19

61 5 2
                                    

"Hah?" Lila melongo.

"Lupain aja deh!" Krisna terkekeh.

Malam pun tiba.

"Ibu masakannya enak-enak ya!" Krisna sumringah menikmati ayam goreng, sayur sop sederhana dan perkedel jagung yang gurih dan hangat.

"Ah, biasa aja nak. Karena dulu saat Lila masih sekolah, Lila selalu bawa bekal. Uang jajan yang pas-pasan membuat kami harus hemat. Dulu waktu Lila PKL juga selalu bekal. Akhirnya teman-temanya minta supaya ibu masak untuk mereka juga." Mayang bercerita panjang lebar. Lila hanya tersenyum namun entah kenapa ia terlihat sedikit gugup.

"Dulu menu favorit mereka nasi goreng tanpa kecap buatan Lila." Sambung Mayang.

Krisna menatap Lila yang entah kenapa seperti menghindari tatapan mata Krisna.

Pak Muksin sudah terlelap di ruang televisi, Mayang ke rumah pak RT untuk lapor jika ada tamu yang menginap di rumahnya. Alila dan Krisna duduk di teras menikmati teh hangat yang baru saja di buatkan oleh Lila.

"Kamu gak apa-apa tidur di kamar aku?" Tanya Lila.

"Ya gak apa-apa, kamu keberatan?" Tanya Krisna. Lila menggeleng.

"Oh ya, La. Kamu gak ada niat untuk kerja lagi di Jakarta?" Tanya Krisna.

"Belum tahu sih," Lila menjawab dengan gamang.

"Kerja di tempat aku aja. Bantu Ben." Krisna menatap gadis cantik berbibir merah muda itu.

"Aku pikirkan dulu ya." Lila tersenyum.

Tepat pukul 9 malam. Krisna sudah berada di kamar Lila sementara Lila tidur dengan Mayang di kamar sebelah. Aneh rasanya Krisna saat ini berada di kamar seorang gadis. Krisna masih duduk di kursi yang ada di meja sekaligus meja rias. Tatapannya terpaku pada foto ketika Lila masih berseragam putih abu-abu. Krisna meraih album foto yang tersimpan di laci paling bawah. Ia membuka perlahan halaman demi halaman album foto tersebut. Krisna mengernyitkan keningnya ketika ia membuka halaman terakhir album foto tersebut. Foto Lila ketika sedang PKL. Gadis itu berfoto di depan salah satu kantor cabang milik Krisna di Jakarta. Krisna ingat, ia dulu sempat berkantor di sana dan memang ada beberapa anak PKL di sana. Krisna mencoba memutar kembali ingatan nya ketika ia berkantor di sana. Krisna mencoba mencari album foto lainnya namun tangannya menyentuh satu kotak yang tak terlalu besar. Krisna menarik kotak tersebut dari laci dan seketika ia seperti teringat sesuatu. Kotak makan berwarna merah yang dulu sering ada di meja nya. Kotak makan tersebut berisi nasi goreng tanpa kecap yang hampir setiap hari ada di mejanya. Dulu ia pikir Ben lah yang membawakannya untuk Krisna sarapan. Namun kini ia seperti mencoba menghubungkan kejadian satu sama lain. Krisna mencoba menelpon Ben.

"Malam bos!" Goda Ben.

"Ben,gimana kantor?" Tanya Krisna.

"Masih sama pak, masih ada 42 lantai." Seloroh Ben.

"Ck!" Krisna berdecak pelan.

"Ada apa pak? Kalo untuk pekerjaan kan udah saya update by email." Ben tahu ada yang mau Krisna tanyakan namun sungkan.

Krisna menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Ben, dulu kamu kan yang selalu bawakan saya sarapan nasi goreng tanpa kecap?" Tanya Krisna.

"Eh? Gimana-gimana, Pak?" Ben seperti nya bingung.

"Dulu, waktu saya masih ngantor di Sudirman, kamu tahu kan suka ada kotak makan warna merah di meja saya?" Tanya Krisna memperjelas pertanyaannya.

"Oh? Itu. Bukannya itu punya bu Maria?" Ben semakin bingung.

"Bukan." Sahut Krisna mengusap kotak makan tersebut.

"Lalu?" Ben penasaran.

"Kepo!" Krisna terkekeh. "Coba minta data anak PKL sekitar 5 tahun lalu di kantor Sudirman." Titah Krisna.

"Oke." Ben menutup panggilan bosnya tersebut.

Krisna tersenyum.

Beberapa tahun silam.

Krisna masih berkantor di daerah Sudirman, saat itu kantor yang sekarang masih di bangun.

"Pagi!" Sapa Krisna pada semua staff di lantai 5 yang merupakan ruangan HRD.

"Pagi pak." Sahut mereka hampir serentak. Mata Krisna menangkap kehadiran beberapa anak SMA yang sedang duduk di ruang meeting kecil sudut ruangan.

"Siapa?" Tanya Krisna pada Rijal manajer HRD.

"Oh, itu yang mau PKL, pak. Nanti ada dua orang yang akan bantu di lantai 8." Sahut Rijal dengan sopan. Lantai 8 sendiri adalah lantai dimana ruangan Krisna berada.

Hari-hari berlalu. Krisna mencari Ben yang ponselnya tak bisa di hubungi. Ia berjalan ke arah pantry dan menemukan seorang anak SMA sedang duduk sendirian.

"Siang pak." Sapanya.

"Mau antar air galon?" Tanyanya dengan polos. Krisna mengernyitkan keningnya.

"Pak Ramli sedang ke luar sebentar. Kalo galon nya udh siap, nanti di masukin ke ruang sebelah sana." Gadis itu kembali menatap makanannya yang masih belum ia sentuh.

"Saya tunggu pak Ramli aja deh." Sahut Krisna menimpali kepolosan gadis itu.

"Oke pak." Sahut si gadis SMA.

Ia mendongak menatap Krisna yang ia kira petugas yang akan mengantarkan air galon.

"Bapak udah makan?" Tanya gadis itu. Entah kenapa Krisna menggeleng.

"Ya udah ini saya ada nasi goreng. Di bagi dua aja ya." Gadis itu mengambil piring dan segera membagi dua nasi gorengnya.

"Dimakan ya. Ini buatan saya, semoga suka." Gadis itu tersenyum manis. Krisna menatap manik mata gadis itu.

"Terima kasih." Krisna menikmati nasi goreng hangat dan guring yang begitu pas di lidahnya. Rasa yang sederhana namun membuat Krisna tak bisa berhenti menikmatinya.

"Siapa nam---"

"Ya ampun ngapain di sini pak?" Seorang pria masuk ke pantry dengan tergesa.

"Kamu di hubungi susah!"

"Sorry baterai nya habis." Ben terkekeh. "Eh? Siapa ini?" Tanya Ben pada seorang gadis SMA yang sedang menatap Ben. Gadis itu hanya mengangguk sopan.

"Oh ya, ini pak Krisna pemilik perusahaan tempat kamu PKL lho." Ben tersenyum. Gadis itu mengerjapkan matanya seperti sedang mencerna sesuatu.

"Saya pergi dulu, terima kasih nasi gorengnya. Saya senang kalo setiap hari di masakin nasi goreng seenak ini." Krisna berlalu dengan Ben.

"Besok beneran mau sarapan nasi goreng?" Tanya Ben.

"Iya." Sahut Krisna dan gadis bernama Alila itu berdiri di pintu pantry mendengar semua itu. Sejak hari itu, Lila yang bertugas membantu menyusun file di ruangan sekretaris Krisna, setiap pagi Lila selalu menaruh nasi goreng tanpa kecap di kotak makan merah tersebut.

TANPA WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang