25. Menuju Hari H

10.9K 1.6K 498
                                    

Kangen banget dehhh 🤗.

Tanpa terasa, Ibu sudah dua minggu berada di Indonesia. Beliau sengaja menyerahkan segala mandat dan tugasnya sebagai ketua DWP kepada wakil untuk sementara. Bagi Ibu, menemani Raka adalah hal yang paling utama.

Meskipun hasil medical checkup lengkap Raka menunjukkan hasil yang normal, tapi Ibu tetap nggak mau kecolongan. Beliau takut Maura tiba-tiba mendatangi rumah anaknya, lalu melukai Raka lagi. Alasan lainnya adalah Ibu turut sibuk mengurus pernikahan Uwi dan Raka.

Uwi sangat ingin Papa menjadi wali nikahnya. Dia nggak mau diwakili oleh Riko. Sedangkan Papa masih kesulitan bicara. Maka dari itu dua minggu terakhir Papa gencar menjalankan terapi wicara.

Mungkin karena permintaan langsung dari sang puteri sulung, semangat Papa untuk sembuh jadi meningkat. Dua minggu ini kemampuan bicara Papa menunjukkan kemajuan pesat. Uwi yakin, dua minggu lagi Papa mampu mengucapkan kalimat ijab secara utuh, meski dengan artikulasi yang kurang jelas.

Sebetulnya Uwi ingin menikah di KUA, supaya simpel dan cepat selesai. Tapi dia nggak tega membawa Papa panas-panasan keluar rumah. Akhirnya, keluarga Uwi dan Raka memutuskan untuk melangsungkan pernikahan secara sederhana di rumah Uwi. Mungkin akan dilanjutkan dengan makan malam bersama, tapi tergantung kondisi kesehatan Papa.

Bayangan Uwi akan pernikahan simpel dan sederhana perlahan luntur. Karena setiap harinya ada saja yang dia kerjakan. Seperti saat ini, membantu Ibu membungkus ratusan hampers untuk para kolega Bapak, sebagai tanda pemberitahuan bahwa anak Bapak sudah melangsungkan pernikahan sederhana.

Ibu memesan vintage tea set beserta serbuk teh siap seduh dari dua vendor berbeda. Sehingga memerlukan effort lebih untuk memasukkan tabung berisi serbuk teh ke dalam kotak hampers yang telah diisi teko dan cangkir.

"Bu, semua hampersnya nanti dikirim satu-satu?" tanya Uwi penasaran. Dia nggak bisa membayangkan berapa ongkos kirim untuk ratusan paket ini.

"Iya, mbak. Yang dekat diantar sama Pak Supir. Yang jauh dipaketkan saja. Untuk yang di Belanda nanti Ibu paketkan lagi," jawab Ibu santai.

Uwi menelan ludah membayangkan nominal biaya yang Ibu keluarkan.

"Mbak Uwi mau minta hadiah pernikahan apa?" tembak Ibu tiba-tiba.

Uwi berusaha menanggapi dengan bijak dan penuh senyuman. "Terserah Ibu aja. Uwi terima dengan senang hati."

"Kemarin Ibu kasih hadiah staycation ke Mas Dave dan Mbak Lily. Mbak Uwi juga mau?"

Uwi menggigit lidahnya, mencegah keceplosan bilang mentahnya aja Bu.

"Uwi belum siap menginap atau pergi lama dari rumah Mama dalam waktu dekat, Bu. Mungkin nanti kalau Papa udah mendingan."

Ibu terkejut mendengar penuturan Uwi. "Nggak honeymoon juga?"

Raka dan Uwi saling berpandangan.

"Nggak dalam waktu dekat, Bu," sahut Raka.

Raka dan Uwi sempat membahas tentang honeymoon minggu lalu. Dan berakhir dengan curhatan Uwi mengenai kesehatan Papa. Selain kemampuan bicara, kondisi kesehatan beliau nggak menunjukkan perkembangan berarti. Uwi merasa nggak pantas bersenang-senang saat kondisi Papa memprihatinkan. Dia juga memiliki ketakutan Papanya kenapa-kenapa ketika Uwi pergi jauh dalam waktu lama.

Setelah berhasil menyimpul tali pita pada kotak souvenir, Ibu berkata lagi, "Mau nggak kalau menginap semalam di hotel area Bogor? Berangkat sabtu malam setelah acara, pulang minggu pagi."

Uwi dan Raka saling tatap lagi, kembali berdiskusi lewat telepati.

"Terserah kamu, Ruisha." Raka menepuk bahu Uwi. Dia nggak mau membebani calon istrinya. Malam pertama di rumah Uwi pun nggak masalah.

Memetik Bulan [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang