Empat Delapan

52.7K 5.7K 405
                                    

Assalamu'alaikum
Happy Reading
.
.
.

Hidup di dunia memang tentang ujian,  baik itu dalam keadaan sulit maupun mudah, sedih maupun senang. Setiap orang pasti akan mengalami hal tersebut meskipun dalam porsi yang berbeda. Jika merasa ujian yang dialami sangat berat, ingatlah bahwa Allah itu Maha Adil dan Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya. Selalu ada hikmah yang tersembunyi di balik masalah yang dialami.

Berhenti menyalahkan takdir yang terkadang tidak sesuai dengan keinginan kita, karena skenario Allah jauh lebih baik dari apa yang kita duga. Yang terbaik menurut kita, belum tentu terbaik menurut Allah, sedangkan yang terbaik menurut Allah pasti yang terbaik pula untuk kita.

Suara mesin EKG dan bau obat-obatan sudah menjadi hal yang tidak asing lagi bagi Alisha. Tangannya setia mengelus tangan kaku suaminya. Sudah hampir 4 bulan, kondisi Zaidan tidak kunjung membaik setelah dinyatakan koma karena pendarahan otak yang dialaminya. Mata indah nan menenangkan itu masih setia terpejam seolah sangat menikmati alam bawah sadarnya.

"Kapan bangun? Kak Zai gak kangen Baby Zaisha? Sekarang Baby sering banget main bola di perut aku, dan katanya sebentar lagi pun dia akan main bola beneran sama Ayahnya." Ujar Alisha diiringi kekehan getir. Perutnya terlihat sangat buncit, karena kini sudah menginjak bulan ke-9, tinggal menghitung hari untuk melahirkan.

"Kak Zai janji ya, nanti kalau aku melahirkan, Kak Zai harus bangun. Kak Zai udah janji mau adzanin bayi kita 'kan? Aku berharap Kak Zai menepati janji Kak Zai, aku ingin suara pertama kali yang anak kita dengar adalah suara adzan Kak Zai."

"Kak Zai emang gak bosen tidur terus? Ini sudah terlalu lama buat aku. Aku rindu Kak Zai yang selalu membangunkan aku di sepertiga malam, aku rindu Kak Zai yang selalu ajarin aku mengaji, aku rindu Kak Zai yang selalu suapi aku ketika makan, aku rindu semua hal tentang Kak Zai.. " Tanpa disadari, air matanya luruh begitu saja.

"Aku mohon, Kak Zai harus bangun." Alisha mencium lama punggung tangan suaminya. Dadanya terasa bergumuruh, isakan kecil pun ikut keluar dari bibir pucatnya. "A-aku sendirian, semua orang benci aku, bahkan aku pun benci diri aku sendiri."

Seperti inilah hari-hari Alisha, menangis dan menangis. Tidak ada yang memeluknya, tidak ada lagi yang merangkulnya. Ia merasa hidup sendiri di dunia yang sangat luas dan kejam ini.

Setelah puas menangis, ia beranjak dari duduknya dan berjalan keluar dari ruangan tersebut. Bertepatan saat menutup pintu, Alisha langsung berhadapan dengan mertuanya. Ia menundukan kepalanya, tidak berani menatap mertuanya.

Zaki menatap prihatin menantunya itu. Terlihat jelas mata Alisha menghitam dan bengkak, bahkan jejak air mata sangat ketara di sudut Matanya. Jujur saja, ia merasa tidak tega dengan Alisha yang  tidak memperhatikan kondisi kesehatan dan bayinya. Kalau saja tidak selalu ia ingatkan, pasti menantunya itu tidak akan makan dan minum, bahkan untuk check up bayinya pun harus Zaki paksa dulu.

"Mama sama Papa mau ketemu Kak Zai 'kan? Aku pergi dulu." Dengan cepat, Alisha menyalami tangan kedua mertuanya. Namun, ketika ingin pergi, tangannya dicekal oleh Zaki.

"Kamu mau kemana?"

Mendongak sekilas, tangan sebelahnya meremas rok hitam yang ia pakai. "A-aku mau pulang, Pa."

"Papa antar, ya."

"Tidak usah, Pa." Tolaknya halus. Tidak urung, hati Alisha merasa hangat karena sifat Papa mertuanya itu. Sejak kejadian Zaidan kecelakaan, sifat keluarga dan mertuanya memang menjadi sedikit berbeda, terkecuali Zaki tentunya. Mungkin ini sebuah pelajaran juga untuknya.

"Kalau kamu tidak mau, ya sudah kamu harus pulang ke rumah Papa." Balas Zaki terkesan memaksa di akhir kalimat.

"Mas!" Bantah Disa dibalas tatapan santai oleh suaminya.

ZAIDAN | my cool husbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang