dan Lila.

"Ya udah, tapi nanti kembali ke kos itu ya. Aku udah bicara sama pemilik kos dan aku udah membelinya."

Lila menghela nafasnya mendengar ucapan Krisna.

Lila mendekat dan menelusupkan tangannya ke tubuh Krisna. Ia memeluk pria itu.
Krisna mengerjapkan matanya.

"Maaf ya aku gak bisa ada di sini." Lila mendongak. " Terlalu sakit." Imbuh Lila.

Krisna menghela nafasnya dan membalas pelukan Lila.

"Kembalilah kalo kamu sudah siap. Aku tunggu." Bisik Krisna.

Hari itu terakhir kali Krisna melihat Lila. Setelah gadis itu pergi, tubuh Krisna ambruk, ia menangis tersedu.

Ben menyandarkan tubuhnya di balik pintu.

"Cinta bisa melukai siapapun." Gumam Ben lirih.

TANPA WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang