Gilang tidak mengerti, entah sampai kapan manusia diberi porsi untuk mengalami momen buruk. Entahlah, mungkin nanti jika tiba saatnya untuk pulang, rentetan momen buruk itu akan menghilang dengan sendirinya.
Berniat ingin ke UKS karena kondisi badannya yang kurang fit, malah dihadapkan oleh masalah yang rumit.
Tubuh Gilang tersungkur menyapa tembok kasar lapangan tatkala satu pukulan mendarat di pipi. Tampaknya, momen buruk akan terus Gilang alami sampai ia mati.
Gilang mencoba tegap, mengusap sudut bibirnya yang sedikit mengeluarkan darah, sambil menatap cowok berbadan tegap yang tampak marah.
"Lo sengaja, kan?"
Hanif. Pelaku penonjokan itu berteriak lantang. Mata elangnya menatap Gilang bengis.
Mencoba bangkit. Diusapnya sudut bibir yang berdarah dengan hati-hati.
Pemilik kulit seputih porselen itu belum sepenuhnya berdiri saat satu lagi bogem mentah dilayangkan ke pipinya. Gilang kembali tersungkur ke tanah, lebih keras dari sebelumnya. Sebab, gesekan tubuh dan tembok lapangan yang kasar itu mampu menciptakan robek yang lumayan di siku kaus olah raga yang ia kenakan.
"Brengsek, maksud lo apa? Cari mati lo?!"
Kali ini Gilang naik pitam. Ia berdiri dari posisinya, mengabaikan rasa pusing yang mendera, bergerak brutal ke arah si lawan lalu mencengkram kerah seragam olah-raga anak itu. Dari pancaran matanya, tak dapat dipungkiri bahwa Gilang sangat marah.
Hanif tak mau kalah. Kali ini mereka saling mencengkram kerah masing-masing.
"Gue tau, lo emang gak suka sama dia sejak dulu. Tapi, gak harus pakai cara kotor kayak gini, sampah tau, gak? Pengecut!"
"Kalau sampai dia kenapa-kenapa, gue gak akan pernah maafin lo!"
Senyum kapitalis yang Gilang tunjukkan semakin membuat Hanif geram. Pikirnya, sepertinya seru jika bermain-main sebentar.
"Lo tau? Gue memang gak peduli ke si lembek itu."
"Mau dia hidup, mau dia ngegembel, mau dia jatuh dari tangga, atau mau dia mati sekalipun -gue gak peduli."
Satu pukulan lolos menghantam perut Gilang. Membuat cowok itu otomatis melepas cengkraman di kerah Hanif dan terjatuh ke belakang. Bukannya kapok, Gilang justru tertawa kecil, merasa puas ketika Hanif terpancing oleh bualannya.
"Woi, apa-apaan ini?!"
Gilang dan Hanif serempak menoleh ke sumber suara. Gilang merotasikan bola mata, ck, mengganggu saja!
Jaka yang baru kembali selepas mengantar Dean ke UKS, langsung berhambur di tengah-tengah antara keduanya.
"Woi preman cupu! Lo apain temen gua?!"
Presensi Jaka sukses menciptakan ekspresi menjengkelkan di wajah Hanif.
"Wow, bodyguard nya datang. Tapi sorry, urusan gue sama majikan lo. Jadi, lo minggir dulu."
Demi apapun ingin rasanya Jaka menghajar manusia menyebalkan ini sampai bonyok. Namun, perhitungannya sedikit salah. Sebab ada yang lebih bernapsu besar disini.
Bak mendapat karma yang singkat, Gilang sudah kepalang emosi. Ia lantas berdiri, menyingkirkan tubuh Jaka dan membalas pukulan Hanif dengan seluruh sisa tenaga yang ia kerahkan. Lantas menarik kembali kerah kaus olah raga cowok itu. Hanif juga tak mau kalah, balas mencengkram milik Gilang. Murid-murid yang menyaksikan perkelahian itupun langsung riuh.
"Pukul! Pukul! Pukul!"
"Jambak, nif, jambak!"
"Gilang, woy lamban lo! Colok aja matanya!"

KAMU SEDANG MEMBACA
REDAM
Teen Fiction"Kalau sebaik-baik takdir adalah kehidupan, dan sebaik-baik tujuan adalah mati di usia muda. Maka aku akan memilih opsi kedua." [ON GOING] Warn! Kekerasan, blood, bullying, depression, suicide! Child abuse! #1 choibeomgyu #1 tomorrowxtogether