8. Repeat the Pain

1K 121 11
                                    

Warning!
Adegan kekerasan tidak untuk ditiru!


Happy reading 🐻


Kondisi tubuhnya sangat lemah. Rasa-rasanya begitu berat hanya untuk sekedar membuka mata. Goresan luka ada dimana-mana. Seluruh tubuhnya kini terasa berat, bahkan mengangkat dagu untuk menatap wajah cantik Bella saja tak sanggup.

Bella marah besar. Menghadiahkan banyak tamparan di wajah Gilang. Tak perduli dengan kenyataan bahwa Gilang juga terluka, sama seperti Gita. Tak sempat diobati, tak sempat diberi perawatan pada luka-luka di tubuhnya. Tubuh Gilang ditarik paksa dan ditampar berulang kali dalam selang beberapa menit setelah anak itu tersadar dari pingsannya.

Setetes air dari pelupuk mata Gilang meluruh begitu saja. Menikmati setiap caci dan maki yang dilontarkan sang bunda sambil menunduk dalam. Tangisan pilu dari Gita yang duduk di atas bed perawatan sukses meruntuhkan pertahanan Gilang saat itu. Ia menyesal telah membuat kakaknya terluka.

"Kenapa kamu gak bisa biarin anak-anak saya tenang sebentar saja, kenapa?!"

Satu tamparan lagi-lagi Gilang dapatkan. "Apakah hidupmu itu cuma bisa bikin orang lain susah? Setiap hari selalu bikin masalah! Kamu ini sebenarnya apa? Pembawa sial?"

Gilang menggeleng kuat-kuat, "maafin Gilang, bund. Gilang gak tau kejadiannya bakal kayak gini." Anak itu terisak. Ia mengusap pipinya yang gini telah memerah. Panas menjalari setiap inci wajahnya kini.


"Bohong!"

Bella mendekatkan jari telunjuk ke dahi Gilang dan mendorongnya. Sulutan amarah lagi-lagi menyala. Tak henti-hentinya melontarkan kalimat buruk hanya untuk menyakiti putranya. Menghancurkan setiap kepingan hati yang Gilang susun dengan apik. Dan kini, kepingan itu tak ada lagi. Meluruh dihancurkan bom kebencian. Diluluh lantakan oleh kemurkaan.

"Sejak awal, kehadiranmu cuma membawa petaka. Bahkan demi hadirmu, sahabat saya rela menyerahkan hidupnya pada Tuhan. Bahkan demi kamu, suami saya rela mempertaruhkan nyawanya." Sekali lagi, jari telunjuk Bella mendorong kening Gilang. "Tidak puas merenggut hidup Raina dan ayah dari anak saya, sekarang kamu mau merenggut anak-anak saya juga?"

Gilang meremas celana sekolahnya kuat-kuat. Tak kuat lagi membendung genangan dermaga di pelupuk mata ketika nama sang ibunda kini ikut terbawa. Kepalanya menggeleng. Kemudian Berjongkok di hadapan Bella dengan tangan yang menutupi sepasang daun telinga. Ia tak sanggup lagi mendengarnya. Tak sanggup menerima kenyataan bahwa perkataan Bella memang benar adanya. Kehadiran dirinya ke dunia memang membawa petaka. Jika ia tak ada, seharusnya Raina masih ada dan hidup bahagia bersama Leo dan sepasang putra dan putrinya.

"Cukup, bunda. Gilang gak sanggup lagi. Tolong jangan katakan itu."

Dimana Gemilang Mahameru yang tegar? Kemana perginya Gilang yang berwatak keras? Dimana hilangnya Gilang si pemberontak dan tak mau kalah?


Kini di hadapan mereka semua. Di hadapan Bella yang murka. Di hadapan Dean yang diam. Serta di sisi Gita yang tak henti menangis. Hanya ada Gilang yang rapuh. Gilang yang akan tetap menangis, memohong agar luka lama itu tak lagi dibuka. Runtuh sudah harga dirinya. Gilang merasa dirinya sudah terlalu hina sekarang. Ia benci mengakui bahwa dirinya memang dihadirkan untuk menghilangkan.

"Jangan panggil saya bunda! Saya gak sudi punya anak penyakitan, gak berguna, biang onar, dan pembawa sial seperti kamu!"




'kamu dengar itu 'kan Gilang? Kamu memang pembawa petaka.'



REDAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang