Empat Enam

58.7K 5.9K 346
                                    

Assalamu'alaikum
Happy Reading
.
.
.

Seorang gadis dengan tatapan kosongnya tertuju menatap sebuah foto keluarga yang terlihat bahagia. Namun, kebahagian itu kini lenyap begitu saja. Sendiri, hanya ia sendiri yang tersisa sekarang. Menatap pantulan dirinya di cermin, kepalan tangannya terangkat menonjok cermin tersebut sampai hancur. Darah segar mengalir deras dari buku-buku jarinya.

"Gara-gara lo, gue kehilangan semuanya."

"Gue benci lo!"

"GUE BENCI LO ALISHA!!" Teriaknya dengan mata berkilat tajam dan air mata yang berjatuhan.

BRAK

Seorang pemuda mendobrak pintu kamar yang terkunci. Pemuda itu menghampiri gadis yang sedang terduduk dengan isakan yang keluar dari mulutnya.

Grep

"Jangan sakiti diri lo." Dengan perlahan tangan gadis itu terangkat membalas pelukan Bagas. Ya, Pemuda yang memeluknya adalah abang sepupunya.

Bagas memutuskan untuk pulang dari rumah sakit, karena kondisinya memang sudah lumayan membaik. Tadinya Bagas akan kembali ke apartemennya, tetapi tiba-tiba ia teringat dengan adik sepupunya yang sudah lama tidak ia temui.

"G-gue gak punya siapa-siapa hiks... Gue s-sendirian lagi..." Ujarnya terdengar memilukan.

"Kata siapa? Gue ada di sini, gue akan ada buat lo." Bagas mengurai pelukannya dan menangkup wajah sembab gadis itu.

"Celi, gue udah anggap lo sebagai adik gue sendiri." Ucap Bagas menenangkan. "Tugas seorang Abang adalah menjaga adiknya, dan gue akan lakukan itu."

Bagas menuntun Celi menuju ranjang. Kemudian, ia membuka laci nakas dan mengambil kotak p3k.

"Mana tangannya." Celi memberikan tangan kanannya yang masih mengeluarkan darah. Tidak keluar ringisan atau apapun dari bibir Celi, ia hanya diam memperhatikan Bagas yang sedang mengobati tangannya.

Jari besar Bagas mengusap jejak air mata di pipi gadis berambut sebahu itu. "Lo boleh lampiaskan semuanya, tapi jangan sampai nyelakai diri sendiri."

Tanpa diminta air mata Celi pun kembali luruh. Dengan sigap, Bagas mendekapnya erat dan mengelus rambutnya lembut.

"Lepaskan semuanya, marah, kecewa, sedih, keluarkan semuanya, termasuk dendam lo. Kalau lo hidup dalam dendam, kapan tenangnya? Kapan bahagianya?"

"Gue ngerti posisi lo, tapi ini juga salah mereka. Mereka harus mendapatkan akibat dari apa yang telah mereka lakukan."

Celi melepas pelukannya dengan kasar. "Lo salahin mereka hah!?"

"Mau bagaimana pun kelakuan mereka salah, Cel. Yang mereka lakukan itu sudah kelewatan. Sekalipun Farel adalah saudara kandung gue sendiri, gue gak bisa nyangkal itu." Bagas menjeda ucapannya, ia memperhatikan wajah Celi dengan seksama.

"Gue tau, lo yang nyuruh orang buat laporin Zaidan 'kan?" Celi mengangguk pelan membuat Bagas menghela nafasnya.

"Gue gak mau Alisha kembali lagi ke keluarganya. Dia harus ngerasain apa yang gue rasain!" Desisnya dengan kedua tangan yang terkepal.

Meraih kedua tangan Celi, Bagas mengurai kepalannya. "Di luar sana ada orang yang bernasib lebih buruk daripada yang lo alami, tapi mereka masih bisa menjalani hidup semestinya. Tidak ada yang namanya balas dendam, mereka hidup dengan tenang. Karena mereka tahu yang berhak membalas segalanya hanya Allah, dan mereka yakin bahwa kebahagian akan selalu ada setelah keterpurukan." Ucap Bagas berhasil membuat Celi terdiam.

ZAIDAN | my cool husbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang