6. Melawan Tuhan

9.9K 1.5K 301
                                    

Seharian Uwi bergelung di dalam selimut. Mencari kehangatan. Di sebelahnya menumpuk sampah tisu, bekas menyeka air mata yang nggak habis-habis. Juga ponsel yang sepi notifikasi chat dari Aga.

Besok adalah tanggal 25 Desember. Seharian ini lelaki itu sibuk menyiapkan acara natal bersama perkumpulan jemaat, setelah itu akan melakukan ibadah misa di gereja.

"Beb, sorry ya gue tinggal dulu." Lily menyemprotkan parfum ke seluruh tubuh, bersiap-siap pergi ke apartemen pacarnya.

"Nggak apa, Ly. Maaf juga ya gue nggak bisa ikut kasih surprise ke Mas Dave. Beneran lagi nggak sanggup gue ngeliat keuwuan kalian di saat gue lagi galau."

"Mau dipeluk lagi nggak?" Lily merentangkan kedua tangannya di hadapan Uwi.

Perempuan itu mencondongkan tubuhnya untuk memeluk Lily. Tangisannya pecah lagi. "Elo kok ... nggak pernah komentar apa-apa sih?"

"Gue nggak berhak kasih komentar selagi lo nggak nanya pendapat." Lily mengusap rambut Uwi.

"Menurut lo, gue harus gimana?"

Lily menghembuskan napas perlahan, mengatur kata di dalam otaknya, takut salah ucap dan menyakiti Uwi. "Maaf sebelumnya, tapi sebagai sesama muslim, gue harus bilang kalo sebaiknya jangan. Cowo-cowo yang muslim masih banyak kok Wi. Ratusan juta, mungkin lebih. Sebelum lo makin jatoh, makin sayang sama Aga. Tapi, gue ngerti kok rasanya mulai suka, terus nggak bisa melangkah maju. Pasti sakit banget," ucap Lily sembari mengelus punggung Uwi.

"Aga udah dapet kerja, Beb. Impian gue dapet cowo berduit tuh kayak makin nyata aja kalo sama Aga."

Lily mundur melepaskan pelukan agar tangannya bisa membingkai wajah Uwi.

"Lo kan pedenya selangit, Wi. Masa sih lo nggak bisa dapetin cowo lain yang tajir?"

"Tapi Aga gigih banget. Gue nggak pernah diperjuangin sebegininya sama cowo," lirih Uwi dengan suara gemetar.

"Hey, listen. Otak lo itu udah penuh sama Aga. Mau minta nasehat ke jutaan manusia juga percuma. Lo masih punya banyak stok kata 'tapi' untuk mengelak. Lo tau hubungan kalian salah, tapi otak lo makin mengumpulkan validasi untuk menentang itu, kalo hubungan kalian layak dipertahankan. Intinya, lo udah gede, Wi. Tanpa gue kasih tau, lo pasti ngerti kalo ngeiyain Aga resikonya sebesar apa."

Netra Uwi mengilap karena air mata yang semakin tumpah.

"Gue cuma pengen ngerasain kayak lo, Ly. Disayangin orang sebegitu besarnya, sama cowo yang sesuai kriteria gue."

Mengusap air mata Uwi, Lily menanggapi dengan senyuman teduh. "Gue harus ngelaluin enam tahun pacaran sama orang yang salah, Wi. Sebelum ketemu Mas Dave. Mungkin Aga emang cuma sekedar singgah aja di hidup lo, sebelum lo ketemu 'the right one' nya elo."

Lily menepuk bahu Uwi. "Tapi apapun keputusan lo, itu hak lo sendiri, Wi. Gue nggak berhak ngejudge apalagi ngatur. Semangat, Sayangku."

---

Kegiatan utama Uwi saat sedang galau adalah menikmati wajah-wajah tampan oppa melalui drama korea. Mata dia sampai terasa pegal dari pagi sampai tengah malam nonton maraton.

Uwi mulai bosan. Dia berkali-kali melirik jam dinding. Pukul 00.20. Lily belum juga pulang. Betah amat sih di rumah Mas Dave sampe tengah malem.

Sambil memakan french fries dan burger, sebagian kecil sogokan tutup mulut dari Lily, Uwi memutuskan untuk mencari foto pria-pria tampan saja di aplikasi instagram.

Layar ponsel Uwi berkedip, dia menerima chat baru dari Teh Kikan, Kakak kandung Lily.

Kikan Matinpraja
Wi, Lily ada? Kok dia nggak angkat telepon.

Memetik Bulan [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang