19. Dia Yang Tak Tampak.

891 103 7
                                    

Apa definisi rahasia?

Jika mengetikkan kata itu di laman pencarian, akan memperoleh deskripsi kaku yang menjelaskan maknanya. Seribu pujangga bisa memberi seribu penjelasan berbeda pula. Ada yang menyamakannya dengan bangkai, luka yang tak ingin ditunjukkan, atau hal pribadi yang sebaiknya disimpan saja. Bagi Leo, definisi rahasia lebih sederhana; yaitu suatu kebenaran yang terpaksa disembunyikan dari orang lain─bahkan kadang pada dirinya sendiri─karena jika terbongkar, ia khawatir tidak lagi mendapatkan kepercayaan dari putra sulungnya.

Dulu, Leo akan dengan tega menyiram Gilang dengan berliter-liter air dingin hanya karena terlambat pulang sekolah. Pria itu juga sampai hati menguncikan Gilang di kamarnya selama berhari-hari tanpa memperbolehkan satu orang pun memberi anak itu makan hanya karena mendapat peringkat paling rendah di kelasnya. Dulu, ia selalu melakukan hal semacam itu, hingga Biru mengancam akan melaporkan semua tindakannya jika ia masih berani sedikit saja menyentuh adiknya. Kalau ancaman itu berasal dari mulut orang lain, Leo sama sekali tak takut. Toh, sejak dari generasi sebelumnya, keluarga mereka kebal hukum. Namun, jika ancaman itu berasal dari mulut Shabiru, ia tak mampu melakukan apa-apa. Bahkan rahasia tentang status asli dari Gemilang Mahameru pun tak pernah ia bocorkan, hanya demi putra kesayangannya─Shabiru tak kecewa padanya. Namun tetap saja, jika Biru tak ada, kebiasaan main tangannya tak bisa terhindarkan.




Presensi Gilang dan wajah terkejut adalah yang pertama kali pria itu saksikan kala kedua kakinya memijaki lantai rumah minimalis 2 lantai itu. Penampilan anak bungsunya itu berantakan. Baju kaos hitam yang kusut, rambut acak-acakan, mata sayu dengan lingkaran hitam di sekutarnya. Pria itu tersenyum samar, nyatanya Biru tak lebih baik dalam merawat Gilang. Lihatlah bekas luka mengering di sudut bibir anak itu. Apakah Biru yang melakukannya?

Pria itu lantas menutup pintu. Matanya turun untuk melihat kucuran darah yang menitik mulai dari pergelangan tangan anak itu, mengalir melalui sela-sela jari sebelum meluncur bebas ke lantai. Setelah diteliti lagi, titik-titik darah itu telah menyebar ke beberapa bagian lantai rumah.


Melihat gelagat Gilang yang sudah mengambil ancang-ancang ingin kabur, Leo lantas meraih tangan anak itu untuk ditahan. Sialnya, lengan malang yang menerima cengkraman erat itu ialah lengan kirinya yang luka. Yang mana berhasil membuat Gilang mendesis kesakitan. Leo tahu, lengan ini adalah hasil perbuatan anak itu sendiri, jadi tak masalah untuk memberinya sedikit hukuman.


Leo mengangkat tangannya ke udara. Yang membuat Gilang lantas memalingkan muka, melindungi kepalanya dengan siku tangannya yang bebas. "Aku─aku gak sengaja─waktu itu aku pu-pusing te-terus─ak-aku jatuh, maafin aku, ay-ayah. M-maaf." Anak itu berucap tanpa jeda dan gelagapan.

Padahal niatnya kemari hanya ingin menjemput mereka─ah ralat─anak sulungnya pulang ke rumah. Soal kecelakaan itu rencananya nanti akan ia bereskan ketika keduanya sampai di rumah. Namun, ujaran Gilang barusan sepertinya mampu memancing amarahnya yang mengendap naik ke permukaan. Oleh karena itu, tangannya ia bawa ke puncak kepala sang anak untuk diusak pelan. Seolah memberikan doktrin bahwa ia tak akan memukulnya kali ini.

Untuk sejenak, Gilang yang awalnya bergetar hebat oleh rasa takut, mulai tenang oleh usapan-usapan lembut di puncak kepalanya. Baru saja rasa nyaman itu Gilang rasakan, begitu kepalanya menoleh untuk menatap sang ayah, Leo menarik rambut hitam yang sudah memanjang hingga daun telinga itu ke belakang. Memaksa anak itu mendongak, menatap langsung pada netra kembar sang ayah yang menurut Gilang sama menyeramkannya dengan tatapan villain di film action.

Anak itu membatu. Setitik air matanya meluncur di sudut mata. Sebab rasa perih akan tarikan yang ayah terasa mengupas kulit kepalanya. Jangan lupakan pergelangan tangan anak itu yang masih basah oleh luka digenggam kuat.



REDAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang