032. Terjawab

78.8K 9.2K 6.5K
                                    

Sebelum baca, ada baiknya follow wattpad Holi dulu, biar ada notifikasi masuk. holipehh28

Absen Hadir disini ➡️

Note: kalau yang lupa alur, baca dulu bab sebelumnya yaa, biar langsung konek hhee

Vote sebelum baca,
Komentar sebanyak-banyaknyaa

Biar Holi rajin Up
Harap tinggalin Jejak yup!

-HAPPYREADING-

****

"Mas, jangan emosi mas, mau bagaimanapun juga..."

Ray tidak lagi mendengar kata-kata yang dilontarkan oleh Ayla, ia memilih keluar dari mobil dan memasuki rumah papanya.

Ayla hanya menggelengkan kepalanya, sembari mengikuti Suaminya dari belakang.

Tok

Tok

Tok

Seorang wanita paruh baya membukakan pintu, kebetulan perempuan itu adalah mama sambungnya, Ray langsung to the point tanpa basa-basi ia bertanya.

"Apa hubungan lo sama kematian almarhum pak kyai sama Kecelakaan Agnes? Terus kenapa lo fitnah Nando, kenapa hah!"

Denada tersenyum miring. "Kamu datang-datang kesini nuduh mama? Mama aja gak ngerti apa yang kamu bicarain."

Ray tertawa dengan sinis. "Stop dramanya nenek lampir! Mau jelasin disini atau gue langsung jeblosin aja lo ke kantor polisi?"

Mendengar suara keributan, Prasetya selaku papanya Ray langsung menghampiri mereka.

"Ray kamu ini kenapa?" Tanya papanya Ray. "Kenapa kamu bentak-bentak mama kamu!"

"Dia bukan mama aku! Nenek lampir ini yang buat kekacauan ini pa, dia pembunuh pak Kyai, dia hampir buat Agnes mati! Dasar gak punya hati, gak punya otak!" Umpat Ray dengan nada yang tinggi.

Plak!

Prasetya menampar anaknya, menurutnya Ray keterlaluan menuduh mama sambungnya hanya dengan kata-kata tanpa pembuktiaan.

Dengan masih memegang kedua pipinya, Ray menatap papanya sembari tertawa menahan sakit.

Ray menunjuk mama sambungnya. "Pa, nenek lampir itu licik!"

Plak!

Tamparan keras kembali menghantam wajahnya Ray.

"Pa, Ray cuma mau papa tau kalau dia--'

Plak!

Plak!

Plak!

Prasetya terus menampar anaknya dengan keras, menurutnya ini sudah melewati batas, mau bagaimanapun juga Denada adalah istrinya, mama sambungnya Ray, tetapi nada bicara Ray tidak sopan dan terus menerus menuduh istrinya.

"Pa, Ray tahu Ray bukan anak baik, tapi papa harus tahu, Ray gamau papa kemakan omongan nenek lampir itu!" Ray kembali menunjuk Denada.

Plak!

Tampar papanya lagi, membuat Ray mengepalkan kedua tangannya, ia terus berusaha menahan emosinya, menghembuskan nafasnya dengan pelan walau tersekat.

Wajah Ray semakin memerah, bahkan tamparan keras yang menimpa wajahnya, membuat kemerahan dan membengkak hanya dalam hitungan menit.

PANGERAN PESANTREN (PART MASIH LENGKAP DAN SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang