"Al, lo ngapain sih liatin gue kayak gitu?" tanya Sarah setelah Alglara berhasil menyalakan rokoknya dengan pematik. Mereka tengah duduk di luar warung Mang Cepi– anak Morenza berkumpul untuk berangkat ke acara bakti sosial mereka. Sarah ikut serta karena diajak tanpa sengaja oleh Sakha dan Galen."Kenapa?"
"Ya, kayak gitu. Kayak orang ngehindarin gue banget." ujar Sarah.
"Enggak, biasa aja. Lo aja kali yang ngerasa kayak gitu, Sar."
"Iya, mungkin juga sih. Tapi hampir tiap kita ngobrol bareng."
"Enggak," jawab Alglara tegas. "Lo nggak makan dulu?" tanyanya.
Sarah menggeleng, "Nanti aja barengan, gue belum laper."
"Makan, jangan nunggu laper." vokal berat itu memerintah, otomatis Sarah mengikutinya. Perempuan itu bangkit dan mengambil makanan di dalam warung, meninggalkan Alglara sendirian di depan warung.
Selang beberapa menit, Arsenio datang duduk untuk ikut bergabung merokok. Ia meminjam pematik Alglara tanpa bersuara.
"Terbiasa jangan sampai suka."
Alglara menengok karena samar-samar mendengar ujaran Arsen, ia tidak tau kepada siapa salah satu inti Morenza itu berucap. Alglara iseng menyahuti.
"Suka siapa?"
Arsenio mengangkat bahunya. "Dia," ucapnya menggantung.
"Who?"
Kerutan di alis Alglara semakin menjadi karena Arsenio mematikan rokoknya ke tanah, bangkit meninggalkannya sendirian lagi.
°°°°
"Janji belum tentu menjanjikan."Jam menunjukkan pukul 16.05 sore, anak Morenza masih membantu-bantu di Panti Jompo Anugrah– tempat mereka menyelenggarakan acara bakti sosial. Rekomendasi langsung dari Sarah, karena perusahaan ayahnya berkontribusi di dalamnya.
Anak Morenza semuanya tengah mengangkat dipan tempat tidur usang yang tidak layak pakai lagi, dibawa menuju gudang penyimpanan disana. Alglara mengkomando anggotanya agar tidak merusuh mengangkat barang berat.
"Jangan di goyang-goyang, nanti pakunya kena tangan, bahaya." tegur Alglara kepada Sakha dan Galen yang membuat dipan kayu itu seolah pawai Ogoh-ogoh[1] mereka goyangkan dan diiringkan lagu.
"Lo ngangkat yang bener njir, lesu banget kayak orang kekurangan gizi." Devano sedikit mendorong dipan kasur yang ia bawa ke arah Revano.
"Aduh, sakit bego. Ini gue udah make tenaga anjing. Lo aja yang angkatnya nggak bener. Bebannya semua ke gue ini." Revano membalas Devano yang baginya menjengkelkan. Tadi seharusnya ia ikut bersama Arsen saja daripada membantu kakaknya itu.
"Bacot, cepetan jalan. Berat anjir." Revano malas meladeni dan memilih sedikit berlari kecil menyeret.
"Pelan-pelan! Lo mau kita kena paku?!" omel Devano lagi, Revano pasrah.
Digudang sudah ada sekita enam tumpuk dipan usang yang sudah tidak layak digunakan lagi. Sebenernya layak saja jika di ganti kayunya, tapi akan lama prosesnya. Anak Morenza lebih memilih membelikan yang baru, berbahan kayu jati.
Setelah membantu mengeluarkan yang lama, mereka kembali bergotong royong memasukkan dipan baru. Diantar langsung oleh asisten ayah Sarah.
![](https://img.wattpad.com/cover/313846729-288-k571634.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ALGLARA
Ficção AdolescenteALGLARA || [ON GOING] Alglara Keaniarga. Si sarkastis yang pandai menjatuhkan mental lawan bicaranya. Petarung handal dengan jiwa bebas. Morenza geng berpengaruh dalam pimpinannya. Pemilik iris cokelat terang menyerupai predator. Kapten tim futsal S...