3. Tentang Tujuan

1.6K 145 8
                                    

"Gue gak yakin akan tujuan atas hadirnya diri ini ke dunia. Yang jelas, bukan untuk mati rasa atau pun menderita."

---

Happy reading🐻


Tak ada yang bertanya kemanakah Gilang selama 7 hari menghilang tanpa kabar. Semuanya sudah terbiasa, melihat seorang Gemilang Mahameru absen selama berhari-hari seolah sudah menjadi kebiasaan bagi kelas 11 IPS 3, termasuk wali kelasnya sendiri. Yang mereka tau, hanyalah Gilang akan menghilang jika sudah bosan belajar. Title sebagai siswa pemalas memang telah tersemat di wajahnya. Ditambah lagi dengan seringnya cowok itu tidak menyimak disaat guru sedang menerangkan, atau bahkan tertidur saat proses pembelajaran sedang berlangsung.

Ya, itulah persepsi yang Gilang tinggalkan.

Padahal nyatanya, selama 7 hari anak itu bahkan tak bergerak sama-sekali. Lebih tepatnya dikurung oleh kakaknya sendiri.

Sejak kecil, Gilang sudah hidup dalam rengkuhan kakaknya. Shabiru Langit, seorang pemuda yang memiliki rasa takut berlebih terhadap kehilangan. Terutama pada adiknya. Dengan penyakit 'Thalasemia' yang Gilang derita sejak lahir membuat pemuda 24 tahun itu akan selalu bersikap over protective. Sikap cerewetnya akan jauh terdengar lebih menyebalkan ketika Gilang sakit.

Bukannya sembuh malah tambah sakit. Begitulah kira-kira gerutuan Gilang setiap kali pemuda itu merecoki waktu istirahatnya di kamar.



"Lo itu kayaknya emang mau gue mati muda, ya?" cerocos Biru di pagi-pagi buta. Ada saja kelakuan Gilang yang sukses membuatnya sepaneng.

Pagi tadi, Biru mendapati Gilang mimisan banyak di kamarnya. Dan dengan tidak tau malu pula anak itu pun mengaku kalau semalam ia mabar game online bersama ketiga temannya sampai dini hari. Padahal posisinya, Gilang baru saja pulang dari rumah sakit sore kemarin. Pagi Gilang diawali dengan sarapan bersama omelan dari Biru.

Biru marah besar karena menilai tindakan sang adik yang sembrono. Entah dengan cara apa lagi Biru menasihati agar Gilang lebih peduli dengan dirinya sendiri. Sungguh, lama-lama bisa ubanan kalau menghadapi Gilang seperti ini. Sulit sekali diberitahu menggunakan bahasa manusia.

"Gak usah cengengesan!" gertak Biru pagi itu. Sambil memunguti tissu-tissu kotor bekas darah sang adik yang berserakan di lantai, kemudian membuangnya ke tong sampah. "Hari ini gak usah sekolah, istirahat full di rumah!" ujar pemuda itu geram sebelum berlalu dari hadapan Gilang.

Apakah Gilang menurut?

Tentu saja tidak.

Karena tepat saja mobil Biru melaju meninggalkan rumah mereka, anak itu langsung cabut ke sekolah. Sebuah gertakan dari Biru tak mampu menggoyahkan keyakinan Gilang. Kecuali jika itu perintah dari yang mulia Leonardo.







"Tuh, kan! Lo masih inget jalan ke sekolah!"

Langkah kaki Gilang memelan, saat seseorang berteriak di belakang. Ia alihkan tatapan, kini irisnya dan kedua iris orang itu bertemu.

Seseorang yang tadi berteriak lantas mengejar langkah Gilang. Ketika langkah mereka sejajar, ia merangkul bahu Gilang dengan akrab. "Kata si Yati mungkin aja lo amnesia mendadak, terus lupa sama kita-kita."

Gilang mendesah kasar, "Yati lo percaya, udah tau tuh anak emang asbun."

Orang itu tersenyum lebar, merangkul Gilang semakin dekat, detik berikutnya senyum di bibirnya memudar. "Lo tau, gak? Seminggu ini gue sendirian, gak punya temen, udah kayak nolep aja gue."

REDAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang